Mohon tunggu...
Aan Nasrullah
Aan Nasrullah Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Tetap Program Studi Ekonomi Syariah STAI Mifftahul Ula Nganjuk.

Saat ini sebagai mahasiswa Program Doktoral Ilmu Ekonomi (PDIE) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (UB) Malang. aktivitas sehari-hari selain mengajar juga mengelola penerbitan ilmiah online (open journal system) yang di bawah naungan Lembaga Pendidikan Tinggi Nahdlatul Ulama (LPTNU) PCNU Kabupaten Nganjuk. secara umum saya memiliki minat dalam kajian Ekonomi Islam.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam

30 Agustus 2023   08:26 Diperbarui: 30 Agustus 2023   08:28 436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebagaimana yang kita ketahui saat ini, sistem ekonomi Islam atau yang dikenal juga dengan sebutan ekonomi syariah telah banyak dipraktikkan di banyak negara, khususnya negara-negara Islam maupun negara yang mayoritas penduduknya adalah warga muslim seperti di Malaysia, Indonesia, Arab Saudi, Uni Emirat Arab serta negara-negara lainnya. Sistem ini berbeda jauh dengan sistem ekonomi kapitalisme atau sosialisme. Lalu bagaimana sejarah pemikiran ekonomi Islam?

Sebelum mereview sejarah pemikiran ekonomi Islam, bisa dipahami dulu apa itu sistem ekonomi Islam. Sistem ekonomi Islam menurut ekonom muslim secara redaksi akan berbeda satu dengan yang lainnya, namun secara subtansial memiliki kesamaan makna. Menurut Abdul Mannan, ekonomi Islam adalah suatu ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari ekonomi rakyah yang diilhami oleh nilai-nilai Islam. Sedangkan menurut Metwally, ekonomi Islam merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari perilaku muslim dalam masyarakat Islam dengan mengikuti ajaran Al-Qur'an, hadits, Ijma dan Qiyas. Dari sini bisa kita pahami bahwa sistem ekonomi Islam adalah ilmu ekonomi yang didasari dari nilai-nilai dan hukum Islam.

Dan berikut adalah sejarah pemikiran ekonomi Islam dari masa Rasulullah SAW sampai hari ini. Secara umum sejarah pemikiran ekonomi Islam memiliki empat fase perkembangan:

Fase Pertama. 

Yakni masa fondasi. Fase ini dimulai dari awal sejarah Islam hingga tahun 450 H/ 1058 M. Pada masa ini ekonomi masih dibahas oleh para ahli fikih, filsuf dan juga para sufi. Lahirnya pemikiran ekonomi Islam, diawali dari setelah Rasulullah SAW hijrah ke Madinah, beliau meletakkan fondasi ekonomi dengan membangun peradaban Isam. Hal pertama yang beliau lakukan adalah membangun modal sosial di antara masyarakat, mempersaudarakan kaun muhajirin dan kaum anshar serta menjaga keamanan dengan kesepakatan piagam Madinah dengan non muslim.

Pada aspek ekonomi, Rasulullah SAW, telah membangun sejumlah institusi pasar di Madinah, selain itu beliau juga membangun baitul mal sebagai perbendaharaan negara. Pada tahun kedua beliau mewajibkan pelaksanaan zakat serta mendorong semangat infak dan wakaf. Aturan-aturan berkenaan dengan bisnis juga diatur, Rasulullah SAW. mewariskan dua fondasi utama ajaran Islam: Alquran dan sunah. Dua hal tersebut merupakan sumber hukum agama Islam. Panduan bagi para produsen dan konsumen dalam berperilaku. Sebagai contoh, Alquran mengharamkan bagi produsen untuk mengambil keuntungan dengan cara yang batil (al-Baqarah [2]: 188 dan an-Nisa [4]: 29). Adapun bentuk-bentuk kebatilan dalam jual beli, kemudian dijelaskan Rasulullah SAW. dengan sejumlah larangan, di antaranya larangan menimbun (ihtikar) dan juga menyembunyikan cacat (tadlis).

Sepeninggal Rasulullah SAW, pada tahun 632 Masehi atau 11 Hijriah, kepemimpinan umat Islam diteruskan oleh khulafa'ur rasyidin tahun 632 sampai dengan 661 Masehi, para sahabat tersebut dikenal dengan kebijakannya masing-masing sesuai dengan keadaan dan tuntutan sebagai pemimpin pada masa tersebut. Khalifah pertama, Abu Bakar ash-Shiddiq  dikenal dengan ketegasannya dalam memerangi mereka yang enggan untuk membayar zakat. Khalifah kedua, Umar bin Khattab radiallahu anhu, dikenal dengan kebijakannya yang memperkuat tata kelola pemerintahan, Khalifah ketiga, Utsman bin Affan radiallahu anhu meneruskan apa yang telah dibangun oleh Khalifah Umar. Pada masa ini pendapatan negara dari sektor pertanian meningkat pesat hingga lebih dari lima kali lipat di masa Utsman. Hal ini tidak lepas dari kebijakannya untuk memperbolehkan pengelolaan tanah negara oleh individu masyarakat, sehingga beban negara berkurang dan pemanfaatan tanah menjadi lebih optimal. Sedangkan Khalifah terakhir adalah Ali bin Abi Thallib. Terdapat empat isu besar yang disampaikannya kepada para gubernurnya yakni moralitas, keadilan, kedamaian dan keamanan, serta kesejahteraan ekonomi masyarakat.

Pada fase pertama ini juga muncul sejumlah ulama besar yang dikenal dengan ulama empat mazhab, yakni Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi'i dan Imam Hambali. Pemikiran-pemikiran ekonom muslim saat itu juga sedikit banyak dipengaruhi oleh pemikiran ulama empat mazhab tersebut, seperti Abu Yusuf yang merupakan murid dari Imam Hanafi, maka pendapatnya juga mengikuti mazhab Hanafi, kemudian Al-Mawardi bermazhab Imam Syafi'i, seperti pembahasan beliau terkait dengan tata kelola negara banyak merujuk pada pandangan Imam Syafi'i.  

Fase Kedua 

Pada fase ini, pemikiran ekonomi Islam berkembang secara pesat. Dimulai dari tahun 450 Hijriah atau 1058 Masehi hingga tahun 850 Hijriah atau 1446 Masehi. Pada masa ini lahir banyak karya intelektual, termasuk di bidang ekonomi. Di antara tokoh tersebut adalah Al-Rghib al-Asfahn, Ab-Hamid al-Ghazl, Ja'fer al-Dmashq, Ibn-Taymyah, Ibn-al-Ukhwwah, Ibn-Khaldn dan Al-Maqrizi.

Diantara pemikiran-pemikiaran ekonom muslim tersebut, diantaranya Al-Asfahani dalam bukunya  al-Dzar'ah fi Makarim al-Sharah menyebutkan empat isu pokok: a) manusia; urgensi, fungsi dan kebutuhannya, b) aktivitas produksi, c) harta dan sumber harta serta relasinya dengan manusia, d) pengeluaran: pengeluaran yang seimbang dan yang tidak seimbang, beliau juga menekankan pentingnya aktivitas ekonomi. Kemudian Al-Ghazali juga banyak bicara tentang etika. Lebih jauh ia mengungkapkan pentingnya religiusitas yang bukan sekadar halal dan haram, beliau juga banyak membahas terkait fungsi dan peran uang dalam perekonomian, termasuk larangan riba.

Pada akhir abad ke-12, Ja'fer Al-Dimashqi menulis buku yang berjudul al-isyarah fi mahasin al-tijarah, buku ini membahas detail terkait dengan perdagangan, dalam buku tersebut beliau menekankan kejujuran, keadilan dan toleransi dalam pengambilan keuntungan oleh pedagang, untuk menjaga loyalitas konsumen. Ekonom muslim lainnya Ibnu Khaldun, beliau sebenarnya lebih dikenal dengan sosiolog Islam, tetapi beliau juga dikenal dengan bapak Ekonomi Islam, mengingat pemikiran-pemikiran beliau yang banyak diadopsi oleh ekonom setelahnya, karya beliau yang fenomenal adalah "Mukaddimah". Diantara pemikiran beliau terkait ekonomi diantaranya tentang pajak, produksi serta spesialisasi pekerjaan (devision of labor).

Fase Ketiga 

Periode ini adalah terjadinya stagnasi. Di mana tidak ditemukannya pemikiran ekonomi Islam yang signifikan. Periode ini dimulai dari tahun 850 H atau 1446 M hingga 1350 H atau 1932 M. Para ulama fikih pada masa ini cenderung lebih banyak mengutip pemikiran para ulama sebelumnya dan juga mengeluarkan fatwa berdasarkan mazhab mereka masing-masing.   Di abad 19 M dan awal abad 20 M, mulai muncul sejumlah tokoh yang mendorong pengembangan pemikiran berbasis Alquran dan sunah. Di antara para tokoh tersebut adalah Syah Waliyullah 1703 sampai dengan 1762 M dan Muhammad Iqbal 1877 sampai dengan 1938 M.

Syah Waliyullah dalam bukunya Hujjatul al-Balighoh, menjelaskan manusia sebagai makhluk sosial, sehingga kesejahteraan manusia akan tergantung dari kerja sama diantara mereka, semakin baik kerjasama yang mereka kerjakan, maka akan semakin meningkatkan kegiatan ekonomi dan akan berpengaruh pada kesejahteraan manusia. Adapun Muhammad Iqbal, beliau menyaksikan kuatnya penjajahan Barat atas berbagai negara Islam di berbagai belahan dunia, dan juga keruntuhan kekhalifahan Turki Utsmani pada tahun 1924. Beliau menyampaikan kritiknya terhadap dua sistem ekonomi yang berkembangan yakni  kapitalisme dan sosialime. Beliau mendorong terwujudnya keadilan sosial sebagai tugas utama negara Islam dan menjadikan zakat instrumen pentingnya.

Fase Keempat

Fase keempat. Ini adalah periode kebangkitan. Dimulai dari tahun 1932 hingga saat ini. Di dekade 30an hingga 60an, banyak negara muslim yang sudah mendapatkan kemerdekaannya. Oleh karenanya, muncul perhatian yang lebih mendalam tentang sistem ekonomi apa yang mesti digunakan oleh negara-negara muslim di tengah dominasi sistem kapitalis dan sistem komunis.

Pada periode ini, institusi ekonomi modern, seperti perbankan, asuransi, pasar modal, sistem perpajakan dan lainnya menjadi sorotan terkait kepatuhannya terhadap nilai-nilai Islam. Struktur ekonomi, sistem kepemilikan, sistem produksi dan juga ekonomi pembangunan dikaji dengan lebih detail. Sistem ekonomi Islam, terutama di aspek keuangan publik, seperti zakat dan 'ushr, jaminan sosial, sistem perbankan tanpa bunga menjadi isu yang dikembangkan di periode tersebut. Pada dekade 60an dan 70an, sejumlah cendekiawan muslim mempublikasikan analisisnya tentang konsumsi, produksi, bagi hasil, zakat dan dampak penghapusan bunga bagi perekonomian. Konferensi Internasional Ekonomi Islam Pertama yang dilaksanakan di Makkah pada tahun 1976 menjadi tonggak era baru pengembangan ilmu ekonomi Islam. Setelah itu, berbagai konferensi atau seminar ekonomi Islam semakin semarak.

Di antara tokoh utama ekonomi Islam di fase ini adalah Abu A'la al-Mawdudi, Umer Chapra, Nejatullah ash-Sidqi, Baqir as-Sadr dan lainnya. Misalnya saja Umer Chapra merupakan ekonom Pakistan-Saudi. Kepakarannya dan kontribusinya di bidang ekonomi, diakui oleh dunia Islam. Sejumlah penghargaan internasional diberikan kepadanya. Buku-bukunya telah diterjemahkan ke berbagai bahasa, di antara bukunya yang terkenal adalah Towards a Just Monetary System, Islam and the Economic Challenge, The Future of Economics: An Islamic Perspective, dan sebagainya. 

Kemudian Falsafah dasar yang membedakan antara ekonomi Islam dengan ekonomi kapitalisme dan ekonomi sosialisme ditulis secara komprehensif oleh Baqir as-Sadr dalam bukunya Iqtishaduna. Buku yang ditulis tahun 1950-an dan pertama kali dipublikasikan pada tahun 1961 telah mempengaruhi pemikiran banyak cendekiawan. Karyanya tersebut mendapat pujian dari banyak pihak karena dianggap mampu menjelaskan perspektif Islam terhadap ideologi Barat (kapitalisme dan sosialisme) dan meletakkan fondasi dasar bagi ekonomi Islam. Karyanya yang lain adalah Bank La Rabbawi Fil Islam atau Bank Islam tanpa Bunga.

Sementara itu, Nejatullah ash-Sidqi merupakan emeritus profesor ekonomi di universitas Aligarh. Beliau menulis 16 buku dalam bahasa Inggris, 13 dalam bahasa Urdu, dan 7 dalam bahasa Arab. Karyanya telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, seperti bahasa Indonesia, Melayu, Turki, Persi, dan India. Fokus pemikirannya terkait dengan keuangan Islam, sejarah pemikiran ekonomi Islam, kebijakan publik Islam, dan lainnya. Atas kontribusinya di ekonomi Islam, sejumlah penghargaan internasional diberikan kepadanya.

Saat ini, lebih dari empat dekade setelah konferensi ekonomi Islam pertama, telah muncul berbagai institusi keuangan syariah baik itu perbankan maupun non-perbankan. Selain itu, zakat dan wakaf beserta keuangan mikro syariah sebagai motor penggerak instrumen keuangan sosial yang diharapkan dapat mengentaskan kemiskinan dan juga meningkatkan kualitas pendidikan serta kesehatan masyarakat. Hal yang disayangkan adalah perkembangan tataran praktis ekonomi Islam telah menyedot perhatian para pemikir ekonomi Islam, sehingga kajian fondasi keilmuan ekonomi Islam tidak banyak diperhatikan.

Dominasi ekonomi mainstream non-Islam masih kuat hingga saat ini. Buku-buku teks mereka masih diajarkan di berbagai tingkat pendidikan di berbagai belahan dunia, termasuk di negara-negara muslim. Ilmu ekonomi Islam mulai diterima, tetapi bukan sebagai ilmu tersendiri melainkan sebagai sebuah bagian dari ilmu ekonomi secara umum. Sistem perekonomian berbasis riba masih belum tergantikan. Di tataran praktis, sistem keuangan Islam masih bersifat pelengkap dan bukan yang utama.

Kesimpulan

Dari ini kita sudah bisa memahami bahwa  sebenarnya pemikiran ekonomi Islam memiliki sejarah yang panjang, mulai dari masa Rasulullah SAW sampai hari ini, jadi salah jika kita mengatakan atau ada orang yang berpendapat bahwa ekonomi Islam hanya sebuah teori yang tidak aplikatif. Karena sebenarnya ekonomi Islam adalah sistem ekonomi yang mampu menyelesaikan permasalahan-permasalahan ekonomi yang bersifat dinamis. Ekonomi Islam bersifat universal dan dapat diterapkan sepanjang sejarah manusia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun