Mohon tunggu...
Irfan Tamwifi
Irfan Tamwifi Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar

Bagikan Yang Kau Tahu

Selanjutnya

Tutup

Politik

Gerakan Anti-Gibran

10 November 2024   08:26 Diperbarui: 10 November 2024   23:57 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sejak ada tanda-tanda akan menjadi cawapres Prabowo di pilpres 2024, Gibran, putra mantan presiden Jokowi, banyak menuai serangan dari pesaing-pesaing politik Jokowi dan diframing sebagai politik dinasti. Suara penolakan Gibran sebagai wakil presiden menggema semakin keras bahkan setelah pasangan Prabowo-Gibran memenangkan Pilpres. Padahal Prabowo sendiri menegaskan bahwa memilih Gibran sebagai wakil presiden sepenuhnya merupakan keputusannya sendiri.

Lucunya, serangan terhadap Gibran masih dilakukan saat Gibran sudah resmi menjabat sebagai wakil presiden, bahkan dilakukan oleh kalangan legislatif dengan tidak memasang foto wakil presiden di gedung DPR, yang dari sini kita jadi tahu siapa pelaku yang selama ini menggerakkan aksi menolak Gibran. Entah apa maksudnya, di tengah ramainya penolakan terhadap Gibran, salah satu anggota kabinet merah-putih, seperti diakui oleh Maruarar Sirait yang dalam satu kesempatan, menyatakan tidak memasang foto wakil presiden.

Fenomena ini memunculkan tanda tanya, apa yang sebenarnya terjadi di negeri ini, sebab suka-tidak suka Gibran sudah terpilih menjadi bagian dari simbol negara ini lima tahun ke depan. Tanpa harus menjadi pakar politik, siapapun tahu bahwa munculnya sikap anti pati terhadap Gibran terjadi karena beberapa faktor berikut.

1.  Kecemburuan Politik 

Tidak dapat dipungkiri keberhasilan meraih posisi wakil presiden di usia semuda dan secepat Gibran memunculkan kecemburuan luar biasa bagi kalangan politisi. Untuk sekedar meraih kursi di gedung DPR, para politisi harus gambling berdarah-darah. Sementara hanya berbekal privillage sebagai putra Jokowi, Gibran begitu mudah meraih posisi jabatan terhormat kedua di negeri ini, sebuah prestasi  yang jauh di atas apa yang mampu diraih Roy Suryo dan kawan-kawan.

Kedudukannya sebagai wakil presiden yang secara konstitusional membawahi politisi-politisi senior sudah pasti menimbulkan beban dan kecemburuan psikologis tersendiri. Meski sangat boleh jadi Prabowo tidak menjadi presiden tanpa Gibran, tetapi mengingat attitute yang masih belum matang dan sudah pasti belum memiliki bergaining politik yang kuat, tidak mengherankan bila para politisi senior di DPR meremehkan, berupaya mendelegitimasi dan bila perlu dengan didepak bila ada kesempatan.

2.  Posisi Politik Lemah

Sama seperti sang ayah, Jokowi, Gibran juga termasuk politisi lemah karena bukan aktivis apalagi pemilik partai. Tanpa status aktivis ataupun pemilik partai membuat Gibran tidak memiliki cukup kekuasaan dan bergaining dengan berbagai kekuatan politik partai, sehingga rentan menjadi sasaran penyerangan hingga deligitimasi politik tanpa ada politisi partai yang bersedia membelanya.

Seperti halnya Jokowi, karier politik Gibran hanya bermodalkan kekuatan elektoral, sebagai tokoh yang lebih terpercaya di mata rakyat. Tokoh-tokoh seperti ini kurang mampu, dan sangat mungkin tidak mau, menggerakkan massa untuk turun ke jalan atau membangun framing politik. Tanpa partai politik sendiri, Gibran seperti halnya Jokowi, tidak memiliki kuasa untuk bermain konspirasi dengan partai-partai politik, sehingga dengan mudah diremehkan dan menjadi bulan-bulanan para politisi partai.  

3.  Terlalu Populer

Meski lemah secara politik karena tidak memiliki partai, Gibran maupun Jokowi masih terlalu populer di mata masyarakat negeri ini. Hal ini menjadi ancaman bagi kalangan politisi karena potensial menjadi pesaing politik yang berat di masa depan. Kepercayaan masyarakat yang terlalu besar terhadap keluarga Jokowi akan cenderung menjadikan partai politik kehilangan wibawa, hanya menjadi kendaraan politik sementara saat dibutuhkan saja.

Tidak mengherankan bila akhir-akhir ini marak gerakan yang bertujuan membunuh karakter Jokowi dan keluarganya dengan berbagai tuduhan, narasi dan aksi demonstrasi. Dapat dipahami pula bila banyak politisi, termasuk yang saat ini berada dalam kabinet Prabowo-Gibran berupaya melemahkan posisi Gibran sebagai wakil presiden.

4.  Kekalahan Menyakitkan

Sulit dipungkiri bahwa kemenangan Prabowo pada pilpres 2024 tidak lepas dari dukungan presiden Jokowi yang masih berpengaruh kuat. Menang dengan angka 58% sudah pasti bukan angka milik Prabowo atau Gerindra sendiri, melainkan mencerminkan hasil gabungan pemilih Prabowo dan loyalis Jokowi. Bahkan bila melihat lompatan statistik Prabowo dari 24%  menjadi 58% menunjukkan bahwa suara pendukung Jokowi jauh lebih besar sekitar 34% dibanding suara Prabowo sendiri.

Kekalahan menyakitkan pesaing Prabowo-Gibran, terutama PDIP terlihat masih sulit diterima, sehingga para politisi partai tersebut masih belum mampu berhenti menyuarakan kekecewaannya. Gelaran Pilpres 2024 bahkan seakan merupakan pertaruhan kekuatan politik antara Jokowi dan PDIP. Gibran sebagai representasi Jokowi telah memperlihatkan bahwa PDIP tidak ada apa-apanya tanpa Jokowi. Pasti butuh waktu untuk melupakan rasa sakit ini mengingat suara pendukung Jokowi ternyata hampir dua kali lipat di atas PDIP.

5.  Musuh Abadi Jokowi

Ketegasan Jokowi membungkam radikalisme dan politi identitas telah menyisakan kerusakan yang sulit dipulihkan seperti sebelumnya.  Terpilihnya Gibran sebagai wakil presiden jelas memperpanjang penderitaan lawan-lawan politik Jokowi baik di pemerintahan, maupun di luar pemerintahan. Keberadaan Gibran sebagai wakil presiden sedikit banyak pasti membuat kelompok-kelompok radikal, terutama sisa-sisa pengikut HTI dan FPI semakin sulit untuk bangkit kembali. Maraknya gerakan anti-Gibran dan juga anti-Jokowi akhir-akhir ini melahirkan kolaborasi unik antara sisa-sisa kelompok radikal dengan nasionalis yang sebelumnya berada di pihak Jokowi.

6.  Khawatir Jadi Presiden 

Boleh jadi inilah alasan paling mendasar para politisi merendahkan dan berusaha mendelegitimasi Gibran. Usia Prabowo yang sudah tidak lagi muda dengan kondisi kesehatan yang sepintas tidak terlalu menggembirakan memunculkan beragam spekulasi dan kekhawatiran. Sedikit banyak tentu muncul kekhawatiran Prabowo tidak mampu menyelesaikan tugas kepresidenan sampai akhir masa jabatan. Bila itu terjadi, sudah pasti Gibran memiliki hak konstitusional melanjutkan pemerintahan.

Posisi sebagai wakil presiden di tangan politisi muda dengan sendirinya menjadi promosi politik paling efektif untuk mencalonkan diri sebagai presiden di masa mendatang. Apalagi Gibran tampak bukan wapres biasa yang tidak terlihat kiprah dan kontribusinya bagi keberhasilan sebuah pemeritahan. Giibran terlihat jelas mewarisi pola kepemimpinan Jokowi yang tidak segan turun ke lapangan dan membuatnya semakin populer di masyarakat.

Penutup 

Serangan yang begitu massive terhadap Gibran sebagai wakil presiden pada dasarnya mengulang pengalaman ayahnya. Statusnya sebagai politisi yang tidak memiliki partai menjadikannya rentan menjadi sasaran serangan politik seperti dialami sang ayah. Seperti pengalaman Jokowi selama 10 tahu, serangan-serangan semacam ini, bahkan yang jauh lebih kejam sangat sulit dihentikan mengingat keberadaannya sebagai pemain tunggal di tengah gerombolan politisi raja tega.

Masa depan politik Gibran sangat ditentukan oleh kepiawaiannya menjalankan tugas kenegaraan dan memuaskan harapan publik seperti pengalaman sang ayah, tanpa termaakan berbagai intrik politik di sekitarnya. Sedikit banyak Gibran pasti belajar dan mewarisi integritas serta kepiawaian Jokowi mengelola beragam intrik politik tingkat tinggi hingga paling murahan yang selalu meramaikan perpolitikan negeri ini.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun