Mohon tunggu...
M. Nasir Pariusamahu
M. Nasir Pariusamahu Mohon Tunggu... Penulis - -

Saya Manusia Pembelajar. Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfat untuk orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Isme Ramadhan in SD Kristen 1 Hunuth

8 Juni 2018   09:46 Diperbarui: 8 Juni 2018   09:52 444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya telah menguraikan tulisan sama, tentang pentingnya membuka hati dan mata dalam kehidupan sosial. Judul tulisannya, saya beri judul agama dan spritualisasi sosial. Lebih lengkapnya bisa dibaca pada halaman IG-ku, yaitu https://www.instagram.com/p/Bi_8ATdHIBI/?utm_source=ig_share_sheet&igshid=1rx8eglxv8dxe.

Seakan menyambung tulisan tersebut, kemarin (7/6) saya diundang oleh keluarga besar SD Kristen 1 Hunuth Ambon, beralamat di jalan Yunus Syaranamual, Desa Hunuth, Kecamatan Teluk Ambon, untuk memberikan siraman rohani Ramadhan kepada seluruh warga sekolah.

Tepat pukul 17.15 WIT, saya tiba di sana. Baru masuk pintu pagar, saya merasakan hawa harmonisasi yang begitu kuat. Begitu saya dipersilahkan memberikan wejangan keutamaan bagi orang-orang berpuasa, wajah-wajah polos para siswa begitu bening, penuh antusias menatap penuh ingin tau. Seketika itu, gas geloraku kunaikkan ke level higth motivation.

Informasi didapat, sekolah ini berdiri tahun 1950. Kini, mempunyai peserta didik berjumlah 111 orang. Tenaga pendidik sebanyak 13 orang. Nah,  ditotalkan adalah 124 orang. Dari total 124 orang, warga sekolah yang beragama Islam berjumlah 17 orang (termasuk guru dan siswa)
Inilah keunikannya. Secara umum, Maluku telah menjadi daerah percontohan kehidupan beragama yang baik. Bahkan, tahun kemarin Myanmar datang untuk melakukan studi banding terkait manajemen kehidupan beragama dalam masyarakat.

Setelah salam, saya bertanya kepada mereka," ana-ana, kanapa katong bakumpul di sini? Ada mengangguk-anggukan kepala, ada yang menatap penuh cemas, ada pula yang malu-malu mengacungkan tangan.

Tak mengapa, dari face baby mereka, saya bisa menangkap pesan baru. "Bahwa Allah, Tuhan sekalian alam telah menciptakan manusia berbeda-beda. Ada Tenggara, Seram, Buru, Lease, Ambon. Ada Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha. Ada rambutnya hitam lurus, rambut pata mayang, rambut kriting. Ada yang berkulit hitam, kulit putih dan sawo matang sera kuning langsat. Itulah sudah takdir bukan piliha. Tugas kita, merawatnya."

Lantas, saya pun bertanya kepada dua orang siswa," Rasya deng Ari dolo parna baku dapa ka seng sebelum skolah di sini? Dong dua geleng kapala." Nah!!! katong bakumpul ini par saling baku kanal. Kira-kira setuju ka seng?" "Applause menggema sebagai jawabannya."

Kurang lebih tiga puluh menit, saya menguraikan pentingnya hidup dalam bingkai persaudaraan, saya merasakan pergumulan jiwa yang begitu penuh cinta kasih. Walau, belum pernah bertemu secara fisik, namun pancaran bola mata mereka, seakan berkata," katong ana-ana Ambon siap hidop deng sapa saja.

Pada akhir sesi, salah satu anak menyapaku," ustad, pulang bae-bae."
"Danke, ade."

Lebih dari itu, setelah buka puasa bersama, sejenak diskusi hangat bersama kepala sekolah, Ibu A. Pattimukay. Sosok perempuan telah memberikanku inspirasi. Kehangatan diksi yang beliau sampaikan, terurai mata air kedamaian yang tulus bermuara dalam hati.

Kata beliau," usia bukan menjadi penghalang bagi seseorang untuk berprestasi. Kalian anak-anak muda harus mengambil peran masa depan dan cita-cita orang tua yang belum tertunaikan."

Lanjutnya, " internalisasi nilai religius harus menjadi spirit kita bersama. Lewat kegiatan ini, semua kita punya harapan baik bagi kelangsungan masa depan anak-anak.

"Iya, beta sangat setuju. Program spiritual seperti ini terus dipertahankan. Sekaligus, beta sangat mengapresiasi kegiatan ini."
Tambahan saya, "bahwa jika semua manusia memahami dan taat kepada konstitusi agamanya. Maka, in syaAllah tak ada konflik. Tak ada orang baka lai. Tak ada orang baku maki deng baku lempar. Beta kira semua agama mengajarkan itu.

"Soal perbedaan cara beribadah tidak boleh saling menyalahkan. Sebab, semua agama punya tata caranya. Hal yang perlu disatukan ialah persamaan dalam menentukan visi hidup bersosial. Karena, kita saling membutuhkan satu sama lain. Kita punya rasa, rasa itu anugerah Tuhan," jelasku lagi.
Maka, lewat poin "religius" sebagai visi sekolah, beta sangat berharap hal tersebut bisa teraplikasikan dengan baik.

Menutup tulisan ini, beta ucapkan terima kasih kepada ibu kepala sekolah terkasih dan para guru tercinta. Semoga mereka, pahlawan diberikan kekuatan untuk menuntun anak-anaknya ke lorong cahaya kebaikan. Juga kepada seluruh peserta didik, agar senantiasa rajin berdoa dan belajar, kelak kalianlah penguasa negeri ini.

Mari kita menjadi mata air Indonesia, yang terus mengalir dan memberi karya terbaik.

Cerita ini akan senantiasa bertasbih. Amin.

#RamadhanCinta
#IslamRadikal(ramah,disiplin,kalem)
#fatwaHati
#Ambon, 08/06/2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun