Mohon tunggu...
Narul Hasyim Muzadi
Narul Hasyim Muzadi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Language education

Belajar mencoret

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Titik Abstrak Moralitas yang Berpura-pura

5 Januari 2025   03:02 Diperbarui: 5 Januari 2025   03:09 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi moral | Image by T3lusur.com

Padahal, moralitas sejati bukan soal apa yang orang lain lihat, melainkan apa yang kita tahu benar dan kita lakukan, bahkan ketika tidak ada yang menyaksikan.  

Dalam dunia ideal, memilih yang benar seharusnya menjadi hal paling mudah. Tapi kita hidup di dunia nyata, di mana keputusan tidak hanya melibatkan nilai moral, tetapi juga risiko yang harus dihadapi.

Misalnya, seorang karyawan yang tahu atasannya melakukan praktik curang. Apakah ia harus bersuara dan kehilangan pekerjaan, atau diam demi mempertahankan nafkah keluarganya?  

Moralitas tidak selalu hitam putih. Kadang, berupa abu-abu yang memaksa kita untuk membuat keputusan sulit. Dan keputusan itu sering kali bukan soal memilih antara benar atau salah, tetapi soal apa yang paling masuk akal di kondisi tertentu. 

Ketika berbicara tentang moralitas, kita sering terpaku pada isu besar (keadilan sosial, perubahan dunia, atau keputusan-keputusan monumental). Tapi mari kita turunkan skala. Moralitas juga hidup dalam tindakan-tindakan kecil yang sering kali luput dari perhatian.  

Seorang pengendara yang berhenti untuk menolong anak kecil menyeberang jalan, seorang murid yang mengembalikan barang temuan di sekolah, atau bahkan sesederhana tidak memotong antrian di supermarket.

Tindakan kecil ini mungkin tidak menghasilkan penghargaan besar, tetapi dampaknya jauh lebih nyata daripada sekadar pidato panjang soal nilai moral.  

Kita hidup di era di mana moralitas sering kali dijadikan komoditas. Media sosial adalah pasar terbuka, di mana citra lebih penting daripada substansi. Orang berlomba-lomba memamerkan moralitas mereka, dari tren tagar hingga video amal yang sengaja direkam.  

Sayangnya, semakin sering moralitas dijual sebagai "konten," semakin ia kehilangan esensinya. Apa artinya moralitas jika hanya menjadi sarana untuk validasi sosial? Bukankah tindakan moral sejati adalah yang dilakukan tanpa harapan tepuk tangan?  

Moralitas bukan tentang apa yang orang lain lihat dari kita. Ia adalah dialog pribadi antara kita dengan diri sendiri. Apakah kita bangga dengan apa yang telah kita lakukan? Apakah kita bisa tidur nyenyak dengan keputusan yang kita ambil?  

Moralitas sesuatu yang kita jalani setiap hari, berjuangan untuk tetap jujur pada diri sendiri, meski dunia memaksa kita untuk berpura-pura.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun