Forum debat Pilpres, telah mengekspor ide khilafah keseluruh rakyat penjuru tanah air, yang menyaksikan debat Pilpres terbuka, beberapa saat yang lalu. Jelas, ide ini menggugah segenap benak rakyat dan memantik keingintahuan mereka tentang apa dan bagaimana rincian khilafah.
Rezim berusaha membuat 'isu miring' dengan mendeskreditkan ide khilafah sekaligus menebar fitnah ke kubu 02. Celakanya, bukan mendapat dukungan justru membawa diskursus khilafah sebagai ajaran Islam yang Agung, mendapat kritik keras dari Prof Din Samsudin.
Sebagai tokoh ormas, ulama dan cendekiawan muslim, Prof Din meminta semua pihak tidak membawa diskursus khilafah sebagai ungkapan pejoratif yang dieksploitasi secara politik untuk menjatuhkan lawan politik pada Pilpres 2019.
Sontak, pernyataan ini dikomentari Kiyai tdk jelas. Termasuk Nadirsyah Hosen. Lantas, Burhanudin Muhtadi anak Kemaren sore dalam literasi pemikiran dan politik Islam, meledek Prof Din yang sudah kenyang makan asam garam pemikiran dan politik Islam. Tanpa menunggu lama, Burhan meminta maaf yang baru sadar atas kelancangannya.
Munculnya Perppu ormas yang secara implisit mengkriminalisasi ide khilafah tetapi tidak berani terbuka eksplisit tunjuk hidung kepada khilafah, nyatanya tidak menghalangi umat ini untuk mendekat, mempelajari, dan memperjuangkan khilafah.
Pernyataan dan dukungan sekelompok kecil komunitas guru agama yang telah tercemar kejahatan rezim, yang menolak khilafah dan mendukung Jokowi, tak cukup efektif untuk membendung hasyarat dan keingintahuan umat tentang konsepsi ide dan methode operasional khilafah.
Saat ini, diskursus khilafah bukan hanya dikaji oleh ormas HTI, meskipun HTI adalah entitas dakwah politik yang selalu konsisten mendakwahkan khilafah. Khilafah merupakan ajaran Islam, maka wajar seluruh umat Islam dimanapun berada sedang getol mendiskusikan khilafah dan kemungkinan untuk menegakannya.
Setelah demokrasi gagal menyejahterakan bangsa, wajarlah jika anak bangsa, yang mayoritas lahir dari rahim Islam, melirik khilafah sebagai alternatif sistem pemerintahan untuk menuntaskan seluruh problem yang ada. Jadi jelas, elektabilitas khilafah pada ajang Pilpres tahun ini moncer, meningkat pesat, melebihi ekspektasi para pengembannya.
Hanya saja, belum diketahui pasti berapa prosentasi peningkatannya. Mengenai hal ini, boleh dong Om Deny JA yang biasa menghitung elektabilitas capres juga membuat survei untuk menghitung elektabilitas khilafah. Ga papa, di Framing surveinya sebagaimana yang sudah biasa beredar pada survei Pilpres. Yang penting, munculkan angka-angka sehingga memicu perdebatan khilafah menjadi lebih asyik. [].
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H