Sepanjang perjalanan di mobil mamaku diam saja tanpa ada sepatah kata yang terlontar. Begitu pula aku, di mobil aku menahan rasa sakit kakiku yang terkena knalpot. "Ini pasti gara-gara kualat sama Mama, karena udah cabut sekolah," batinku.
Sesampainya di rumah, dengan menahan rasa sakit aku turun dari mobil perlahan, masuk rumah, lalu ke kamar mandi mencuci luka yang terkena knalpot. Setelah itu aku beri pasta gigi bagian yang terkena knalpot. Aku memang mengobati lukaku sendiri, karena aku tahu Mamaku pasti marah sama aku gara-gara cabut sekolah.
Benar saja, setelah aku selesai membersihkan luka dan mengganti pakaian lalu aku mama papaku masuk ke kamar. Yah seperti biasa aku harus mendengarkan mereka menasehatiku. Pantas saja ternyata Pak Sapto, wali kelasku yang menelepon mamaku waktu aku cabut sekolah.
Kali ini lagi dan lagi aku mendengarkan nasehat orangtuaku.
"Ngapain sih Iriana.. kamu ini pakai cabut jam sekolah aja. Mama Papa ini bayarin sekolah kamu pakai duit lho bukan pakai daun," kata Papaku dengan nada yang sedikit meninggi.
"Iya Iriana.. kalau bergaul itu pilih temen yang baik dong, jangan temen yang jelek malah kamu ikutin," sambung mamaku.
"Apalagi sebentar lagi kamu Ujian Nasional lho, itu artinya kamu mau lulus SD. Mendingan sekarang belajar yang bener deh, nggak usah aneh-aneh," sahut papaku
Note ya, hanya mendengarkan. Aku sih tak pernah ambil hati dengan apa nasehat mereka karena aku selalu lagi dan lagi membuat kebandelan lainnya di sekolah.
Setelah mereka keluar kamar, aku melihat lukaku yang telah melepuh. Memang sakit yang luar biasa, namun aku mencoba untuk mengabaikan rasa sakit.
Benar kata orangtuaku, Ujian Nasional tinggal menghitung hari. Meskipun aku anak yang terbilang bandel tapi aku tetap harus lulus dan melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Aku mulai fokus belajar untuk mempersiapkan diri Ujian Nasional.
***
Hari yang mendebarkan pun telah tiba. Yup, Ujian Nasional. Aku mulai mengerjakan soal demi soal. Aku memang jagonya membuat contekan. Ujian Nasional aku lalui dengan lancar sampai di hari akhir. Contekan yang aku buat berhasil aku salin di lembar jawaban dan tanpa ketahuan guru. Kalau soal itu sih aku jagonya, teman-temanku kalah deh pokoknya.
***
Sekarang waktu pengumuman kelulusan. Meskipun aku bukan anak yang pandai, tapi tidak juga terlalu bodoh. Terbukti aku bisa lulus dengan nilai yang lumayan.
***
Setelah lulus di bangku sekolah dasar aku melanjutkan sekolah di bangku sekolah menengah pertama alias SMP. Aku memilih salah satu sekolah swasta islam yang ada di Semarang.
Lingkungan baru, teman baru, dan tentu saja pelajaran yang baru juga.
Oh iya meskipun papaku adalah seorang yang diktator dan keras kepala tetapi jangan salah, beliau orang yang baik kepada semua orang lho jadi siapa pun yang kerja dengan papaku di jamin betah deh, contohnya ya sopirku ini.
Sopirku, panggil saja Pak Sigit, dia mempunyai seorang istri dan dua orang anak. Orangnya kalem dan jangan salah ya meskipun umurnya jauh lebih tua diatasku namun sytlenya masih terlihat muda jadi siapapun yang ngobrol sama Pak Sigit pasti nyaman.
Sahabatku, Ria dan Sukma mereka juga tempat berbagi suka dan duka. Mereka berdua sama-sama mempunyai gebetan saat SMP cuma aku yang nggak punya. Entah ya bagiku cinta itu nggak penting, yang penting bisa hepi aja bareng temen.
Ria, sahabatku yang satu ini bukan juga anak yang cantik. Parasnya biasa saja dan postur tubuhnya pun tidak terlalu tinggi. Sedangkan sukma, lumayan lah, diantara kami bertiga memang sukma yang paling cantik, paling banyak pula cowok yang naksir dia. Karena itu lah dia paling banyak bermasalah di sekolah.
Ya iya lah, saking banyaknya cowok yang naksir dia sampai-sampai ada temen yang melabrak sukma gara-gara cowoknya naksir sama sukma. Padahal sih yang salah sih cowoknya. Tapi aku paling suka nih momen ini soalnya kalau sudah ada pertengkaran antar temen kayak begini, biasanya wali kelas datang lalu bubar deh pelajarannya. Hehe.
Mitha namanya, dia cemburu sekali sama Sukma. Menurutnya Sukma suka mengganggu cowoknya Mitha. Padahal tuh cowok aja yang kegatelan.
"Woi Sukma," panggil Mitha dari kejauhan.
Sukma pun menoleh ke arah Mitha. Belum sempat menjawab, Mitha yang berlari ke arah sukma lalu menarik tangan Sukma dan "praaakkk....." sebuah tamparan keras mendarat di pipi Sukma.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H