Situasi ini membuat Riziq Shihab leluasa bicara apa saja. Di mimbar dan panggung-panggung politik keagamaan, Riziq begitu bebas mengumbar provokasi, menebar fitnah, ujaran kebencian hingga melaknat orang-orang yang tidak sepaham. Riziq dengan seenak hati menuduh pihak yang berbeda haluan politik sebagai PKI, antek china, antek asing, anti-Islam. Kata-kata jorok, tuduhan sesat hingga kafir begitu fasih terlontar dari mulutnya dan tetap diamini oleh para pengikutnya.
Arogansi Riziq baru terbungkam setelah menuntut beberapa Kapolda mengundurkan diri. Selain harus berhadapan dengan tuntutan hukum atas berbagai narasi dan pelanggaran hukum yang dia lakukan, pada saat yang sama aib pribadi Riziq Shihab terbongkar di depan publik.
Tersebarnya chat mesum disertai foto-foto tak senonoh janda cantik, Firza Husein, benar-benar menampar muka Riziq, yang pada saat yang sama tengah diglorifikasi sebagai Imam Besar. Marwah Riziq seketika runtuh dan menjadi bahan bully dan tertawaan di media sosial. Meski Riziq berusaha menyangkal, bahkan dengan ber-mubahalah, tetapi berbagai fakta yang dikuak netizen di dunia maya membuat penyangkalannya sulit percaya.
Jeratan hukum yang dihadapi Riziq sebenarnya tidak seberapa berat konsekwensi hukumnya, apalagi ini bukan pertama kalinya dia berurusan dengan hukum. Masalahnya, terbongkarnya chat asusila tersebut membuat kasus hukumnya semakin rumit, karena sudah pasti kasus asusila tersebut akan turut dikupas tuntas sebagai bagian dari proses hukum yang dia hadapi.
Riziq benar-benar tidak mempunyai pilihan selain menghindari proses hukum dan kabur ke tanah suci. Kepergiannya membuat negeri ini beberapa saat relatif sepi dari narasi-narasi negatif. Apalagi di Saudi Arabia Riziq sempat berhadapan dengan ancaman hukum karena urusan bendera terlarang dan ijin tinggal sebelum kemudian diselamatkan oleh rejim yang selama ini dia tentang.
Bahar Bin Sumaith sebagai Titik Balik
Setelah tersingkirnya Riziq dari arena sosial politik, tanpa diduga muncul Bahar bin Sumaith yang tidak kalah kontroversial. Berbeda dari Riziq yang muncul sebagai tokoh gerakan anti maksiat, Bahar justeru populer akibat kasus kekerasan terhadap anak, bahkan aksi tersebut dipamerkan hingga viral di media sosial. Bahar menghadapi kasus hukum yang mengantarkannya ke penjara sambil menebar narasi yang seolah menempatkan dirinya sebagai korban pemerintah.
Berbeda dari Bahar, Riziq masih menyamarkan gerakan agar masyarakat membela dirinya dengan istilah bela ulama dan tidak secara eksplisit memproklamirkan diri sebagai keturunan nabi. Sebaliknya, Bahar justeru secara congkak meneriakkan "Di dalam tubuh kami mengalir darah Rasulullah". Sikap pongah juga dipamerkan di pengadilan dan menuntut diperlakukan istimewa sebagai keturunan nabi.
Sekalipun Bahar tidak mampu menghindari jerat hukum, tetapi kasus itu justeru membuatnya semakin populer di kalangan kelompok politik anti-pemerintah. Dengan nada kasar, ceramah-ceramah Bahar mempertontonkan kepongahan, caci maki dan hinaan terhadap orang-orang yang tidak sepaham. Bahar bahkan tidak segan menghujat, menghina dan merendahkan kyai-kyai yang dihormati oleh kalangan muslim tradisionalis.
Meski banyak masyarakat yang mulai muak dengan narasi dalam ceramahnya yang kasar dan asal bunyi, nyaris tidak ada pihak yang mengkoreksi. Sebenarnya ada satu Habib sepuh yang menasehatinya secara terbuka dan mengingatkan konsekwensinya, tapi di luar itu banyak Habaib, termasuk ketua RA yang menarasikan sikap anti pemerintah dan menyerang pihak-pihak yang dinilai mendukung pemerintah. Masih adanya anggapan bahwa Habaib sebagai keturunan nabi membuat tidak banyak masyarakat yang berani memberikan respon terbuka dan kalaupun ada, suara mereka relatif tidak bergema.
Kyai Imaduddin sebagai Pembuka Jalan