Tentulah kita pernah mendengar kata pantun, syair, dan gurindam. Bahkan beberapa tokoh terkenal, seorang ustaz misalnya, menyampaikan dakwah melalui salah satu diantara ketiganya. Pantun, syair, dan gurindam termasuk jenis puisi lama, sedangkan puisi modern yang sering kita dengar saat ini disebut dengan puisi baru. Sebelum membahas lebih lanjut mengenai persamaan dan perbedaan pantun, syair, dan gurindam, alangkah baiknya apabila mengerti terlebih dahulu mengenai pengertian pantun, syair, dan gurindam.
Pengertian Pantun
Pantun merupakan bentuk puisi lama yang merupakan bagian dari sastra dengan sampiran dan isi. Pantun ini sudah sangat luas dikenal dalam bahasa-bahasa nusantara. Kata pantun sendiri berasal dari kata patuntun dalam bahasa Minangkabau berarti petuntun. Dalam bahasa Jawa pantun dikenal dengan sebutan parikan, dalam bahasa Sunda dikenal dengan sebutan paparikan, dan dalam bahasa Batak dikenal dengan sebutan umpasa (baca: uppasa). Lazimnya pantun terdiri atas empat baris bila dituliskan dimana setiap barisnya terdiri atas 8-12 suku kata. Pantun memiliki sajak akhir dengan pola a-b-a-b dan a-a-a-a, tidak boleh a-a-b-b atau a-b-b-a. Pada mulanya, pantun merupakan karya sastra lisan. Namun sekarang banyak dijumpai pantun yang tertulis.
Pantun terdiri dari dua bagian, yaitu sampiran dan isi, dimana sampiran merupakan dua baris pertama dan isi merupakan dua baris terakhir. Sampiran sering kali berkaitan dengan alam yang mencirikan budaya agraris masyarakat pendukungnya. Sampiran biasanya tidak memiliki hubungan dengan bagian isi yang menyampaikan maksud. Sampiran digunakan sebagai pengantar saja. Sedangkan isi merupakan tujuan dari pantun tersebut.
Pantun pada awalnya merupakan karya sastra lisan yang dibukukan pertama kali oleh Haji Ibrahim Datuk Kaya Muda Riau. Beliau adalah seorang sastrawan yang hidup sezaman dengan Raja Ali Haji. Antologi pantun yang pertama tersebut berjudul Perhimpunan Pantun-pantun Melayu.
Menurut bentuknya, pantun dibedakan menjadi empat, yaitu pantun biasa, seloka, pantun orang tua, dan pantun jenaka. Seloka merupakan pantun berhubungan sehingga tidak cukup dengan satu bait saja karena merupakan jalinan atas beberapa bait. Pantun orang tua merupakan pantun yang biasanya berisi tentang nasihat, agama, dan adat. Serta pantun jenaka merupakan pantun yang bertujuan untuk menghibur ataupun terkadang sebagai cara untuk saling menyindir dalam suasana penuh keakraban supaya tidak mudah tersinggung. Sedangkan menurut isinya, pantun dibedakan menjadi pantun anak-anak, pantun muda, pantun tua, pantun jenaka, dan pantun teka-teka.
Ciri Ciri Pantun
Adapun ciri-ciri pantun adalah sebagai berikut:
- Pantun terdiri atas sejumlah baris yang selalu genap serta merupakan satu kesatuan yang disebut bait/kuplet.
- Setiap baris pada pantun terdiri dari empat kata yang dibentuk dari 8-12 suku kata. Akan tetapi, umumnya adalah 10 kata.
- Setengah bait pertama merupakan sampiran sebagai pengantar menuju isi pantun, dan setengah berikutnya merupakan isi yang merupakan tujuan yang akan disampaikan.
- Penggunaan sajak antara sampiran dan isi selalu paralel, yaitu ab-ab atau abc-abc, atau abcd-abcd, atau aa-aa.
Pengertian Syair
Syair juga merupakan salah satu jenis dari puisi lama dimana kata syair berasal dari bahasa Arab Syu’ur yang memiliki arti perasaan. Kemudian kata syu’ur ini berkembang menjadi syi’ru yang memiliki arti puisi dalam pengertian umum. Dalam kesusastraan Melayu, syair merujuk kepada pengertian puisi secara umum. Selanjutnya, dalam perkembangannya syair mengalami modifikasi dan perubahan sehingga syair disusun sesuai dengan keadaan dan situasi yang terjadi.
Syair berasal dari Persia yang sekarang menjadi Negara Iran dan telah masuk ke Nusantara bersamaan dengan kedatangan Islam. Orang yang membuat syair atau membacakan syair biasanya disebut sebagai penyair atau pujangga. Penyair yang memiliki peran besar dalam membentuk syair khas Melayu adalah Hamzah Fansuri dengan karyanya, yaitu Syair Perahu, Syair Burung Pingai, Syair Dagang, dan Syair Sidang Fakir. Syair ini biasanya digunakan untuk menggambarkan hal tertentu yang panjang, seperti cerita, nasihat, agama, cinta, dan lain sebagainya.
Terdapat banyak sekali macam-macam syair dalam karya sastra, diantaranya syair panji, syair kiasan, syair romantis, syair sejarah, dan syair agama. Syair panji menceritakan tentang suatu keadaan yang terjadi di dalam istana dan keadaan orang-orang yang berada atau berasal dari istana. Contoh syair panji adalah Syair Ken Tambuhan yang bercerita mengenai seorang putri bernama Ken Tambuhan yang dijadikan sebagai persembahan kepada Sang Ratu Kauripan. Syair romantis merupakan syair yang berisi tentang percintaan yang biasanya terdapat pada cerita pelipur lara, cerita rakyat, maupun hikayat. Contoh syair romantis, yaitu Syair Bidasari yang bercerita mengenai seorang putri raja yang telah dibuang oleh ibunya. Kemudian setelah beberapa lama, putri raja tersebut dicari Putra Bangsawan yang merupakan saudaranya untuk bertemu dengan ibunya. Akhirnya pertemuan itu terjadi dan Bidasari memaafkan ibunya yang telah membuangnya. Syair kiasan berisi mengenai percintaan ikan, burung, bunga, atau buah-buahan. Percintaan tersebut merupakan sebuah kiasan terhadap peristiwa tertentu. Contoh syair kiasan adalah Syair Burung Pungguk yang isinya bercerita mengenai percintaan yang gagal akibat perbedaan pangkat atau seperti perumpamaan seperti pungguk merindukan bulan. Syair sejarah merupakan syair berdasarkan peristiwa sejarah yang sebagian besar berisi tentang peperangan. Dan syair agama merupakan syair terpenting yang mengandung pesan tertentu dalam suatu agama.
Ciri Ciri Syair
Adapun ciri-ciri syair adalah sebagai berikut:
- Syair terdiri dari empat baris.
- Setiap baris pada syair terdiri atas 8 hingga 14 suku kata.
- Biasanya jumlah kata dalam syair di setiap baris adalah tetap, yaitu 4-5 kata
- Sajak yang digunakan dalam syair adalah a-a-a-a.
- Di dalam syair, semua baris mengandung isi dan makna. Makna dalam syair ini ditentukan oleh bait-bait selanjutnya.
- Bahasa yang digunakan dalam syair biasanya adalah bahasa kiasan.
- Biasanya syair berisi tentang petuah, cerita, dongeng dan nasihat.
Pengertian Gurindam
Kata gurindam berasal dari bahasa Tamil, India, yaitu “kirindam” yang berarti perumpamaan. Gurindam merupakan bagian dari bentuk kekayaan sastra. Karya pendek ini dibawa oleh orang India yang juga diilhami oleh pengaruh kesusastraan Hindu. Gurindam juga merupakan salah satu bentuk puisi lama yang ditandai dengan dua baris kalimat berima sama dalam satu kesatuan. Gurindam biasanya terdiri lebih dari satu bait dimana pada baris pertama berisi mengenai sebuah persoalan atau syarat sedangkan baris kedua menjawab persoalan pada baris pertama.
Gurindam dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu gurindam berangkai dan gurindam berkait. Gurindam berangkai adalah gurindam yang diindikasikan dengan kata yang sama pada larik pertama tiap baitnya. Sedangkan gurindam berkait adalah bentuk gurindam yang diindikasikan dengan adanya keterkaitan antara bait pertama dengan bait-bait seterusnya.
Ciri Ciri Gurindam
Adapun ciri-ciri gurindam adalah sebagai berikut:
- Pada gurindam tiap barisnya bersajak a-a, b-b, dan seterusnya.
- Pada gurindam terdiri dari dua baris pada tiap baitnya dengan jumlah kata per baris sekitar 10 kata saja.
- Gurindam berisi mengenai nasihat hidup.
- Pada gurindam, tiap barisnya memiliki hubungan sebab akibat.
- Isi pada gurindam ditunjukkan pada baris kedua.
Persamaan pantun, syair, dan gurindam
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, dapat diketahui persamaan dan perbedaan pantun, syair, dan gurindam. Persamaan pantun, syair, dan gurindam yaitu sebagai berikut.
- Pantun, syair, dan gurindam, ketiganya merupakan sama-sama jenis dari puisi lama.
- Pantun, syair, dan gurindam, ketiganya sama-sama berfungsi sebagai nasihat.
- Kandungan isi dari pantun, syair, dan gurindam mempunyai nilai moral dan agama.
- Pantun, syair dan gurindam terdiri atas bait-bait meskipun jumlah barisnya berbeda.
- Pantun, syair, dan gurindam memiliki rima akhir yang sama, dengan kata lain ketiganya memiliki persamaan bunyi pada akhir baris.
Perbedaan pantun, syair, dan gurindam
Sementara itu, perbedaan pantun, syair, dan gurindam dapat dilihat dari beberapa aspek yang dijelaskan sebagai berikut.
- Berdasarkan aspek tujuan yang ingin disampaikan, tujuan dari isi pantun adalah menyampaikan nasihat, menyatakan rasa sayang, ajaran budi pekerti, dan moral untuk kepentingan sosial dan hiburan. Tujuan dari syair yaitu menyampaikan cerita, pengajaran, serta digunakan dalam kegiatan-kegiatan yang memiliki unsur keagamaan. Sedangkan tujuan dari gurindam yaitu menyampaikan nasihat atau kata-kata mutiara.
- Berdasarkan aspek struktur isinya, pantun terdiri dari empat baris dimana baris pertama dan kedua merupakan sampiran serta baris ketiga dan keempat merupakan isi. Teks pantun berbentuk bait-bait dengan adanya keterkaitan isi baris pertama dan kedua serta keterkaitan isi baris ketiga dan keempat. Syair terdiri dari empat baris dimana setiap baris memiliki makna yang berkaitan dengan baris-baris sebelumnya. Dengan kata lain, tiap bait dalam syair tidak dapat berdiri sendiri. Empat baris pada syair tersebut merupakan satu kesatuan ide. Pada syair tidak ada sampiran dan isi seperti pada pantun, serta syair perlu dilagukan untuk membentuk suatu nyanyian. Sedangkan gurindam terdiri dari dua baris dimana bait pertama merupakan sebab atau persoalan dan bait kedua merupakan akibat atau penyelesaian. Pada gurindam isi terletak pada baris kedua. Gurindam pada umumnya dibuat berbait-bait dengan isinya yang bersifat nasihat, mirip dengan pepatah atau peribahasa.
- Berdasarkan aspek ciri teksnya, pantun bersajak a-b-a-b yang terdiri dari 8-12 suku kata dan pilihan katanya padat, singkat, dan jelas. Syair bersajak a-a-a-a yang terdiri dari 8-12 suku kata. Sedangkan gurindam bersajak a-a yang terdiri dari 10-14 suku kata.
- Berdasarkan aspek ciri bahasanya, bahasa pada pantun singkat, padat, dan jelas, serta menggunakan bahasa campur. Sementara pada syair menggunakan bahasa kiasan dan bahasanya harus sama.
- Berdasarkan jenis-jenisnya, pantun dapat dibagi menjadi pantun adat, pantun agama, pantun budi, pantun jenaka, pantun kepahlawanan, pantun kiasan, pantun nasihat, pantun percintaan, pantun peribahasa, pantun teka-teki, dan pantun perpisahan. Sementara jenis-jenis syair, antara lain ada syair melayu lama, syair islami, syair cinta, syair persahabatan, syair kehidupan, dan syair pendidikan. Sedangkan jenis-jenis gurindam, antara lain ada gurindam berangkai, dan gurindam berkait.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui mengenai persamaan dan perbedaan pantun, syair, dan gurindam dimana hal tersebut merupakan bentuk dari kekayaan beberapa bentuk karya sastra yang ada di Indonesia. Sebagai warga negara yang baik kita harus melestarikan karya sastra tersebut sebagai khazanah budaya Indonesia supaya anak cucu kita kelak masih bisa berinteraksi dengan karya-karya sastra tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H