Mohon tunggu...
Narwan Eska
Narwan Eska Mohon Tunggu... Jurnalis - Pemahat Rupadhatu

Berkelana di belantara sastra, berliterasi tiada henti

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Gerimis yang Menenggelamkan Hati

1 Agustus 2019   08:34 Diperbarui: 1 Agustus 2019   08:41 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gambar ilustrasi: qureta.com

GERIMIS masih mengguyur bumi. Jalan aspal di depan rumah kuyup oleh genangan air. Sesekali kendaraan lewat menciptakan suara air pecah terbelah roda. Di beranda rumah perempuan pemulung itu masih duduk menanti gerimis reda. Dia kira-kira seumurku, tapi raut mukanya terlihat lebih tua dari umurnya. Mungkin akibat berat beban hidup yang harus dipikulnya.

Sejak pertama datang, dari tutur kata dan tindak tanduknya, aku menaruh simpati padanya. Betapa tegarnya dia menjalani hidup. Dia banyak bercerita tentang dirinya., tentang nasib yang dijalaninya. Ternyata dia hidup sebagai seorang janda beranak satu. Dia bercerita, suaminya pergi entah ke mana. Yang jelas ketika dia hamil, suaminya berpamitan hendak mencari pekerjaan. Demikian pula yang dikatakan teman-teman suaminya kepadanya, ketika dia mencari-cari sang suami di tempat biasa dia tongkrong bersama teman-temannya.

Saat dia menikah, sang suami baru saja selesai kuliah. Tapi anehnya, sang suami malas mencari kerja. Dia hanya mengandalkan uang pemberian ayahnya. Memang waktu itu mereka tinggal seatap dengan orangtua sang suami. Ibu mertua adalah ibu tiri suaminya. Semula memang enak. Segala kebutuhan sehari-hari tercukupi. Mereka berdua tak perlu repot-repot mencari nafkah. Itu sebabnya suami tak mau mencari pekerjaan. Gelar kesarjanaannya digantung di langit, seolah dia tak membutuhkan, meski untuk mendapatkannya tidak sedikit biaya yang telah dikeluarkan orangtuanya.

Perempuan itu masih duduk di lantai beranda. Aku semakin tertarik dengan kisah kisahnya. Kini aku duduk berdua di kursi bambu. Kutawarkan segelas teh hangat dan kue kering kepadanya. Dia berkali-kali mengucapkan terimakasih. Setelah kutanya namanya, baru dia menyebut sebuah nama yang singkat tapi sesuai dengan pribadinya, Murni! ya, perempuan pemulung itu bernama Murni.

***

            Gerimis belum juga berhenti. Murni melanjutkan kisahnya. Kejadian pahit dia  alami tatkala ayah mertuanya meninggal. Saat itu dia baru hamil muda. Sejak itu, ibu mertuanya mulai memperlihatkan sifat buruknya. Suami Murni tak lagi menerima uang dari ibu tirinya. Ibu tirinya tak sudi lagi memberi uang, karena kecuali rumah, tak ada warisan untuknya atau anaknya. Selama menjadi ibu tiri, dia pula yang menjadi tumpuan keluarga.

Murni mendesak suaminya untuk mencari pekerjaan, selain untuk menopang hidup sehari-hari juga untuk persiapan kelahiran si bayi. Murni juga mengajak suaminya untuk tinggal di rumah ibu Murni, karena tak tahan dengan omelan ibu mertuanya.

***

Pagi itu suaminya pamit mencari pekerjaan. Berbekal ijazah kesarjanaannya dia akan melamar di sebuah perusahaan di kota. Namun itulah awal derita bagi Murni. Sejak itu suaminya tak pernah pulang. Murni mencari di berbagai alamat teman-teman suaminya. Tapi nihil. Semua mengatakan tidak tahu. Bahkan ada yang marah-marah sewaktu ditanya. Ternyata orang itu uangnya dipinjam oleh suami Murni dan belum dikembalikan. Begitu sakit hati Murni mendengar caci maki orang itu. Maka ia putuskan untuk menunggu suaminya di rumah saja.

Sebulan, dua bulan, hingga anaknya lahir, sang suami belum juga kembali. Sakit. Sungguh sakit. Melahirkan seorang bayi tanpa ditunggui suami. Bahkan kabarnya pun tidak diketahui, di mana kini suaminya berada, Murni tak tahu rimbanya.

”Umur anak Ibu sekarang?” Kusela ceritanya agar dia tak larut dalam kesedihan kisahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun