Mohon tunggu...
Irfan Tamwifi
Irfan Tamwifi Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar

Bagikan Yang Kau Tahu

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jokowi Koruptor Lucu-lucuan

3 Januari 2025   09:18 Diperbarui: 4 Januari 2025   09:51 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dimasukkannya mantan presiden Jokowi sebagai koruptor nomor dua terbesar di dunia mengagetkan banyak pihak. Tidak ada angin, tidak ada hujan, tiba-tiba muncul berita yang begitu berbeda dari apa yang selama ini dipahami mayoritas masyarakat Indonesia. Bagaimana ceritanya nama Jokowi tiba-tiba masuk daftar koruptor terbesar di dunia, padahal sebelumnya sama sekali tidak ada sinyalemen semacam itu di negeri ini.

Permainan Media Politik

Kalau informasi semacam ini dianggap terlalu mengherankan tentu saja tidak, sebab hari-hari ini Jokowi memang tengah menjadi sasaran serangan berbagai pihak terutama beberapa kelompok politisi yang getol membangun framing Jokowi sebagai pemimpin gagal. Mereka melakukan apa saja asal dapat mendelegitimasi dan menghancurkan citra Jokowi, bahkan mengubah berbagai pencapaian Jokowi menjadi dosa yang tidak termaafkan.

Sebagian penyerang Jokowi terlihat nyata semisal tokoh-tokoh PDIP, HTI dan kelompok Said Didu, sementara sebagian lainnya merupakan kelompok-kelompok invisible yang selama ini selama ini memanfaatkan beberapa media massa tertentu yang tak henti membangun framing negatif soal Jokowi

Media-media tersebut aktif memproduksi berita-berita dan artikel-artikel tendensius. Manipulasi berbagai informasi bahkan yang paling tidak masuk akal sekalipun biasa mereka ciptakan untuk menjatuhkan pihak lain, termasuk munculnya tuduhan korupsi terhadap Jokowi kali ini.

Korupsi mestinya merupakan suatu perbuatan merugikan negara yang (diduga) dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang demi keuntungan sendiri maupun orang lain yang empirik dapat diinvestgasi secara hukum. Sebagai misal kasus Harun Masiku yang melibatkan pimpinan partainya jelas-jelas kasus korupsi, yang kepastian hukumnya tinggal menunggu proses hukum di pengadilan KPK.

Sementara itu tuduhan terhadap Jokowi hanya didasarkan hasil survey, yang konon menggunakan angket dalam bentuk Google Form, yang tidak seorangpun tahu kapan, di mana dan siapa saja yang disurvey. Di sinilah celah permainan lawan-lawan politik Jokowi. 

Apalagi media-media nasional yang kebetulan menjadi agen OCCRP di Indonesia adalah media yang selama ini anti Jokowi. Media tersebut aktif menyerang Jokowi sejak menjadi presiden bahkan baru-baru ini merilis hasil wawancara dengan seorang taipan yang secara tendensius digunakan untuk menyudutkan Jokowi. Media-media inilah yang dipakai memainkan sekenario jahat menjatuhkan nama baik Jokowi. 

Sebagai agen, media tersebut dengan mudah memilih dan menentukan siapa saja yang harus diberi kesempatan mengisi Google Form, hingga memberikan hasil akhir sesuai kehendak pengelola media. Usaha tersebut sukses besar karena berhasil membangun framing luar biasa hingga Jokowi dinyatakan sebagai koruptor nomor dua di dunia setelah Bashar Asad.

Koruptor Lucu-lucuan

Korupsi yang dituduhkan terhadap Jokowi kecil kemungkinan diungkap secara hukum, karena status koruptor tersebut hanyalah hasil permainan opini. Sementara opini tersebut dibangun berdasarkan “permainan” distribusi angket oleh media yang sebenarnya telah kehilangan integritas dan reputasi, karena sejak reformasi hanya menjadi alat politik golongan tertentu.

Di sisi lain, korupsi merupakan kasus hukum yang hanya dapat diproses berdasarkan bukti dan saksi. Korupsi tidak dapat dituduhkan terhadap seseorang tanpa menyebutkan kasusnya, misalnya kasus BLBI, kasus PAW dan sebagainya yang jelas aktor, modus dan bukti-buktinya. Korupsi tidak dapat disebut korupsi bila hanya didasarkan atas hasil angket, yang sama sekali bukan alat bukti di hdapan hukum.

Karena tujuan survey hanya membangun opini, maka berita yang diciptakan melalui tangan kotor media nasional ini bukan soal benar atau salah, tetapi semata “lucu-lucuan” di tengah pertarungan politik antara Jokowi dan bekas pimpinan partainya yang kini tengah berjuang mengalihkan isu dari kasus korupsi PAW di KPK.

Rilis OCCRP yang nota bene LSM luar negeri dengan segudang reputasi sudah barang tentu menjadi senjata ampuh untuk menyerang reputasi seseorang. Tidak peduli salah atau benar, rilis tersebut sudah pasti sangat efektif untuk memainkan opini publik dengan membangun framing bahwa Jokowi adalah koruptor dan bila perlu dengan predikat yang lebih buruk lagi.

Apalagi di saat yang sama lawan-lawan politik Jokowi, khususnya dari kalangan bekas partainya sendiri, tengah memainkan jurus mabuk setelah mabuk kekalahan politik paling tragis sejak reformasi. Mereka tengah dikuasai nafsu untuk mengumpulkan apa saja sebagai amunisi guna menghukum Jokowi sekeras mungkin yang mereka bisa.

Teka-teki akhirnya terbuka setelah klarifikasi OCCRP, yang menyatakan tidak memiliki bukti Jokowi sebagai koruptor. LSM yang bermarkas di Belanda ini bahkan tampak konyol karena rupanya rilis dibuat berdasarkan kiriman sekitar 55.000 email dari tokoh-tokoh terkenal dan tidak dikenal dari Indonesia yang menyebut Jokowi sebagai koruptor. 

Dengan kata lain, rilis OCCRP tidak lebih dari rilis lucu-lucuan, sehingga tidak salah menyebut Jokowi sebagai koruptor lucu-lucuan.  Apalagi belakangan rilis OCCRP tersebut sudah menghilang dari lama resminya. Bisa jadi mereka menyadari telah dimanfaatkan oleh orang-orang tak berguna dari Indonesia.  

Yang jelas, rilis OCCRP hanyalah framing lucu-lucuan, karya manusia-manusia gagal di republik ini. Tidak terbayang bagaimana muka mereka bila OCCRP bersedia merilis nama-nama mereka ke prblik.  

Bukan Fitnah Terakhir 

Sejak mencalonkan diri dan selama menjadi presiden RI, Jokowi merupakan tokoh yang paling banyak menerima fitnah dan framing negatif dari berbagai pihak. Sepuluh tahun yang lalu, Jokowi dituduh sebagai keturunan Cina, Kristen, anti-Islam, anak PKI dan sebagainya hingga sulit membayangkan bagaimana Jokowi keluar dari semua itu, tapi rupanya alam punya caranya sendiri untuk membukakan fakta yang sebenarnya. 

Fitnah yang muncul kali ini sudah pasti bukan yang terakhir dan terkejam untuk Jokowi, karena target lawan politik Jokowi sepertinya belum akan tercapai dalam waktu dekat. Setelah Jokowi bukan lagi presiden, sasaran sebenarnya tentu keluarga, terutama anak kandung Jokowi yang saat ini tengah duduk di kursi wakil presiden RI dan potensial berkarir lebih tinggi di masa depan. 

Jokowi dan keluarganya adalah ancaman politik paling nyata bagi politisi partai. Kekhasan karakter kepemimpinan membuat elektabilitas mereka tinggi yang hampir mustahil dikalahkan oleh politisi partai. Sementara posisi Jokowi dan keluarga yang tidak memiliki partai sendiri menjadikan mereka sasaran empuk untuk dijadikan obyek "permainan" politik seperti selama ini.   

Banyak politisi, dengan terang-terangan ataupun tersembunyi, menghalalkan segala cara guna menyingkirkan mereka dari panggung politik dan menghapus semua legasi Jokowi dan keluarganya. Selama keluarga Jokowi masih bertengger di kursi kekuasaan, selama itu pula serangan terhadap Jokowi dan keluarganya tidak akan pernah berhenti.

Penutup 

Kotornya permainan politik di negeri ini menjadikan sangat sulit menemukan tokoh yang punya integritas moral sebagai pemimpin politik. Mereka yang memiliki integritas harus bersiap-siap menjadi bulan-bulanan mereka yang hanya ingin berkuasa padahal sama sekali tidak peduli membangun bangsanya. Media yang seharusnya menjadi pilar demokrasi, terbukti banyak di antaranya yang hanya menjadi pelacur politik yang melayani sekelompok politisi hidung belang.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun