Banyak pikiran liar yang dibiarkan. Padahal bila ditangkap dan dikumpulkan menjadi tulisan, bisa menjadi catatan perjalanan hidup tentang apa yang pernah kita pikirkan.
Dengan beragam pikiran yang dituangkan dalam tulisan, kita bisa membaca masa lalu kita, suasana jiwa dan ide yang bermunculan. Bisa menjadi nostalgia. Siapa tahu kelak menjadi sebuah autobiografi atau biografi.
Dengan membaca tulisan masa lalu, memory terbongkar. Jaringan otak terkoneksi kembali untuk mengingat berbagai peristiwa. Disinilah kepikunan bisa diminimalisir.
Menulis tak perlu untuk menjadi penulis terkenal. Menciptakan banyak buku. Minimal kita bisa menjaga kesehatan pikiran dan jiwa kita. Merekam jalan hidup kita. Menyebarkan ilmu dan gagasan. Itupun sudah cukup untuk menciptakan kebaikan.
Siapa tahu tulisan yang asal tulis, menjadi genre baru dalam dunia tulisan? Siapa tahu tulisan yang asal tulis, dapat mengisi sebuah ruang pemikiran yang masih kosong? Mengisi khazanah keilmuan baru? Semua serba mungkin.
Siapa tahu, tulisan yang sederhana bisa menginspirasi, bisa menggugah, bisa menggerakkan, bisa memunculkan arus sejarah dan peradaban? Siapa tahu asal-asalan tulisan kita bisa menjadi asal-usul perubahan hidup kita sendiri?
Aristoteles, Plato dan Socrates  mungkin tak pernah menyangka bahwa tulisan pemikirannya menjadi sebuah ideologi dalam kemasyarakatan dan politik. Karl Mark tak pernah menyangka bahwa tulisan pemikirannya menjadi ideologi komunis dan sosialis. Adam Smith menjadi dasar ekonomi liberal.
Ada yang menulis novel di rumahnya. Lalu tulisannya dibuang. Saat tulisannya ditemukan oleh isterinya. Sang istri memerintahkan untuk melanjutkan tulisannya. Akhirnya novel tersebut menjadi salah satu yang terlaris di dunia.
Letupan pemikiran adalah anugerah dari Allah. Cara mensyukurinya dengan menuliskannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H