Mohon tunggu...
Irfan Tamwifi
Irfan Tamwifi Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar

Bagikan Yang Kau Tahu

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kegamangan PBNU Merespon Polemik Nasab

6 Desember 2024   13:25 Diperbarui: 9 Desember 2024   20:53 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini dapat dicermati dari tokoh-tokoh gerakan PWI-LS yang nyaris tidak ada yang berasal dari unsur PBNU, bahkan pengurus wilayah pun jarang dijumpai. Jajaran pengurus pusat dan wilayah tampaknya memang dikondisikan untuk tidak memberikan respon terkait isu polemik nasab. Kecuali mengatasnamakan pribadi, nyaris tidak terdengar respon mereka atas isu polemik nasab serta berbagai polemik yang menyertainya, seperti isu pemalsuan makam dan sejarah.

Disadari atau tidak, NU telah tumbuh menjadi ormas elitis yang tidak begitu berkepentingan dengan urusan nahdliyyin di tingkat bawah. Tidak ada gerakan signifikan menyangkut pemberdayaan kaum nahdliyyin. Apalagi NU pada dasarnya tidak memiliki apa-apa, karena berbagai lembaga sosial dan pendidikan serta banom-banom NU dapat berjalan sendiri tanpa perlu sentuhan apapun bahkan sekedar dukungan dari organisasi.

Pekerjaan NU yang paling menonjol lebih banyak mengurusi kepentingan elit-elitnya dalam meraih berbagai jabatan politik dan meraup berbagai privillage dari penguasa. Indikator kesuksesan kepemimpinan NU sudah berubah. Kesuksesan kepemimpinan NU didasarkan atas berapa banyak kader yang sukses diantatkan menduduki berbagai jabatan politik dibanding memberdayakan dan menyelesaikan problem umatnya sendiri.

Krisis Kepemimpinan 

Tidak dapat dipungkiri bahwa akhir-akhir ini NU mengalami krisis kepemimpinan yang akut. NU benar-benar memasuki fase tanpa figur panutan. Tidak ada tokoh yang cukup kharismatik seperti era-era sebelumnya yang integritas dan suaranya pantas didengar oleh mayoritas nahdliyyin. Tidak jelas pula platform perjuangan yang memperlihatkan keberpihakan pada pembelaaan terhadap manhaj berfikir tertentu, semisal anti-radikalisme dan ekstrimisme atau sejenisnya. 

NU jatuh di tangan para aktivis “politik” yang satu kakinya di NU sementara kaki yang lain berada di arena politik. NU tidak lebih dari kendaraan politik para elit dalam meraup tujuan politiknya sendiri, yang membuat wajah NU lebih terlihat sebagai ormas politik non-partai dibanding gerakan sosial keagamaan. Tidak mengherankan bila tokoh-tokohnya lebih concern mengambilalih Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dibanding mengurusi problem-problem yang dihadapi jamaahnya.

Bukan rahasia lagi, menjadi pengurus penting NU berarti membuka kans besar membangun bergaining kekuasaan. Menjadi pengurus NU berarti berkesempatan maju menjadi calon bupati, gubernur bahkan presiden atau minimal wakilnya. Bahkan hanya bermodal mendukung pasangan calon tertentu, elit-elit NU berpeluang menduduki jabatan menteri atau jabatan lain sebagai pembantu presiden. Kalaupun tidak menjadi pejabat, minimal menjadi elit organisasi NU sama halnya membuka akses terhadap berbagai privilage dan kemudahan dari para pemegang kuasa.

Syahwat politik yang begitu besar membuat NU pada dasarnya bukan lagi gerakan sosial keagamaan yang memperjuangkan idealisme ataupun manhaj-nya sendiri. Kasus-kasus pemalsuan makam, pembelokan sejarah Indonesia bahkan sejarah NU sendiri disikapi dingin oleh elit-elit NU, seakan tidak pernah terjadi apa-apa. Terkuaknya berbagai ajaran (thariqah) asli kaum Habaib yang Tarim sentris serta sarat tahayul dan kurofat yang over dosis direspon sebagai angin lalu tanpa diberikan perhatian apapun.

Penutup

Kuatnya orientasi politik telah membuat NU menjadi begitu apatis terhadap berbagai isu sosial keagamaan yang mengancam manhaj keagamaannya sendiri. Orientasi gerakan NU juga telah berubah menjadi institusi yang tidak terlalu berguna dalam mendorong nahdliyyin menjadi lebih berkembang berdaya dan berdaya saing sehingga lebih siap menyongsong perubahan. NU bahkan telah kehilangan fokus untuk menjaga ajaran Islam ala ahlussunnah wal jamaah yang selama ini menjadi manhaj perjuangannya. NU sepertinya jatuh ke tangan orang-orang yang salah hingga tanpa sadar hampir saja berpindah jalur menuju Tarimisasi.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun