Diantara pemikiran-pemikiaran ekonom muslim tersebut, diantaranya Al-Asfahani dalam bukunya  al-Dzar'ah fi Makarim al-Sharah menyebutkan empat isu pokok: a) manusia; urgensi, fungsi dan kebutuhannya, b) aktivitas produksi, c) harta dan sumber harta serta relasinya dengan manusia, d) pengeluaran: pengeluaran yang seimbang dan yang tidak seimbang, beliau juga menekankan pentingnya aktivitas ekonomi. Kemudian Al-Ghazali juga banyak bicara tentang etika. Lebih jauh ia mengungkapkan pentingnya religiusitas yang bukan sekadar halal dan haram, beliau juga banyak membahas terkait fungsi dan peran uang dalam perekonomian, termasuk larangan riba.
Pada akhir abad ke-12, Ja'fer Al-Dimashqi menulis buku yang berjudul al-isyarah fi mahasin al-tijarah, buku ini membahas detail terkait dengan perdagangan, dalam buku tersebut beliau menekankan kejujuran, keadilan dan toleransi dalam pengambilan keuntungan oleh pedagang, untuk menjaga loyalitas konsumen. Ekonom muslim lainnya Ibnu Khaldun, beliau sebenarnya lebih dikenal dengan sosiolog Islam, tetapi beliau juga dikenal dengan bapak Ekonomi Islam, mengingat pemikiran-pemikiran beliau yang banyak diadopsi oleh ekonom setelahnya, karya beliau yang fenomenal adalah "Mukaddimah". Diantara pemikiran beliau terkait ekonomi diantaranya tentang pajak, produksi serta spesialisasi pekerjaan (devision of labor).
Fase KetigaÂ
Periode ini adalah terjadinya stagnasi. Di mana tidak ditemukannya pemikiran ekonomi Islam yang signifikan. Periode ini dimulai dari tahun 850 H atau 1446 M hingga 1350 H atau 1932 M. Para ulama fikih pada masa ini cenderung lebih banyak mengutip pemikiran para ulama sebelumnya dan juga mengeluarkan fatwa berdasarkan mazhab mereka masing-masing. Â Di abad 19 M dan awal abad 20 M, mulai muncul sejumlah tokoh yang mendorong pengembangan pemikiran berbasis Alquran dan sunah. Di antara para tokoh tersebut adalah Syah Waliyullah 1703 sampai dengan 1762 M dan Muhammad Iqbal 1877 sampai dengan 1938 M.
Syah Waliyullah dalam bukunya Hujjatul al-Balighoh, menjelaskan manusia sebagai makhluk sosial, sehingga kesejahteraan manusia akan tergantung dari kerja sama diantara mereka, semakin baik kerjasama yang mereka kerjakan, maka akan semakin meningkatkan kegiatan ekonomi dan akan berpengaruh pada kesejahteraan manusia. Adapun Muhammad Iqbal, beliau menyaksikan kuatnya penjajahan Barat atas berbagai negara Islam di berbagai belahan dunia, dan juga keruntuhan kekhalifahan Turki Utsmani pada tahun 1924. Beliau menyampaikan kritiknya terhadap dua sistem ekonomi yang berkembangan yakni  kapitalisme dan sosialime. Beliau mendorong terwujudnya keadilan sosial sebagai tugas utama negara Islam dan menjadikan zakat instrumen pentingnya.
Fase Keempat
Fase keempat. Ini adalah periode kebangkitan. Dimulai dari tahun 1932 hingga saat ini. Di dekade 30an hingga 60an, banyak negara muslim yang sudah mendapatkan kemerdekaannya. Oleh karenanya, muncul perhatian yang lebih mendalam tentang sistem ekonomi apa yang mesti digunakan oleh negara-negara muslim di tengah dominasi sistem kapitalis dan sistem komunis.
Pada periode ini, institusi ekonomi modern, seperti perbankan, asuransi, pasar modal, sistem perpajakan dan lainnya menjadi sorotan terkait kepatuhannya terhadap nilai-nilai Islam. Struktur ekonomi, sistem kepemilikan, sistem produksi dan juga ekonomi pembangunan dikaji dengan lebih detail. Sistem ekonomi Islam, terutama di aspek keuangan publik, seperti zakat dan 'ushr, jaminan sosial, sistem perbankan tanpa bunga menjadi isu yang dikembangkan di periode tersebut. Pada dekade 60an dan 70an, sejumlah cendekiawan muslim mempublikasikan analisisnya tentang konsumsi, produksi, bagi hasil, zakat dan dampak penghapusan bunga bagi perekonomian. Konferensi Internasional Ekonomi Islam Pertama yang dilaksanakan di Makkah pada tahun 1976 menjadi tonggak era baru pengembangan ilmu ekonomi Islam. Setelah itu, berbagai konferensi atau seminar ekonomi Islam semakin semarak.
Di antara tokoh utama ekonomi Islam di fase ini adalah Abu A'la al-Mawdudi, Umer Chapra, Nejatullah ash-Sidqi, Baqir as-Sadr dan lainnya. Misalnya saja Umer Chapra merupakan ekonom Pakistan-Saudi. Kepakarannya dan kontribusinya di bidang ekonomi, diakui oleh dunia Islam. Sejumlah penghargaan internasional diberikan kepadanya. Buku-bukunya telah diterjemahkan ke berbagai bahasa, di antara bukunya yang terkenal adalah Towards a Just Monetary System, Islam and the Economic Challenge, The Future of Economics: An Islamic Perspective, dan sebagainya.Â
Kemudian Falsafah dasar yang membedakan antara ekonomi Islam dengan ekonomi kapitalisme dan ekonomi sosialisme ditulis secara komprehensif oleh Baqir as-Sadr dalam bukunya Iqtishaduna. Buku yang ditulis tahun 1950-an dan pertama kali dipublikasikan pada tahun 1961 telah mempengaruhi pemikiran banyak cendekiawan. Karyanya tersebut mendapat pujian dari banyak pihak karena dianggap mampu menjelaskan perspektif Islam terhadap ideologi Barat (kapitalisme dan sosialisme) dan meletakkan fondasi dasar bagi ekonomi Islam. Karyanya yang lain adalah Bank La Rabbawi Fil Islam atau Bank Islam tanpa Bunga.
Sementara itu, Nejatullah ash-Sidqi merupakan emeritus profesor ekonomi di universitas Aligarh. Beliau menulis 16 buku dalam bahasa Inggris, 13 dalam bahasa Urdu, dan 7 dalam bahasa Arab. Karyanya telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, seperti bahasa Indonesia, Melayu, Turki, Persi, dan India. Fokus pemikirannya terkait dengan keuangan Islam, sejarah pemikiran ekonomi Islam, kebijakan publik Islam, dan lainnya. Atas kontribusinya di ekonomi Islam, sejumlah penghargaan internasional diberikan kepadanya.