Mohon tunggu...
M. Nasir Pariusamahu
M. Nasir Pariusamahu Mohon Tunggu... Penulis - -

Saya Manusia Pembelajar. Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfat untuk orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Lebaran Intelektual

23 Desember 2017   05:32 Diperbarui: 23 Desember 2017   08:08 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Desember hampir tutup usia. Begitu banyak kenangan baik yang terjadi di Desember. Bila Sapardi Djoko Damono ilustrasikan Hujan di Bulan Juni. Disini juga aku katakan "Bulan Di Bulan Desember".

Ceritanya dimulai dari hampir semua kampus yang berdiri di Ambon melaksanakan wisudaan yang berbarengan di akhir bulan masehi ini.

Wisuda digelar pertama oleh Universitas Darussalam Ambon, kemudian  Universitas Pattimura Ambon,  IAIN Ambon disusul STIKES Pasapua Maluku. Jika dikalkulasikan tiap-tiap kampus berjumlah 500 orang, akan terlahir bibit baru intelektual muda sebanyak 2.000 orang di tanah basudara. Pertanyaan mereka mau kemana setelah tali toga dipindahkan oleh rektor?

Ringkasan akhir studi para mahasiswa ini begitu disambut bahagia dan gegap gempita. Ramai-ramai pakaian baru laris manis di mall, diskon fashion make up laku tanpa sale. Saling kunjung, sapa ke rumah, makan patita, berbagi amplop dan  saling mendoakan. Cipaka-cipiki. Setelah itu tinggalkan pertanyaan, setelah ini kerja dimana atau?

Tak ayal bukan cuman khayal, berapa pun biaya untuk meriahkan kegiatan ini tidak dihitung-hitung. Sanak saudara dari kampung jauh-jauh untuk menghadiri acara empat tahun sekali ini.

Ini adalah perkawinan tradisi intelektual dan budaya masyarakat. Seperti pesta kawinan, segala musik diprogramkan pagar-pagar bambu dan atap sabuah didirikan untuk tamu. Malamnya pasti ada "joget" kecil-kecilan sambil diarahkan lirik goyang tobelo. Wah malam lebaran, paginya menggali kubur.

Mirip cerita ini, kasus unik pernah terjadi dalam menyambut kegiatan ini. Sebutlah nama mahasiswa X. Orang tuanya yang sudah usia senja datang dengan berbangga-bangga dari kampung ke tanah rantau anaknya guna menghadiri pesta wisuda anaknya.

Anaknya yang telah lama merantau menuntut ilmu, dan pulang dengan "medali" adalah kebahagiaan bagi setiap orang tua. Tak terkecuali orang tua anak X.

Waktu ditentukan pergilah orang tua si anak X. Walau uang yang dibawa tak sebanyak orang kota. Tetapi, nilai dan airmata kebahagiaan telah menjadi sebuah kebanggaan.

"Bahwa beta anak ternyata sukses. Beta seng sia-sia banting tulang di hutan. Biar hujan panas, asal beta anak senang. Biar bapa mama makan sagu salempeng patah dua, asal anak tidak susah," itulah bahasa batin orang tua.

Singkat saja, dengan menumpang kapal laut yang memakan waktu 24 jam, gelombang kuatnya tak menyurutkan emosi mereka untuk menyaksikan buah hatinya meraih cita-cita.

Tibalah mereka di kos-kosan anaknya. Anaknya malah pergi dengan alasan ada kerja dan siapkan hal teknis soal wisuda besok. Eh...orang tua sudah jauh-jauh malah ditinggal pergi.

Matahari pagi telah keluar, pintu mentari terbuka, masih saja orang tua dengan sabar menanti anaknya yang berpamitan semalam. Jam terus berputar, iring-iringan para wisudawan telah berlalu, orang tua si anak X sudah gusar, padahal pesta sudah mau digelar.

Tamu undangan sudah tiba. Masakan lokal, papeda, ulang-ulang, umbi-umbian, kasbi, gudangan, ikan bakar, colo-colo, suami dan aneka jenis makan lainnya sudah dihidangkan. Lalu kemana anak ini?

Tetiba ditelusuri, ternyata selama ini, anaknya tidak pernah ke kampus. Uang kiriman perbulan dari orang tua digunakan untuk berfoya-foya.

Info itu sampai juga di telinga ibunya. Ibunya langsung pingsan tak sadarkan diri. Ini maling kundang atau kambing dikandangkan?

Barangkali pertanyaan untuk apa anda disekolahkan tinggi-tinggi oleh orang tua harus diluruskan. Jangan sampai kita mengabaikan hak orang tua kita.

Agar pesta intelektual tidak sia-sia maka amanahlah dengan harapan orang tuamu!

Toh negara tidak butuh "intelektual" pengangguran.

Wallahu 'alam bi shawab...

Ambon, 22/15

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun