Mohon tunggu...
Irfan Tamwifi
Irfan Tamwifi Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar

Bagikan Yang Kau Tahu

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kyai Imaduddin dan Pesulap Merah

5 Juni 2024   09:09 Diperbarui: 5 Juni 2024   09:28 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak berbeda jauh dari polemik nasab, Pesulap Merah juga membuat marah para dukun karena konten media sosialnya membongkar rahasia para dukun. Demonstrasi kesaktian yang dipamerkan oleh para dukun di media sosial dibongkar habis oleh Pesulap Merah. 

Melalui penjelasan sederhana, masuk akal dan disertai praktik langsung, Pesulap Merah membuktikan bahwa yang dilakukan oleh para dukun bukan karena kekuatan magis. Pesulap Merah menunjukkan bahwa kesaktian para dukun yang dipertontonkan di berbagai platform media sosial tidak lebih dari sekedar permainan trik sulap biasa.

Pada awalnya Pesulap Merah hanya membongkar trik sulap dukun tertentu, seperti Syamsuddin Blitar, tetapi respon para penontonnya untuk membuka berbagai trik dukun-dukun lain menjadikan hampir semua dukun yang "jualan kesaktian" menjadikannya musuh bersama. 

Konten-konten Pesulap Merah seakan memperlihatkan pada masyarakat bahwa yang dilakukan para dukun tidak lebih dari mengeksploitasi rendahnya literasi masyarakat dengan berbagai aksi yang sebenarnya sama sekali tidak ada unsur magisnya. Para dukun meraup keuntungan dengan cara mengelabuhi masyarakat yang putus asa dalam menghadapi berbagai masalah hidup yang mereka hadapi dengan berbagai aksi sulap yang sebenarnya tidak membantu apa-apa bahkan tak lebih dari aksi tipu-tipu.

Senasib dengan Kyai Imaduddin, Pesulap Merah juga harus menghadapi kemarahan para dukun dan banyak praktisi spiritualis yang menjadi "korban" konten media sosialnya. Konten-konten media sosialnya potensial mengancam eksistensi dan kepercayaan masyarakat yang pada gilirannya dapat merusak mata pencaharian mereka. Berbagai kecaman dan penyangkalan para dukun terhadap Pesulap Merah tidak terhindarkan, yang diikuti dengan perang narasi yang berlangsung sengit di berbagai platform media online.

Entah serius atau sekedar gimmic, salah seorang dukun, Habib Jindan, bahkan menantang Pesulap Merah menyelesaikannya dengan kekerasan. 

Sebagaimana halnya Kyai Imaduddin yang menantang kaum Baalwi menjawab 13 pertanyaan, Pesulap Merah pun menantang para dukun untuk membuktikan kesaktiannya termasuk menyantetnya di depan kamera, tetapi dengan berbagai dalih tidak ada satupun yang mampu menunjukkannya. 

Meski tidak satupun dukun memungkiri ataupun membenarkan bahwa penjelasan Pesulap Merah sebagai fakta, para dukun tetap punya banyak followers dan views yang Sebagian besar tetap mempercayai kesaktiannya.

Transisi Dua Alam Pikiran

Fenomena Kyai Imaduddin dan Pesulap Merah memperlihatkan bahwa dunai berfikir masyarakat sedang menghadapi transisi berfikir dari era mitis dan tradisional menuju era yang lebih rasional. Beberapa abad silam, perubahan semacam ini pernah dialami bangsa Eropa yang oleh Auguste Comte dipetakan ke dalam tiga fase perubahan, yaitu fase mitis, tradisionalis dan pragmatis. 

Perubahan serupa pada bangsa-bangsa lain, terutama Asia, berjalan lamban. Padahal era pragmatis yang berkembang di Eropa sebenarnya juga merasuki seluruh benua, tetapi di Asia pragmatisme sering berbenturan dengan nilai-nilai yang seharusnya sudah ditinggalkan di era mitis dan tradisional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun