Ada satu unsur yang begitu prinsip terkandung dalam budaya siri. Yaitu sikap kesatria. Dari dua contoh kasus yang ditampilkan tadi, ini memberikan isyarat, bahwa harga diri harus ditebus dengan nyawa. Tapi ada adabnya (baca: aturan main).
Pertama, harus dilakukan sendiri, dan bukan sebaliknya menyuruh orang lain; kedua, melaporkan tindakannya kepada masyarakat atau aparat yang berwenang. Bukan sebaliknya, ingin melepaskan diri dengan cara melarikan diri atau melakukan pembohongan atas perbuatan yang dilakukan.Â
Masih ada adab lainnya. Sikap kesatria dalam menghadapi orang yang menginjak-injak harga dirinya, itu ditampilkan dengan cara tidak melakukan pengeroyokan atau menjebak.
Terkait adab melapor setelah melakukan pembunuhan, konon ini yang paling sulit dimengerti oleh para penjajah tempo dulu. Risal Ramli (2022) pernah menulis, bagaimana para hakim kolonial Belanda zaman dulu, tidak bisa mengerti, mengapa orang Bugis-Makassar begitu bangga dan secara kesatria melaporkan perbuatan pembunuhannya, bila itu terkait dengan soal harga diri atau perasaan malu.
*****
Terlepas dari soal adab dalam budaya siri tadi, dalam negara hukum indonesia, tentu tak boleh ada, apa yang di sebut "eigenrichting" atau main hakim sendiri. Sikap eigenrichting dan soal harga diri ini, laksana dua sisi yang berbeda dari sebuah koin siri.
Dalam beberapa putusan pengadilan soal siri, yang memberatkan terdakwa, kebanyakan soal "main hakim" itu sendiri". Sebaliknya yang meringankan, yaitu terjadinya tindak pidana, disebabkan oleh ulah pihak lain.
Palu, 10 Sep  2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H