Beberapa hari lalu, sekitar 5-6 orang siswaku meminta ditraktirin duren, kebetulan si penjual duren rapiin buah berduri itu di samping jalan depan sekolah. Eh… besoknya pula, siswaku yang lain bertanya padaku, pa guru,” besok 2 Mei kita bawa bunga ya?
Harapan hati hendak menjawab duren sajalah. Nanti kita makan berdua, sambil selfie-selfie lalu dibuat frame bunga untuk gambarnya.
Hehehe. Bukan itu maksudku. Mana-mana jadi. Duren tanda pemberian. Bunga tanda kasih sayang. Benar begitu guysJ
Sepulang dari sekolah, seperti tahun-tahun lalu, bunga-bunga dijaja di sepanjang jalan. Dari Mawar, Sakura, Ros dan segala jenis warnanya. Kebetulan pernah juga menjadi penjual bunga waktu dulu, sehingga biasa saja ku melihat warnanya, tanpa terganggu.
Sorenya, aku dibroadcast ama teman lewat WA, masih tentang bunga, ada tawaran penjualan bunga plus distribusi langsung ke tempat pemesan. Wah. Bunga lagi. Penjual duren mesti gini juga. Heehehhe.
Tak berapa lama, hujan menikmati tanah-tanah gersang. Kopi hangat habis untuk menghibur kawanku yang tengah berulang tahun. Entah duren atau bunga yang kuberi. Wkwkw. Bunga atau duren?
Bosan juga menerka maunya hujan. Iya. Kan lagian banjir duren di segala sudut kota. Macet dibuatnya.
Suatu ketika masih dalam bulan sama, April. Ku kira terjadi kecelakaan. Padahal, ibu-ibu lagi cek-cok ama pedagang duren. Gara-gara tawar-menawar harga. Wah. Sambil berlalu, ku kencangkan pedal gasku. Menerobos dalam kemacetan.
Belum lama aku menulis, ponsel NOKIA hijauku berdering, sebuah inbox dari my bos. Buru-buru kursor kupindahkan dari menu hingga kotak pesan. Ku buka pesannya. Terklik. Eh collect me. Pupus sudah harapanku. Gimana mau balas, sementara pulsa Telkomselku wuihh lagi dihacker.
Ehh. Aduan tentang bunga yang belum laku ketimbang duren yang habis laris manis ternyata asyik juga. Tak jenuh juga menyaksikan duelnya. Lha, kita nantikan aja siapa yang bertahanJ
Selamat hari pendidikan, duren atau bunga bukan itu menjadi pilihan hadiah. Melainkan adanya semangat menebarkan wangi pendidikan. Kerja keras, kerja cerdas mewujudkan pendidikan yang berkualitas.
Semua stakeholder harus bergotong-royong dalam kerja nyata ini, agar cita-cita fundamental bangsa ini bangkit untuk Indonesia jaya esoknya. Itulah impian kita bersama bukan?
Sambil menikmati alunan syair Nike Ardila,” Mama O Mama. Disitulah aku rindu Rahim pendidikanku pertama kali. Mama, bukan duren atau bunga yang mama butuhkan. Tetapi, dasar cinta tulus dan menjaga nama harumnya. Mama jangan tinggalkan beta. Hidupku tiada arti tanpamu. Beta bagaikan burung dalam sangkar, bila kau pergi. L
Wah. Jangan terbawa sedih dulu guys. In sya Allah mama masih mencintaimu. Tegarlah sambil berdoa padaNya. Agar harapan jua berkumpul di dunia juga akhirat.
Hujan telah berhenti. Sampai-sampai status tentangnya pun tiada lagi di wall facebookku. Ternyata dibalik airnya turun serentak tadi, dan seketika airnya terkubur dalam tanah. Ada pesan yang tumbuh,” wahai pak menteri, 2 Mei kok UN ya?” Kalau gini jadinya, aku (baca: siswa) ngga bisa memberi bunga lagi buat guru favoritku. Hmmm.
Tak mungkin aku beriin duren. Karena hadiah musim pendidikan bukan buah duren. Tetapi bunga. J
baca juga nih guys, jangan lupa yach beri komentarnya:
http://agupena.or.id/2017/04/30/naluri-guru-abad-ke-21/
eh pula sambil ngopi simak yach: http://fiksiana.kompasiana.com/nasirpariusamahu/menari-di-atas-gelombang-seram_590597a84723bd9f797a3bdd
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI