"Hahahaha" Ita tertawa terbahaj-bahak hingga terdengar oleh teman yang lain.
"Eh jangan kenceng-kenceng dong ketawanya, kenapa sih emang? Apanya yang lucu?" Aku  menggerundel pada Ita. Habisnya aku sedang cerita serius eh dia malah ketawa.
"Duuh kamu ini bodo atau gimana sih? Iriana...Iriana.. plis deh kamu itu cewek lho, ngapain repot-repot bayarin dia makan? Cowok matre tuh,"terang Ita
"Masa bayarin makan aja dibilang cowok matre sih? Nggak lah, kamu aja tuh yang belum kenal dia," sanggahku.
Aku memang sedikit tersinggung dengan pendapat Ita.
"Iya deh terserah kamu aja. Mungkin saat ini tuh kamu lagi ditutupin yang namanya cinta," cibir Ita.
Ah masa bodo amat dengan apa yang dikatakan Ita, toh yang penting aku seneng kan.
Mungkin bener apa kata orang, ini yang dinamakan cinta. Hari-hariku seperti lebih berwarna aja sih setiap harinya. Di sekolah, di rumah, di mobil aku selalu sibuk dengan membalas chatingan Igan.
Meskipun Igan memiliki paras yang tampan, namun ia terlahir dari orangtua yang biasa saja.
Wajar jika Igan jarang mempunyai uang sehingga sering aku yang bayar ketika makan bareng bahkan sampai kuota internet aku yang beli.
Biarlah teman-temanku menilai Igan itu cowok matre atau apalah yang penting aku nyaman menjalani hubungan dengan dia.