Mohon tunggu...
M. Nasir Pariusamahu
M. Nasir Pariusamahu Mohon Tunggu... Penulis - -

Saya Manusia Pembelajar. Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfat untuk orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Prinsip Terima Kasih

12 Januari 2018   07:38 Diperbarui: 12 Januari 2018   08:36 539
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kita hidup sebagai entitas sosial. Berbagai dorongan naluri human action muncul secara kasatmata di hadapan kita.
Interaksi manusia yang dari hari ke hari bertambah, membuat manusia bukan hanya dikenal secara "nama" melainkan amal. Gajah pergi  tinggalkan gading. Manusia meninggal, tinggalkan nama. Begitulah ungkapan yang dituliskan.


Ruang interaksi yang sudah semakin melebar, menyebabkan kemungkinan konflik-konflik kecil menyumburkan laharnya.
Akibatnya, manusia satu dan lainnya saling menyatakan "benar" serta larut dalam pesta "perpecahan". Manusia terpecah dan saling berebut pengaruh.


Aku sosial hadir sebagai jawaban, dengan membawa visi terima dan kasih.
Manusia telah disebutkan hakikat penciptaannya," bersuku-suku, berbangsa-bangsa untuk saling kenal-mengenal satu dengan lainnya. "
Saling menerima perbedaan  suku, ras, dan agama adalah sebuah pluarisme kehidupan yang terbingkai dalam persaudaraan insaniyah. Itu semua ada dalam ajaran agama-agama.


Jika hal ini dibawa dalam konteks keluarga, kita menyaksikan para orang tua yang terkadang tidak bisa menerima kenyataan soal fisik anaknya.


Padahal, anak adalah amanah yang harus diemban dalam kondisi apapun. Tuhan sedang  menguji. Tak semua ketidaknormalan dalam hidup, lantas menjadikan kita menyalahkan takdir. Boleh jadi, anaknya buta, tetapi ada hikmah dibalik itu.


Seperti halnya kisah Mu'adz, ia adalah seorang anak yang lahir dalam kondisi tidak dapat melihat (buta)
Sebagaimana orang buta lainnya, ia tidak bisa banyak melakukan sesuatu, terbatas oleh ketidakmampuannya untuk melihat. Namun, meski buta ada yang unik pada anak ini, ternyata remaja kecil asal Mesir ini telah berhasil menghafalkan Al-Qur'an lengkap 30 juz.


Inilah yang disebut bahwa ada campur tangan Tuhan didalamnya. "Kaidah imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah yang mengatakan "Allah tidak menutup atas hamba-Nya satu pintu dengan hikmah, kecuali Allah akan membukakan baginya dua pintu dengan rahmat-Nya."
Jadi, proses menerima apapun dari Tuhan, menjadikan kita hamba yang senantiasa mencari cahaya iman.


Dari proses pertama menerima ini, kita diajak untuk selalu syukur dengan keadaan yang telah diberikan. Kalau tidak kaya, in syaAllah, kita akan diberi hidup yang berkecukupan. Menaruh sikap berpikir positif kepada Allah SWT. Itulah kuncinya


Memberi adalah tahapan kedua, setelah kita menerima apa yang telah diberikan. Ada penghargaan, ada saling mengakui kelebihan dan kekurangan.


Ya. Pada tahapan kasih, seumpama bibit yang ditanam menghasilkan bibit lainnya. Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah. Memberilah dalam lapang dan sempit.


Di dalam harta kita, ada harta milik orang lain. Dalam nasehat salah satu ustad, beliau menegaskan, "uang kamu di bank misalkan ada 1 milyar, sesungguhnya itu bukan hakmu. Tetapi, jika ada 500 juta yang kau sedekahkan, maka itulah hakmu. Apa yang kita beri, itulah yang menjadi pahala amal kita. Tiadalah merugi ketika kebaikan yang kita tebarkan akan menjadi "bank amal" bagi kehidupan kita kelak.


Tiga jam lalu, sejak tulisan ini ditulis, ada cerita menarik tentang konsep memberi pada sebuah dinding status milik Moh Pahmin Ar-Rauf Kaisupy. Berikut akuan akun pria Ambon ini: "Lagi asyik2nya makan. Tiba tiba dikagetkan dengan sosok ibu yang sudah tua renta. Dengan ragu2 dia menegur. Anak ee tambahkan nene pung 5000 jua la nene mau makan. Nene uang kurang 5000 ini. Sontak aja Nasi yang mau saya telan tertahan di kerongkongan ini. Seakan makanan ini berkata, hei you tega amat makan enak sedangkan disampingmu ada nenek yang kelaparan. 

Bayanganku mulai menelusuri jagat ini. Teringat sosok mama. Terbesit dalam pikiran.. kemana ni anak2 si ibu ini.. kenapa mereka biarkan ibu mereka kelaparan begini... singkat cerita, saya pun persilahkan ibu  ini duduk di samping saya, tas laptop yang saya taru di kursi itu saya angkat dan persilahkan beliau duduk untk menikmati sepiring nasi dan secangkir teh panas. Sesungguhnya ada rasa puas bangat ketika beliau tersenyum dan dengan lahap menikmati nasi ikan itu...


Kawan. Sesungguhnya di dalam harta kita ada harta anak yatim,.. berbagilah untuk keberkahan hartamu #kamisberkah."
Kelebihan dari sikap memberi ini seperti benih padi yang kau tanam. Semakin banyak yang kau tanam, akan menghasilkan benih-benih lainnya. Karena memberi itu bahagia.


Perlu dipahami juga bawa keikhlasan dalam memberi merupakan syarat mutlak didalamnya.
Semoga kita semua bisa menanamkan prinsip hidup ini dalam kehidupan kita. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun