Mohon tunggu...
Dewi Anggar
Dewi Anggar Mohon Tunggu... -

Aku terhenyak, Senyuman membias makna, melambung harapan, mengikis mimpi lalu

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Clair de Lune ~

11 Maret 2016   19:17 Diperbarui: 11 Maret 2016   19:17 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kau berhasil memenuhi otakku. Kali ini, izinkan aku yang memenuhi otakmu. Akan aku upayakan. Bagaimanapun caranya. Bintang hanya pantas dengan bulan. Tidak dengan yang lain. Dan kau, Dewi Bulanku, tidak ada bintang selain aku untukmu. Biarkan langit menjadi sunyi hanya dengan sepasang bulan dan bintang. Biarkan mereka merajai langit. Karena dengan cara itu kita akan bersama.

Ω…Ω

Malam kesekian kau berpentas dalam cahaya bulan.  Di tepian sungai dan rimbunnya bilah-bilah bambu, kau memekik, melantunkan syair dan bait dalam puisi. Aku memandangmu terpana. Berdiri di tepian kali, di bawah pohon yang kali ini tertembus cahaya. Aku menikmati setiap detik menuju keberhasilanku merengkuhmu. Tidak sekarang. Aku cukup bersabar. Sungguh.

Pentas terus berlangsung. Hingga larut, hening, dan sunyi. Saatnya pentas sesi dua. Sebuah dentuman keras merobek malam. Hingar-bingar seketika. Pekikan histeris memenuhi panggung. Sebuah tembakan klimaks penutup kisah dilecutkan. Aku menarik senyum. Riuh, kalang-kabut, campur aduk jadi satu. Darah berceceran. Dewi Bulanku meratap dalam raungan mengilukan siapapun yang mendengarnya. Lelaki bersimbah darah itu dipeluknya kuat-kuat. Polisi datang dalam hitungan menit. Garis polisi tiba-tiba sudah menutup seluruh area panggung.

Aku berjalan semakin jauh. Pelan dan nyaman. Kuhirup udara malam dalam-dalam. Mendamaikan hati dan pikiran. Akan kusongsong hari bahagiaku dengan Dewi Bulanku. Perempuanku, pendar cahayaku. Tidak ada alasan lagi baginya sekarang. Bukankah hanya ada satu bintang yang pantas menemani rembulan? Aku sudah tidak sabar membayangkan hari esok. Terimakasih ibu, atas keberanian demi cintaku.

Ω…Ω

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun