Tidak berselang lama dari narasi-narasi tak beradab Bahar, secara mengejutkan kyai Imaduddin Usman mempublikasikan hasil kajiannya yang menyatakan bahwa Habaib Ba'alawi terbukti bukan keturunan nabi. Rangkaian (sanad) nasab Habaib hanyalah hasil rekayasa Ali Asy-Syakran yang ditulis pada abad 9 atau 10 hijriyah dan tidak ditunjang bukti dari kitab dan manuskrip yang terverifikasi.
Pada mulanya tesis tersebut dipandang remeh oleh para Habaib dan pimpinan NU. Rupanya, tesis yang awalnya terlihat baru sebuah konsep proto type tersebut mendapat dukungan luas, khususnya kalangan grassroot Nahdlatul Ulama (NU). Tesis Imaduddin semakin mapan dan kokoh setelah mendapat dukungan data yang komprehensif dari berbagai sumber serta hasil kajian berbagai pihak.
Klaim Habaib Ba'alawi sebagai keturunan nabi sama sekali tidak dapat dipercaya setelah beberapa pihak melakukan kajian dengan beragam perspektif. Tinjauan sejarah dan filologi oleh Menachem Ali, ditambah data-data hasil tes DNA serta berbagai informasi tentang eksistensi Ba'alawi semakin memastikan bahwa Habaib Ba'alawi benar-benar bukan keturunan nabi.
Para Habaib benar-benar terbungkam ketika dihadapkan pada data ilmiah. Sampai saat ini tidak ada yang mampu membantah hasil kajian ilmiah Imaduddin dan para peneliti lain dengan data-data ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan. Hanif Alatas dan Rumail Abbas hanya mampu membangun framing tentang keabsahan nasab Habaib tanpa bukti yang terverifikasi dan berupaya membangun narasi yang mendelegitimasi pihak-pihak yang menyuarakan kepalsuan nasab Habaib.
Kajian Imaduddin menjadi tamparan keras bukan saja bagi para Habaib yang selama ini menyombongkan nasab, melainkan berdampak luas pada eksistensi seluruh klan Ba'alawi. Di pihak lain, kajian Imadudin menjadi dasar keyakinan, menyuntikkan kepercayaan diri dan keberanian masyarakat untuk secara tegas menyatakan bahwa Habaib bukan keturunan nabi.
Begitu komprehensifnya bukti-bukti ilmiah membuat masyarakat sulit percaya Habaib keturunan nabi. Pilar terakhir klaim kebenaran nasab Habaib hanyalah dukungan elit sosial keagamaan dan politik, seperti pimpinan NU, tokoh pesantren, dan militansi para pengikut yang bersedia mengakui keabsahan nasab Habaib meski tanpa bukti yang terverifikasi.
Terbongkarnya Jati Diri
Kajian Imaduddin membuka fakta-fakta baru yang mencengangkan tentang Habaib. Persepsi masyarakat berubah total setelah kebanjiran informasi, berupa cataan sejarah, rekaman video ceramah dan berbagai temuan di lapangan, yang mengungkap jati diri Habaib di masa lalu maupun masa kini.Â
Catatan sejarah tentang Usman bin Yahya dan Hamid al-Gadri memunculkan persepsi bahwa para Habaib tak lebih dari kaki tangan kolonial dalam menindas bangsa ini. Narasi anti PKI yang sering digaungkan Riziq jadi terdengar sebagai teriakan maling teriak maling karena sejarah mencatat sebagian tokoh PKI berasal dari kalangan Habaib. Apalagi rejim komunis Yaman Selatan, kampung halaman Habaib, juga dipimpin tokoh Ba'alawi. Masyarakat semakin kehilangan respek dan berpandangan negatif, karena sebagian aksi terorisme juga melibatkan kalangan Habaib sebagai pelakunya.
Persepsi masyarakat terhadap Habaib semakin minor dan penuh kecurigaan karena ditemukannya kasus pemalsuan makam dan makam-makam palsu di berbagai tempat dengan menyematkan nama Habaib. Para Habaib diketahui juga berusaha memalsukan sejarah Indonesia dan NU berdasarkan berbagai video di media sosial, bahkan dalam bentuk buku, sehingga tidak aneh bila muncul kecurigaan bahwa para Habaib mempunyai rencana jahat bagi masyarakat bangsa ini.
Tereksposenya berbagai video ceramah yang sarat tahayul, khurofat, glorifikasi terhadap leluhur dan tanah asal mereka (Tarim) melalui dongeng-dongeng tidak masuk akal melahirkan keyakinan atas adanya agenda terselubung Habaib untuk membelokkan arah dan tradisi keagamaan Islam. Apalagi para Habaib ternyata memiliki ajaran (thariqah) keagamaan berbeda dari tradisi keagamaan Islam nusantara dan memperlihatkan ada usaha mengubah ajaran dan tradisi keagamaan Islam di Indonesia ke arah ajaran atau paham (thariqah) keagamaan khas Ba'alawi dengan menempatkan para Habaib sebagai panutan.