Mohon tunggu...
Muhammad Naseh
Muhammad Naseh Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ayo menulis

Harus menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Balasan Langsung dari Allah SWT terhadap Anak Durhaka

10 Oktober 2021   15:10 Diperbarui: 10 Oktober 2021   15:16 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dikisahkan oleh seorang ustadz Di negri Jiran tetangga (kisah nyata).

Suatu hari saya pergi ke suatu tempat   yaitu Panti Jompo.Saya pergi ke sana karena Seorang sahabat meminta bantuan,Agar saya dapat menyalurkan bantuan kepada orang miskin.

Sebelum pergi,Saya belikan mereka kain sarung, roti,dan lain sebagainya.Kemudian Saya pun pergi ke Panti Jompo yang saya kenal.

Saat  kendaraan saya sampai di halaman Panti Jompo tersebut,Tiba-tiba ada seorang ibu tua berlari dari asrama panti mendekati saya.
"Asyik.....asyik...
  Anak aku datang,
  Anak aku datang,
  Senangnya anak aku datang..."

Saya tak mengenal beliau siapa,
Ibu itu memeluk saya dan mencium saya. Ibu itu berkata...
"Nak......                                                                  Kenapa kamu tinggalkan ibu disini nak...               Ibu mau pulang.....
Ibu rindu rumah kita..."

 Saya waktu itu hampir tak bisa berkata-kata,Saya bergumam di dalam hati
"Ya Allah..."
Kemudian saya coba berbicara.                     Saya pegang tanganya,
Saya tatap matanya ,
"Ada apa bu,ibu ini siapa"
 Ibu itu menjawab,
"Sampai hati nak,
  Kau tak mengakui kalau aku ini ibu mu..."

Bisa saya simpulkan bahwa,Ibu ini adalah orang tua yang di titipkan anaknya yang mungkin tidak pernah di jenguk oleh anaknya.Bagaimana perasan beliau yang begitu rindu pada anaknya.Saya coba berpura-pura Seolah-olah saya anaknya, saya berkata...

"Bu...
  Maafkan saya ya..."

Saya pegang tangannya,Dan saya ajak duduk atas kursi.Saya ambil roti,
Dan saya suapkan ke mulutnya.
Tak terasa menetes air mata dipipinya.
Saya mencoba membayangkan,
Hati seorang ibu yang rindu kepada anaknya.
Bila kita anaknya,
Mengambilkan sepotong roti,
Kita suapkan kemulutnya,
Bagaimana perasaan beliau ?
Bagaimana perasan kita ?.

Saya coba usap air matanya yang meleleh dipipi.Dia pegang tangan saya,    Subhanallah...
Saya bisa merasakan bagaimana perasaan beliau yang begitu rindu kepada anaknya,

Saat saya hendak pulang,
Dia pegang tangan saya sambil berkata...

"Nak...
  Jangan tinggalkan ibu nak...
  Ibu mau ikut...
  Ibu mau pulang..."

  Saya merasa iba melihatnya,Akhirnya saya pun minta izin dengan pihak pengawas panti di sana.Melihat data beliau ternyata anaknya ada lima orang,Yang paling tua bergelar Tan Sri,0rangnya memang kaya,Punya nama besar,Dan hebat orangnya.

Waktu saya izin pulang,
Dia pegang baju saya.
Dia bilang mau ikut saya pulang,
Saya bilang...
"Di mobil ada banyak barang bu...",                    
"Tak apa,Saya duduk sama barang-barang
   Itu", jawab ibu.
  Akhirnya saya izin ke pengelola panti untuk membawa ibu itu selama lima hari saja.
Pada saat dirumah,Saat itu masuk waktu subuh.Kami Sholat Subuh bersama beliau,istri dan anak saya,Saya menjadi Imam  dan mereka menjadi makmum di belakang. Setelah selesai sholat,Kemudian Saya baca doa,Saya mendengar isak tangis si ibu,Dan melihat air mata beliau jatuh.
Selesai berdoa saya salami beliau,                       Saya cium tangannya,
Saya berkata...

"Bu...Maafkan saya ya..."

Waktu itu,
Saya hanya membayangkan Kalau ibu ini adalah ibu saya,Bagaimana ia rindu pada anak-anaknya.

Di hari ketiga di rumah saya,
Saat itu Waktu Sholat Isya'.
Selesai doa saya salami beliau,
Dia lapisi tangannya dengan kain mukena-nya.Saya pun heran dan berkata......
"Bu...,
   Kenapa ibu lapisi tangan ibu...?
   Dua hari yang lalu ibu salaman,
   Ibu tak lapisi tangan ibu dengan saya,
   Kenapa hari ini ibu melapisi tangan ?".

Dia bilang...

"Ustadz...
  Kamu bukan anak saya kan..."

Subhanaallah...
Tiba-tiba dia sebut nama saya dengan "Ustadz",Saya pun heran dan berkata...

"Kenapa ibu panggil saya ustadz?,
  Saya kan anak ibu..."

Dia berkata...

"Bukan...
  Kalau anak saya dia tak akan seperti ini,
  Kalau anak saya dia tak akan jadi imam         saya,Kalau anak saya dia tak akan menyuapi saya makan...".

Bayangkan bagaimana perasaan ibu ini,
Spontan saya pegang dia,Saya peluk dia,
Dan Saya menangis.
Saya bilang...

"Bu...
  Walaupun ibu bukan ibu saya,
  Tapi saya sayang ibu seperti ibu saya..."

Saya pegang tangan ibu ini,
Walaupun bukan ibu saya,
Tapi saya tahu hatinya sangat rindu dekat dengan anaknya,
Waktu itu saya pandang wajahnya,
Saya bilang...

"Bu...
  Walaupun ibu saya telah tiada,
  Tetapi ibu boleh  menjadi ibu saya,
  Ibu duduklah di sini...".

   Pada saat makan,Saya suapkan nasi ke mulutnya,Tiba-tiba dia muntahkan balik makanan dari mulutnya.
Saya tanya...

"Kenapa bu ?".

Tiba-tiba saya lihat wajahnya pucat,Ia kelihatan lemas.Saya angkat dia,setelah itu saya bawa beliau ke rumah sakit.
Setelah sampai di rumah sakit,
Saya ambil kepalanya dan saya rebahkan beliau,Kemudian beliau pegang tangan saya dan berkata...

"Ustadz...
  Kalau saya meninggal...,
  Tolong jangan beritahu seorang pun anak           saya,Kalau saya sudah meninggal,
  Jangan beritahu mereka di mana makam saya,
  Kalau mereka tahu di mana kubur saya,
  Jangan izinkan mereka memegang batu nisan saya...".

Saya pegangi beliau dan berkata...

"Bu...
  Jangan ngomong seperti itu...".

Isteri dan anak saya menangis disebelah saya,Kami memegang beliau.
Ternyata,itulah saat penghujung hayatnya,
Akhirnya beliau pun meninggal di atas kesedihan kami pada saat itu.
Dia meninggal dalam pelukan saya,
Saya doakan beliau semoga beliau meninggal dalam khusnul khatimah.

   Selepas wafatnya beliau, ternyata berita kematiannya sampai juga kepada anaknya yang sulung,Anak itu terus menghubungi saya lewat telefon.

anaknya bilang kepada saya...

"Saya akan bawa anda ke pengadilan,
Saya akan tuntut anda,Karena telah membawa keluar ibu saya dari dari Panti Jompo".

Tiga tahun dia titipkan ibunya di Panti jompo,Tapi tak sekalipun ia pernah menjenguk ibunya.karena itulah ibunya rindu,Hingga beliau tak bisa membedakan antara saya dengan anaknya.

Akhirnya saya tunggu dia,
Hingga setahun lebih saya menunggu.
Sampai suatu ketika Saya pergi ceramah di Masjid di daerah pecinaan,Selesai saya ceramah tiba-tiba datang seorang lelaki memeluk saya sambil menangis,0rang-orang didalam masjid heran,Ada apa ini,
Saya tanya pada dia...

"Pak...
  Ada apa ini... ?
  Ada masalah apa...?".

Dia berkata sambil menangis...

"Ustadz...Tolong beritahu di mana makam ibu saya ustadz,Tolong beritahu di mana kuburan ibu saya... !".

Saya berkata...

"Setelah satu tahun lebih,Kenapa baru hari  ini kamu tanya makam ibu kamu ?"...

Dia menjawab...

"Tolonglah ustadz...
 Saya mau menziarahi makam ibu saya ustadz,Sayalah orang yang bergelar Tan Sri yang mau menuntut ustaz saat itu...
 Saya sekarang ini sudah bangkrut ustadz,
 Isteri saya mati kecelakaan,Rumah dan mobil mewah saya telah disita bank,Saya melarat,Harta saya cuma motor tua itu...".

Kemudian Saya berkata...

"Saya bisa tunjukkan makam ibu kamu,
Tapi dengan satu syarat,Kamu jangan pegang batu nisan ibu kamu...".

Kemudian kami pergi menuju pemakaman ibu.Sampai di pemakaman,Tak sempat saya turun dari mobil,Dia sudah turun duluan,
Tiba-tiba Saya lihat didepan mata saya sendiri dia jatuh tersungkur dan tangan nya menjadi hitam,Mulutnya tertarik sebelah yang tadinya tangan dan mulutnya baik-baik saja,Sambil memanggil-manggil...

"Ibu...
  Ibuu...
  Ibuuu...".

Kemudian saya angkat dia tak jauh dari makam ibunya belum sampai ia ke kubur ibunya,Dia sudah hembuskan nafas terakhir disamping makam ibunya...

"Innalillahi wainna ilaihi roji'un".

Allah SWT tunjukkan kepada saya,
Dikehidupan ini balasan anak yang durhaka kepada ibunya.
Semoga kisah ini menjadi pelajaran di luar sana,Ambillah ikhtiar dari kisah di atas.

"Dan apabila mata ibumu sudah tertutup,
Maka hilanglah satu keberkahan disisi Allah SWT bagimu,Yaitu "Doa" seorang ibu".

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun