Tidak mengherankan bila akhir-akhir ini marak gerakan yang bertujuan membunuh karakter Jokowi dan keluarganya dengan berbagai tuduhan, narasi dan aksi demonstrasi. Dapat dipahami pula bila banyak politisi, termasuk yang saat ini berada dalam kabinet Prabowo-Gibran berupaya melemahkan posisi Gibran sebagai wakil presiden.
4. Â Kekalahan Menyakitkan
Sulit dipungkiri bahwa kemenangan Prabowo pada pilpres 2024 tidak lepas dari dukungan presiden Jokowi yang masih berpengaruh kuat. Menang dengan angka 58% sudah pasti bukan angka milik Prabowo atau Gerindra sendiri, melainkan mencerminkan hasil gabungan pemilih Prabowo dan loyalis Jokowi. Bahkan bila melihat lompatan statistik Prabowo dari 24% Â menjadi 58% menunjukkan bahwa suara pendukung Jokowi jauh lebih besar sekitar 34% dibanding suara Prabowo sendiri.
Kekalahan menyakitkan pesaing Prabowo-Gibran, terutama PDIP terlihat masih sulit diterima, sehingga para politisi partai tersebut masih belum mampu berhenti menyuarakan kekecewaannya. Gelaran Pilpres 2024 bahkan seakan merupakan pertaruhan kekuatan politik antara Jokowi dan PDIP. Gibran sebagai representasi Jokowi telah memperlihatkan bahwa PDIP tidak ada apa-apanya tanpa Jokowi. Pasti butuh waktu untuk melupakan rasa sakit ini mengingat suara pendukung Jokowi ternyata hampir dua kali lipat di atas PDIP.
5. Â Musuh Abadi Jokowi
Ketegasan Jokowi membungkam radikalisme dan politi identitas telah menyisakan kerusakan yang sulit dipulihkan seperti sebelumnya. Â Terpilihnya Gibran sebagai wakil presiden jelas memperpanjang penderitaan lawan-lawan politik Jokowi baik di pemerintahan, maupun di luar pemerintahan. Keberadaan Gibran sebagai wakil presiden sedikit banyak pasti membuat kelompok-kelompok radikal, terutama sisa-sisa pengikut HTI dan FPI semakin sulit untuk bangkit kembali. Maraknya gerakan anti-Gibran dan juga anti-Jokowi akhir-akhir ini melahirkan kolaborasi unik antara sisa-sisa kelompok radikal dengan nasionalis yang sebelumnya berada di pihak Jokowi.
6. Â Khawatir Jadi PresidenÂ
Boleh jadi inilah alasan paling mendasar para politisi merendahkan dan berusaha mendelegitimasi Gibran. Usia Prabowo yang sudah tidak lagi muda dengan kondisi kesehatan yang sepintas tidak terlalu menggembirakan memunculkan beragam spekulasi dan kekhawatiran. Sedikit banyak tentu muncul kekhawatiran Prabowo tidak mampu menyelesaikan tugas kepresidenan sampai akhir masa jabatan. Bila itu terjadi, sudah pasti Gibran memiliki hak konstitusional melanjutkan pemerintahan.
Posisi sebagai wakil presiden di tangan politisi muda dengan sendirinya menjadi promosi politik paling efektif untuk mencalonkan diri sebagai presiden di masa mendatang. Apalagi Gibran tampak bukan wapres biasa yang tidak terlihat kiprah dan kontribusinya bagi keberhasilan sebuah pemeritahan. Giibran terlihat jelas mewarisi pola kepemimpinan Jokowi yang tidak segan turun ke lapangan dan membuatnya semakin populer di masyarakat.
PenutupÂ
Serangan yang begitu massive terhadap Gibran sebagai wakil presiden pada dasarnya mengulang pengalaman ayahnya. Statusnya sebagai politisi yang tidak memiliki partai menjadikannya rentan menjadi sasaran serangan politik seperti dialami sang ayah. Seperti pengalaman Jokowi selama 10 tahu, serangan-serangan semacam ini, bahkan yang jauh lebih kejam sangat sulit dihentikan mengingat keberadaannya sebagai pemain tunggal di tengah gerombolan politisi raja tega.