Mohon tunggu...
Nasrul Pradana
Nasrul Pradana Mohon Tunggu... Human Resources - Praktisi Manajemen, Sarjana Psikologi, Magister Manajemen.

Praktisi HRM sejak 2010. Sarjana Psikologi dari Universitas Esa Unggul, Magister Manajemen dari Universitas Esa Unggul. nasrulpradana01@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money

Bisnis Lebih dari Sekadar Bisnis

7 September 2020   20:53 Diperbarui: 7 September 2020   20:57 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suatu bisnis berhasil sejauh itu menyediakan produk atau layanan yang berkontribusi terhadap kebahagiaan dalam segala bentuknya. 

Akibat pandemi Covid-19, Dana Moneter Internasional (IMF) memproyeksi pertumbuhan ekonomi dunia akan mengalami kontraksi atau tumbuh negatif 4,9 persen tahun 2020 ini (Kompas, 2020), atau mengalami penurunan tahunan terburuk sejak Perang Dunia II. 

Dampak ekonomi dari lockdown dan pembatasan-pembatasan sosial yang dilakukan oleh diberbagai negara telah meruntuhkan bisnis global diseluruh sektor. Indonesia sendiri tengah berada di ambang resesi ketika pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2020 dilaporkan minus, di angka minus 5,32 persen (Kompas, 2020).

Bahkan, pada 1 September 2020, Presiden Joko Widodo mengatakan, jika pada kuartal III 2020 pertumbuhan ekonomi Indonesia kembali minus, maka kita akan mengalami resesi (Kompas, 2020).

Pengamat ekonomi dari Institute For Development of Economics and Finance Enny Hartati menjelaskan sepanjang Covid-19 belum selesai, maka ekonomi pasti menghadapi high cost atau ekonomi berbiaya tinggi, terus tidak efisien, maka tidak ada minat investasi kalau kondisinya seperti itu. Permasalahannya adalah, jika ingin menghindari terjadinya resesi pada triwulan III, otomatis kondisi ekonomi saat ini seharusnya sudah mulai ada perbaikan. "Misalnya, daya beli sudah mulai meningkat, orang sudah mulai dapat bekerja dengan baik, dan seterusnya. Nah, itu kan nggak mungkin, karena apa? situasi Covid-19 ini masih fluktuatif" kata Enny (Kompasiana, 2020).

Oleh sebab itu, tujuan bisnis lebih dari sekedar urusan bisnis. Bisnis harus memperhatikan kepentingannya sendiri atau menggunakan sumber daya dan kemampuannya untuk melawan virus corona bahkan dengan mengorbankan kerugian jangka pendek. 

Bisnis harus dapat memelihara semua pemangku kepentingan, baik itu pelanggan, pemasok, dan masyarakat, bukan hanya kepentingan investor. Karena kesemua hal tersebut terikat dalam satu rantai yang saling berkesinambungan, dimana yang satu tidak bisa hidup tanpa yang lain.

Bisnis dan masyarakat adalah dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan, hidup berdampingan dan saling merawat satu dengan yang lain. Bisnis berinvestasi dan mendukung masyarakat lokal, dan masyarakat lokal melindungi bisnis. 

Hubungan simbiosis ini memungkinkan perusahaan dan pemiliknya berkembang ke seluruh negeri dan dunia. Ada banyak contoh perusahaan yang memulai bisnisnya dari kota industri kemudian berkembang menjadi perusahaan yang besar seperti Phillips di Eindhoven, Belanda atau Djarum di Kudus, Indonesia.

Pemilik dan keluarga mereka tinggal di kota yang sama, menghadiri semua acara komunitas yang sama. Pegawai (manajer) mereka juga tetangga mereka, yang anaknya bersekolah di sekolah yang sama dengan anak atau cucu pendiri. 

Dan akhirnya, pemasok mereka juga berada di kota yang sama atau sekitarnya. Semua pemangku kepentingan (masyarakat, karyawan, pemasok, dan pelanggan) sering melakukan kontak sosial, hampir setiap hari. Dengan kata lain, bisnis lebih dari sekadar bisnis, bisnis adalah kontrak sosial

Namun seiring dengan berjalannya waktu, bisnis berubah, banyak perusahaan yang memindahkan kantor pusat perusahaan mereka ke ibu kota untuk mencari modal tambahan untuk diinvestasikan dalam bisnis yang tidak terkait dengan bisnis inti mereka. 

Dalam prosesnya, pemegang saham menjadi pemangku kepentingan utama. Obsesi pemegang saham ini juga dipengaruhi oleh ekonom pasar bebas yang mengatakan bahwa tujuan bisnis adalah untuk menghasilkan keuntungan, akibatnya perusahaan tidak memiliki tanggung jawab sosial. Tentu saja obsesi nilai pemegang saham ini masih berlanjut hingga hari

Sheth (2020) mengatakan Covid-19 dengan jelas menunjukkan betapa rapuhnya bisnis. Covid-19 telah menciptakan gangguan dalam rantai pasokan baik secara domestik maupun global, terutama yang berkaitan dengan makanan dan energi. Sulit membayangkan bagaimana bisnis dapat berjalan hari ini tanpa smart phone, internet, eCommerce, dan Zoom meeting. Sheth (2020) melanjutkan, Covid-19 juga menunjukkan saling ketergantungan antara pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat setempat.

 Singkatnya, bisnis, alam, dan masyarakat saling bergantung untuk kelangsungan hidup bersama selama ancaman pandemi Covid-19 saat ini. Dan dalam semua situasi krisis, saling ketergantungan antara bisnis dan masyarakat harus dilandasi untuk melayani orang lain diatas kepentingan pribadi.

Sisodia, Wolfe, dan Sheth (2007) dengan jelas mendokumentasikan bahwa perusahaan yang mengurus karyawan, pemasok, komunitas, dan pelanggan secara finansial lebih baik dibandingkan dengan perusahaan yang hanya didorong oleh pemegang saham. 

Hubungan simbiosis ini akan menjadi semakin penting karena media sosial, ancaman pandemi, dan populisme menciptakan ketidakpastian yang lebih besar bagi bisnis untuk beroperasi dan bertahan secara finansial. 

Dana talangan pemerintah atas bisnis di seluruh dunia merupakan salah satu indikator kebutuhan dan relevansi hubungan simbiosis. Sehingga pada masa pademi ini adalah waktu yang paling tepat untuk mendefinisikan kembali tujuan bisnis.

Pimpinan perusahaan harus merangkul dan menganjurkan orientasi pemangku kepentingan dan memperluas tujuan bisnis. Bisnis lebih dari sekedar urusan bisnis dan investor hanyalah salah satu pemangku kepentingan serta bukan satu-satunya pemangku kepentingan. Menjadi semakin perlu untuk menyuntikkan tujuan bisnis yang melampaui motif keuntungan. 

Media sosial, gerakan populisme, dan retensi talenta muda menuntut agar bisnis secara sadar berusaha memberikan triple bottom line (keuntungan, masyarakat, dan alam). Meskipun menantang, ini akan sangat bermanfaat. Win-win solution antara perusahaan, masyarakat, dan alam akan memberikan perasaan emosional yang berbeda.

Krisis ekonomi yang ditimbulkan oleh kebijakan pembatasan sosial untuk memerangi virus corona telah menjadi sinyal yang baik bagi para pelaku bisnis. 

Cara terbaik untuk bertahan hidup adalah belajar dari masa lalu di mana bisnis lebih dari sekadar bisnis, dimana hubungan simbiosis antara masyarakat, pemasok, dan karyawan seringkali menyelamatkan kepentingan semuanya. Lebih dari itu, hal tersebut merupakan syarat dari perekonomian Negara yang sehat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun