"Darimana?" Pulau Buano.
Sedikit aku mulai tak ragu untuk mengajaknya ngobrol. Karena, kata kuncinya sudah ku dapat. Dari Buano. Kebetulan, teman-temanku banyak yang berasal dari Pulau Pemilik Tanjung Harapan (Selat Valentine) ini.
Aku mencoba mengingat nama teman-temanku, satu persatu kusebut dan dia sangat antusias menjawabnya. "Abang pernah ka Buano ka?" Ya. Beta pernah ka sana. Bahkan tidor disana su dua kali."
"Abang su kuliah?" Seng, beta masih SMA Kelas IX. Sekolah di SMA Muhammadiyah. Kalo abang ka beta skolah, tanya saja ketua kelas XII IPA, Rifai Sombalatu. Heheh ( senyumnya yang gratis)
Aku sangat terkejut. Jarang sekali anak seusia kayak gini memilih jenis pekerjaan seperti ini. Lanjut, aku bertanya dan dia menjawab dengan nada penuh semangat. "Abang beta su dua taong lebe karja bagini. Sebenarnya beta mau skolah di perkapalan. Beta pung cita-cita mengelilingi dunia. Tapi beta seng lulus, yah baginila, abang."
Lalu kenapa seng pulang?" Beta malu kaka. Beta kan su pamit dari kampung par mau skolah perkapalan. Nanti, kalo beta pulang lai ka sana, orang-orang kampung bilang beta katanya su pamit par skolah di kota, kanapa bale lai?" (nadanya agak sedih)
Tapi, ade pung cita-cita itu amboi mantap. Teruskan ade. "Iya, kaka." Maka itu, beta seng pulang ka kampung sebelum beta dapa beta pung impian". Beta mau keliling dunia dengan kapal, kaka." Amin," gumanku.
"Oh ya..kaka"."Ini su selesai."
"Barapa ade?"
"Sebenarnya lima belas ribu. Tapi par kaka, hanya spuluh ribu saja. Lalu, kuberikan selembar kertas bercap Negara Kesatuan Republik Indonesia senilai dua puluh ribu rupiah."
"Ade," seng usah kas kambali lai. Jang kas kecewa mama deng bapa. Kalo su sukses jang lupa orang di bawah ee."