Karena kami menyadari, bahwa kami hidup dalam keberagaman sosial (sosial human community) Sehingga salah, jika persaudaraan ibarat satu tubuh hanyalah menjadi peribahasa yang dikhususkan buat anak-anak pada level sekolah dasar. Lalu hilang ketika mereka tumbuh besar. Karena seakan mereka dibohongi oleh para generasi sebelumnya. Disini tak ada apologize. Permaafan atas kelalaian dalam menjaga keutuhan rumah tangga sosial bukanlah soal lazim.
Tidak cukup dengan kata-kata. Dalam bukunya Qua Vadis Demokrasi Kita? Karya Firman Noor ada tema kecil: Fenomena Ciderai Janji. Hanya sekedar refleksi atas tulisan itu, sesungguhnya masyarakat kita ( baca: Indonesia) banyak telah bosan dengan janji-janji para elit. Ruang demokrasi dijadikan alat ukiran prestasi di atas janji ketika masa datang pemilu, baik pilkada, pileg maupun pilpers. Kita jumpai pula, akibat ingkar janji tersebut, pemerintahan kurang mendapat dukungan maksimal dari masyarakat pasca pemilu. Dan akhirnya ada dua fenomena yang muncul. Para politisi semakin oligarki, nafsu besarnya untuk kekuasaan. Masyarakat berubah pragmatis. Akhirnya negara ini hanya dimiliki oleh orang-orang yang menang. Kalah diabaikan. Yang terjual dijadikan sapi perah.
Disini haruslah ada sebuah pelurusan. Dedikasi itu bukan sekedar janji semu. Tetapi benar-benar terlihat karyanya. Orang-orang yang terlibat dalam mendedikasikan diri untuk umat adalah mereka yang  bekerja tanpa pamrih. Tulus bekerja tanpa media. Bahkan kadang ongkos transport harus keluar dari kantong sendiri. Dedikasi adalah pengakuan semurni-murninya. Didalalmnya ada cinta yang menyertainya. Â
Itulah nafas gerakan yang harus dijaga oleh kader. Bahwa kita akan besar karena umat. Sebab, umat terbaik adalah mereka selain memiliki kecerdasan intelektual, juga diimbagi dengan kecerdasan sosial. Kita adalah milik umat. Rumah besar umat. Jangan berharap banyak jika kerja-kerja besar peradaban tidak didukung oleh umat.
Tengoklah kisah Umar bin Abdul Asiz. Pemerintahannya boleh hanya seumur jagung. Tetapi rakyat yang hidup sezaman dengannya sejahtera. Bahkan dikisahkan, tak ada orang kaya lagi yang mengeluarkan zakat pada zamannya. Ini fakta, bukan dongeng.
***
Pencahayaan di mobil gelap. Hanya bercahayakan cahaya PC. Uda dulu yaJ
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI