Larangan pembelajaran calistung di usia dini bahkan merupakan gagasan yang menyesatkan, sebab potensial mendegradasi perkembangan potensi anak Indonesia untuk belajar. Anak-anak seharusnya dapat belajar apapun, termasuk calistung, tanpa harus dibatasi dengan alasan ini dan itu. Pemaksaan larangan pembelajaran calistung hanya akan mengorbankan satu potensi dengan hasil lain yang belum tentu diraih.
Kebijakan seperti itu bahkan hanya akan menjadikan pendidikan di Indonesia sebagai kelinci percobaan dengan hasil yang tidak jelas seperti selama ini. Jelasnya, tidak ada yang dapat menjamin bahwa tanpa calistung sejak dini anak akan berkembang lebih baik di masa depan.
5. Â Bukan "Apa" Tapi "Bagaimana"
Calistung buka pelajaran istimewa, sebab mengajarkan huruf A sampai Z, dan angka 0-9 hanyalah pembelajaran terhadap simbul-simbul sederhana. Bahkan mengajarkan bahasa asing sekalipun faktanya tidak berdampak signifikan terhadap sikap dan perilaku anak. Oleh sebab itu pembelajaran calistung seharusnya tidak menimbulkan paranoid berlebihan sebagaimana berkembang di media massa dan media sosial selama ini.
Pembelajaran calistung dengan pendekatan yang tepat justeru akan membuat anak lebih mudah aware terhadap diri dan lingkungannya. Sungguh tidak masuk akal bila menemani anak sendiri atau anak didik membaca nama-nama jalan, nama toko, nama Bus, merek suatu produk dan sebagainya dapat menimbulkan mental hectic, sementara membiarkan anak hanya bermain akan membuat mereka lebih baik.
Calistung bahkan potensial menghindarkan anak dari mental hectic yang dikhawatirkan oleh sebagian pendukungnya itu. Dapat dibayangkan apakah tidak lebih tertekan bila anak masih terbata-bata dalam membaca, menulis dan berhitung saat mereka memasuki kelas IV, V, VI SD atau bahkan saat masuk SMP. Padahal mereka sudah mulai memiliki perasaan malu, pelajaran jelas lebih kompleks, bahkan sebagian anak puteri sudah mulai menstruasi.
Dalam konteks keagamaan Islam, larangan pengajaran balistung sama halnya dengan mengebiri keislaman anak. Faktanya, masa emas bagi untuk belajar agama, termasuk membaca-menulis huruf al-Qur'an adalah usia dini sampai dengan sekolah dasar saja. Â Setelah usia SD berlalu, anak perhatian anak cenderung beralih pada hal-hal lain yang umumnya diminati remaja.
Kiranya akan lebih bijak bila pembelajaran balistung tidak dipersoalkan bila dilakukan dengan pendekatan yang tepat, sebagaimana ungkapan Kak Seto beberapa tahun lalu yang menyatakan bahwa "Yang penting bukan apa yang diajarkan, tetapi bagaimana mengajarkannya". Pendidikan apapun seharusnya tidak dipenuhi oleh gagasan-gagasan naif yang main larang ini dan itu. Selain hanya menimbulkan paranoid, pendidikan yang dipenuhi oleh larangan demi larangan hanya akan memandulkan pendidikan itu sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H