Mohon tunggu...
Nasrullah Ali Fauzi
Nasrullah Ali Fauzi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis lepas, tinggal di Kota Kinabalu, Sabah, Malaysia

Koordinator Penghubung Community Learning Center (CLC) Wilayah Kota Kinabalu, Sabah

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Yang Tak Terlupakan: Soal Rasa Kebangsaan Pelajar Indonesia di Malaysia Timur

24 Mei 2024   09:03 Diperbarui: 24 Mei 2024   09:23 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pembentangan bendera merah putih di CLC Belinin (sumber: arsip CLC)

"Membangun negeri dari ruang-ruang kelas." 

Kalimat itu tertulis jelas pada bagian depan sebuah kaos hitam, dengan peta Indonesia di bagian tengahnya. Di barisan bawah terdapat tulisan ini: Guru Indonesia Sarawak (GIS).

Kaos itu saya terima dari GIS beberapa waktu lalu. GIS merupakan sebuah persatuan informal guru-guru Indonesia yang bertugas melayani pendidikan bagi anak-anak Pekerja Migran Indonesia (PMI) melalui Community Learning Center (CLC) di Wilayah Sarawak, Malaysia Timur.

Membangun negeri? Dari ruang kelas? Ah, tidakkah itu berlebihan?

Untuk konteks dalam negeri, rasanya itu tidak salah: memang agak berlebihan --tanpa bermaksud untuk mengatakan klise. Memang sudah seharusnya di ruang kelas sekolah-sekolah di Indonesia, para pelajar ditanamkan rasa cinta terhadap tanah air sejak dini. Ini sangat penting untuk menumbuhkan dan memupuk semangat kebangsaan (nasionalisme) mereka. "Hubbul wathan minal iimaan" (Cinta tanah air itu bagian dari iman), begitu bunyi pepatah Arab yang masyhur itu.

Nah, GIS ikut membantu membangun Indonesia bukan dari dalam negeri, tapi dari negara  tetangga terdekat. Maksud "ruang kelas" di situ, juga bukan ruang kelas seperti terdapat di negeri sendiri. Termasuklah para pelajar yang mereka didik, dengan keberbagai-ragaman latar-belakang identitas, sosial dan kultural. Dalam konteks inilah, menurut saya, upaya GIS itu menjadi luar biasa dan perlu mendapat perhatian lebih. Apalagi kebetulan kita sedang memperingati Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) ke-116 pada Mei ini, yang mengusung tema: "Bangkit untuk Indonesia Emas".

Ternyata GIS tidak bergerak sendiri. Praktik serupa malah sudah lebih dahulu dilakukan secara lebih massif dan luas oleh Guru-guru CLC di seluruh Sabah. Semua berada di bawah binaan dan naungan Sekolah Indonesia Kota Kinabalu (SIKK) serta seluruh Perwakilan RI di Malaysia, khususnya di Sabah dan Sarawak.

SIKK dan CLC adalah produk dari hasil kerjasama yang baik antara Pemerintah Indonesia dan Malaysia dalam bidang pendidikan. Mengingat jumlah anak PMI di Malaysia Timur begitu banyak, terutama di ladang-ladang sawit, dan sebagian besar tidak berizin tinggal (visa), mereka akhirnya tidak bisa bersekolah di sekolah-sekolah formal di Malaysia. Karena itu Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Luar Negeri, secara bertahap berinisiatif membentuk SIKK dan CLC.

SIKK diizinkan beroperasi oleh Pemerintah Malaysia pada 1 Desember 2008, sementara CLC diizinkan di Sabah mulai 25 November 2011 dan di Sarawak mulai 20 Januari 2016. Secara administratif, SIKK menjadi induk dari semua pengurusan pelayanan pendidikan di CLC di Sabah dan Sarawak.

Sistem pembelajaran dan kurikulumnnya sama seperti yang diberlakukan di Indonesia, termasuk pengiriman guru-guru profesional. Sampai Maret 2024, menurut data Divisi CLC SIKK, jumlah total pelajar di SIKK dan CLC 24.506 orang (SIKK: 1231 dari SD-SMA; 217 CLC di Sabah: 21.082 dari SD-SMP; 58 CLC di Sarawak: 2193 dari SD-SMP).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun