Di sisi lain, korupsi merupakan kasus hukum yang hanya dapat diproses berdasarkan bukti dan saksi. Korupsi tidak dapat dituduhkan terhadap seseorang tanpa menyebutkan kasusnya, misalnya kasus BLBI, kasus PAW dan sebagainya yang jelas aktor, modus dan bukti-buktinya. Korupsi tidak dapat disebut korupsi bila hanya didasarkan atas hasil angket, yang sama sekali bukan alat bukti di hdapan hukum.
Karena tujuan survey hanya membangun opini, maka berita yang diciptakan melalui tangan kotor media nasional ini bukan soal benar atau salah, tetapi semata “lucu-lucuan” di tengah pertarungan politik antara Jokowi dan bekas pimpinan partainya yang kini tengah berjuang mengalihkan isu dari kasus korupsi PAW di KPK.
Rilis OCCRP yang nota bene LSM luar negeri dengan segudang reputasi sudah barang tentu menjadi senjata ampuh untuk menyerang reputasi seseorang. Tidak peduli salah atau benar, rilis tersebut sudah pasti sangat efektif untuk memainkan opini publik dengan membangun framing bahwa Jokowi adalah koruptor dan bila perlu dengan predikat yang lebih buruk lagi.
Apalagi di saat yang sama lawan-lawan politik Jokowi, khususnya dari kalangan bekas partainya sendiri, tengah memainkan jurus mabuk setelah mabuk kekalahan politik paling tragis sejak reformasi. Mereka tengah dikuasai nafsu untuk mengumpulkan apa saja sebagai amunisi guna menghukum Jokowi sekeras mungkin yang mereka bisa.
Teka-teki akhirnya terbuka setelah klarifikasi OCCRP, yang menyatakan tidak memiliki bukti Jokowi sebagai koruptor. LSM yang bermarkas di Belanda ini bahkan tampak konyol karena rupanya rilis dibuat berdasarkan kiriman sekitar 55.000 email dari tokoh-tokoh terkenal dan tidak dikenal dari Indonesia yang menyebut Jokowi sebagai koruptor.
Dengan kata lain, rilis OCCRP tidak lebih dari rilis lucu-lucuan, sehingga tidak salah menyebut Jokowi sebagai koruptor lucu-lucuan. Apalagi belakangan rilis OCCRP tersebut sudah menghilang dari lama resminya. Bisa jadi mereka menyadari telah dimanfaatkan oleh orang-orang tak berguna dari Indonesia.
Yang jelas, rilis OCCRP hanyalah framing lucu-lucuan, karya manusia-manusia gagal di republik ini. Tidak terbayang bagaimana muka mereka bila OCCRP bersedia merilis nama-nama mereka ke prblik.
Bukan Fitnah Terakhir
Sejak mencalonkan diri dan selama menjadi presiden RI, Jokowi merupakan tokoh yang paling banyak menerima fitnah dan framing negatif dari berbagai pihak. Sepuluh tahun yang lalu, Jokowi dituduh sebagai keturunan Cina, Kristen, anti-Islam, anak PKI dan sebagainya hingga sulit membayangkan bagaimana Jokowi keluar dari semua itu, tapi rupanya alam punya caranya sendiri untuk membukakan fakta yang sebenarnya.
Fitnah yang muncul kali ini sudah pasti bukan yang terakhir dan terkejam untuk Jokowi, karena target lawan politik Jokowi sepertinya belum akan tercapai dalam waktu dekat. Setelah Jokowi bukan lagi presiden, sasaran sebenarnya tentu keluarga, terutama anak kandung Jokowi yang saat ini tengah duduk di kursi wakil presiden RI dan potensial berkarir lebih tinggi di masa depan.
Jokowi dan keluarganya adalah ancaman politik paling nyata bagi politisi partai. Kekhasan karakter kepemimpinan membuat elektabilitas mereka tinggi yang hampir mustahil dikalahkan oleh politisi partai. Sementara posisi Jokowi dan keluarga yang tidak memiliki partai sendiri menjadikan mereka sasaran empuk untuk dijadikan obyek "permainan" politik seperti selama ini.