Mohon tunggu...
Narul Hasyim Muzadi
Narul Hasyim Muzadi Mohon Tunggu... Language education

Belajar mencoret

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Stoikisme Jadi Perbincangan Hangat, Apa yang Membuatnya Relevan?

18 Desember 2024   18:28 Diperbarui: 18 Desember 2024   18:28 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi sikap stoikisme | Image by menggugah.com/Ella Shariati

Belakangan ini, stoikisme semakin ramai diperbincangkan. Di kalangan mahasiswa, pekerja, hingga masyarakat umum, filosofi kuno ini seolah mendapat panggung baru. Media sosial seperti Instagram, TikTok, dan Twitter pun penuh dengan konten kreator yang membahasnya. 

Sebagian besar menyebut stoikisme sebagai "cara hidup tenang" atau "obat stres zaman modern." Tapi sebenarnya, apa itu stoikisme? Dan mengapa begitu banyak orang merasa bahwa konsep ini bisa membantu mereka di tengah kesibukan dan tekanan kehidupan?  

Sebuah Filosofi Hidup

Dalam "Buku Pintar Filsafat Klasik: Memahami Intisari Filsuf Kalsik dari Era Pra-Sokrates sampai Aristotele" karya Mujibuddin (2023), stoikisme adalah filosofi kuno yang berasal dari Yunani sekitar abad ke-3 SM, dipelopori oleh Zeno dari Citium.

Intinya sederhana, fokuslah pada hal-hal yang bisa kamu kendalikan, dan lepaskan yang tidak. Ketika diterapkan, filosofi ini bisa membantu kita menghadapi stres, kecemasan, atau bahkan rasa kehilangan dengan lebih bijak.

Stoikisme bukan sekadar teori filsafat yang berat. Tokoh-tokohnya seperti Seneca, Marcus Aurelius, dan Epictetus menyampaikan ajaran mereka dalam bahasa yang praktis dan dapat diterapkan sehari-hari.

Sebagai contoh, Marcus Aurelius, seorang kaisar Romawi, menulis buku  Meditations, sebuah jurnal pribadinya yang berisi refleksi tentang bagaimana menjalani hidup dengan tenang meskipun ia menghadapi tekanan besar sebagai pemimpin. 

Salah satu kutipannya yang terkenal adalah "You have power over your mind, not outside events. Realize this, and you will find strength."

Mengapa Stoikisme Cocok untuk Zaman Modern?

Saat ini, banyak orang merasa kewalahan dengan ekspektasi yang tak berujung, karier yang harus sukses, hubungan yang sempurna, dan kehidupan yang selalu bahagia seperti yang terlihat di media sosial. Tapi kenyataan tidak selalu seperti itu. Kita sering dihadapkan pada situasi yang tidak sesuai harapan dan di situlah stoikisme menemukan relevansinya.

Psikologi modern menunjukkan bahwa salah satu sumber utama stres adalah mencoba mengontrol hal-hal yang sebenarnya di luar kendali kita, seperti opini orang lain, hasil pekerjaan, atau masa depan. Dalam stoikisme, fokus diarahkan pada apa yang benar-benar bisa kita kendalikan, yakni pikiran, emosi, dan tindakan kita sendiri.

Menurut artikel dari Journal of Positive Psychology (2020), konsep stoik seperti pengendalian diri dan penerimaan dapat membantu mengurangi stres dan meningkatkan kesejahteraan emosional. 

Hal ini senada dengan temuan Viktor Frankl, seorang psikiater sekaligus penyintas Holocaust, dalam bukunya Man's Search for Meaning (1946). Ia menyebut bahwa kebebasan terakhir manusia adalah memilih bagaimana kita merespons situasi, bahkan dalam keadaan paling sulit sekalipun.

Apa yang Bisa Kita Pelajari dari Stoikisme?

1. Jangan Melawan Apa yang Tidak Bisa Dikontrol

Ketika sesuatu yang buruk terjadi misalnya, gagal dalam ujian, pekerjaan tidak berjalan lancar, atau rencana liburan hancur karena cuaca, stoikisme mengajarkan kita untuk bertanya "Apakah ini di bawah kendaliku?" Jika tidak, energi kita lebih baik diarahkan pada bagaimana merespons situasi tersebut.

Epictetus, salah satu filsuf stoik, mengatakan "It's not what happens to you, but how you react to it that matters." Ini bukan ajakan untuk menyerah, tetapi untuk menerima kenyataan dengan bijak dan mencari solusi yang lebih baik.

2. Fokus pada Tindakan, Bukan Hasil

Banyak orang merasa cemas karena terlalu terobsesi pada hasil akhir, nilai ujian, hasil wawancara kerja, atau pencapaian dalam hidup. Stoikisme mengingatkan bahwa hasil bukan sepenuhnya di bawah kendali kita. Yang bisa kita kontrol adalah usaha kita.

Misalnya, jika kamu sedang belajar untuk ujian, fokuslah pada proses belajar, bukan pada ketakutan apakah kamu akan mendapatkan nilai yang baik. Dengan begitu, kamu bisa mengurangi stres dan meningkatkan produktivitas.

3. Ingat bahwa Kehilangan adalah Bagian dari Hidup

Salah satu pelajaran paling mendalam dari stoikisme adalah menerima bahwa segala sesuatu bersifat sementara, termasuk orang-orang yang kita cintai. Filosofi ini mengajak kita untuk menikmati saat ini tanpa rasa takut akan kehilangan, tetapi juga mempersiapkan diri untuk melepaskan.

Dalam psikologi, konsep ini mirip dengan mindfulness, kesadaran penuh terhadap momen saat ini. Hal ini juga dapat membantu kita mengelola rasa sedih ketika menghadapi kehilangan, baik itu kehilangan pekerjaan, hubungan, atau bahkan orang terdekat.

Bagaimana Cara Menerapkan Stoikisme?

Berikut beberapa langkah sederhana untuk mulai mempraktikkan stoikisme dalam hidup:

1. Latih Penerimaan

Ketika menghadapi situasi sulit, cobalah bertanya pada dirimu sendiri "Apakah aku bisa mengontrol ini?" Jika tidak, fokuslah pada bagaimana kamu merespons situasi tersebut.

2. Lakukan Journaling

Marcus Aurelius sering menulis refleksi tentang hidupnya. Kamu juga bisa mencoba hal serupa, tuliskan apa yang kamu syukuri, apa yang bisa kamu perbaiki, dan bagaimana kamu bisa menghadapi tantangan dengan lebih tenang.

3. Renungkan Kemungkinan Terburuk

Dalam stoikisme, ada konsep yang disebut premeditatio malorum, membayangkan kemungkinan buruk sebelum sesuatu terjadi. Ini bukan untuk membuat kita pesimis, tetapi untuk mempersiapkan diri secara mental dan emosional.

4. Praktikkan Pengendalian Diri

Misalnya, ketika merasa marah, alih-alih langsung bereaksi, tarik napas dalam-dalam dan pikirkan konsekuensinya. Pengendalian emosi adalah salah satu inti dari stoikisme.

Sumber Bacaan yang Bisa Kamu Cek

Jika kamu ingin mempelajari stoikisme lebih lanjut, berikut beberapa sumber yang direkomendasikan:

  • Meditations oleh Marcus Aurelius ditulis sekitar 161–180 M dan pertama kali diterbitkan dalam bentuk buku pada 1559, dengan edisi modern muncul pada abad ke-19 dan ke-20.
  • Letters from a Stoic oleh Seneca ditulis antara 41–65 M dan diterbitkan pertama kali pada 1614, dengan edisi modern populer muncul pada abad ke-19.
  • Discourses and Selected Writings oleh Epictetus ditulis sekitar 108 M dan pertama kali diterjemahkan serta diterbitkan pada 1700-an, dengan edisi-edisi modern lainnya muncul pada abad ke-19.
  • Artikel penelitian dari Journal of Positive Psychology (2020) tentang stoikisme dan kesehatan mental.

Semua buku ini tersedia dalam edisi modern yang mudah dibaca, bahkan untuk orang awam. Jika kamu lebih suka konten digital, banyak juga video dan artikel di platform seperti Medium dan YouTube yang membahas stoikisme dengan gaya ringan dan praktis.

Stoikisme adalah filosofi kuno yang terbukti relevan dengan tantangan hidup modern. Dengan memahami dan menerapkan prinsip-prinsipnya, kita bisa menghadapi hidup dengan lebih tenang, fokus, dan bijaksana.

Jadi, ketika dunia terasa terlalu bising dan menuntut, ingatlah apa yang diajarkan para filsuf stoik, kamu tidak bisa mengontrol segala hal, tapi kamu selalu bisa memilih bagaimana merespons. Mungkin, itu saja yang kita butuhkan untuk menemukan kedamaian di tengah kekacauan.

Pena Narr, Belajar Mencoret...

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun