Gubernur memalukan, walikota sama saja.Â
Gubernur tak mampu hadirkan stadion. Walikota apalagi, bahkan tempat berlatih sekalipun tidak bisa. Satunya diam mematung. Satunya lagi wara wiri pencitraan ndak jelas.Â
Sudahlah. PSM Juara di tengah ironi. Astro Arena, media sport terkemuka Malaysia pun tahu. Bahwa, juara Liga 1 Indonesia kali ini tidak punya stadion. Sayang sekali. Tidak perlu dibandingkan dengan juara Liga Super Malaysia, Johor Darul Takzim (JDT), malu kita. Jauh.Â
Dua kali banding - bandingan warganet bikin orang Sulsel mengelus dada. Pertama, kala pandemi melanda, Sultan Johor diisolasi di hotel mewah. Sementara, salah satu Raja kenamaan di Sulsel, "terjepit" di wisma Atlit. Jauh bedanya. Warganet pun tahu, Sulsel sebagai asal keturunan sultan - sultan Johor kekinian tak lah sama makmurnya dengan negeri di jiran itu.Â
Bahkan, ketika kedua klub sepakbolanya kini memuncaki Liga nomor wahid di dua negara jiran ini, paras muka fasilitasnya juga layaknya langit dan bumi. Jika ingin sedikit berlebihan, ibarat langit dan cacing tanah. Miris sekali.Â
Kalaulah misalnya, Gubernur dan walikotanya tak update di sosial media, tak mengapa. Warganet kedua negara tak akan dengan mudah men-tracking laku hari - hari kedua pejabat yang bertanggung jawab ini. Ini, hampir tiap hari medsos kedua pejabat itu update tentang kegagahan dan kemewahan kegiatan - kegiatannya. Juga pidato dan komentar - komentar memukaunya. Tapi, seperti tidak malu (tena siri' na) klub kebanggaan rakyatnya tidak punya stadion.Â
Taruhlah misalnya, Gubernur Sulsel dan Walikota Makassar tak hobi bola, seperti beberapa pendukungnya yang sibuk membelanya, tapi ini adalah "kewajiban" sebagai pemerintah. Bukan sebagai individu yang hobi bola atau tidak. Itu saja, kalau keduanya mencoba tutup mata atas kecintaan rakyatnya terhadap klub bersejarah di Indonesia itu.Â
Bahkan, jika keduanya hendak "berpolitik" karena tidak ingin klan Bosowa-Kalla, yang sekarang dominan di PSM Makassar, namanya melejit karena capaian PSM, itupun tak beralasan. Pemerintah "wajib" menyediakan infrastruktur, fasilitas, sarana dan prasarana olahraga bagi rakyatnya. Termasuk, dan terutama, tanpa terkecuali, stadion.Â
"Ini soal bola, bukan soal politik",Â
meminjam salah satu adegan di film "Di Timur Matahari" yang mengangkat tema tentang sepakbola dan konflik agama di Maluku. Nampaknya, kalimat di salah satu adegan itu juga relevan untuk "meneriaki" laku political will (keinginan politik) kedua pejabat tinggi di Sulsel dan Makassar ini.Â
***
Dugaan suporter PSM dan penggemar bola di Sulsel pun benar dan tepat adanya. Kala PSM memastikan juara di Madura, mereka berdua tak ketinggalan berkomentar di media. Tampil di headline pula.Â
Jika keduanya punya rasa malu (siri') dan empati - solidaritas (pesse) kepada rakyatnya yang penggemar bola, mestinya ucapan maaf kesatria yang keluar. Bukan "ikut - ikutan menari" di panggung juara di mana keduanya bukan hanya tidak terlibat, tapi membiarkan PSM "terlunta - lunta" mencari stadion hingga disebut sebagai "klub nomaden". Kasian sekali.Â
Tapi, begitu PSM juara, Masya Allah. Bahkan satu dari keduanya dengan percaya diri berlebihan dan terkesan tidak punya malu berkomentar, bahwa dirinya "lebih duluan (cinta) PSM daripada haters-nya". Mungkin pernyataan itu "benar" (menurutnya), tapi "tidak tepat". Justru terlihat memalukan. Momennya tidak tepat, ketika jutaan penggemar PSM sedang menyorot dirinya bersama secara sentimentil.Â
Betapa tidak, di musim 2022/2023 ini, PSM harus bertanding di Pare-pare, dah latihan di Gowa. PSM seperti "terusir" dari Makassar.Â
"Ini soal perasaan yang terluka, Andalan, Danny!!! bukan soal kepentingan politik kalian berdua".
Begitu kira - kira batin pecinta bola Sulsel dan penggemar PSM Makassar di seluruh penjuru dunia. "Marah sekali". Geram.Â
***
Minggu, 16 April 2023 nanti, PSM akan mengangkat trofi juara Liga 1 Indonesia di Pare - pare. Tentu ini adalah pengobat luka rasa para suporter dan pecinta PSM Makassar dan insan bola Sulsel di manapun berada. Puasa gelar juara Liga tertinggi tanah air selama 23 (dua puluh tiga) tahun akhirnya akan berbuka di Pare - pare nanti.Â
Jika ingin berwibawa dan tak kehilangan muka, Gubernur dan Walikota yang tentu malu jika hadir, lebih baik memberi ucapan selamat secara tulus saja tanpa "sok - sok" ikut bangga dan sebagainya. Itu sudah cukup.Â
Lebih terhormat lagi, jika Gubernur dan Walikota mempersembahkan hadiah stadion dan tempat latihan yang layak dan memadai. Bukan hanya untuk PSM, tapi untuk rakyatnya sendiri. Rakyat Sulsel dan Makassar, para pecinta bola, dan penikmat olahraga yang memang wajib diberikan fasilitas memadai oleh pemerintah.Â
Jika pun tidak bisa, selemah - lemahnya iman, Gubernur Sulawesi Selatan dan Walikota Makassar, lebih baik "diam saja" dan "ikhlas" dikritik bahkan "dihujat" oleh rakyatnya sendiri. Itu sebagai luapan rasa kecewa terhadap kepemimpinan keduanya dalam hal penyediaan fasilitas olahraga, khususnya stadion dan tempat latihan bagi klub kebanggaan rakyat Sulsel ini. Dimana, percaya atau tidak, "PSM adalah Jiwa" bagi para pecintanya.Â
"Terimalah".Â
Itulah "takdir" seorang pemimpin.Â
Memang, dipuji dan dihujat adalah saudara kembar yang mesti siap diterima sejak mengucap sumpah "atas nama rakyat".Â
"Ewako PSM!!!"
Ulla Mappatang
Pecinta PSM, Tinggal di Kuala Lumpur
*) Tulisan ini ditulis beberapa hari setelah PSM Juara Liga 1 Sepakbola Indonesia 2022/2023 dan pernah dikirim ke media, namun belum sempat dipublikasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H