Pernahkah kita merenung sejenak dan bertanya, mengapa di tengah semua peluang karier yang menjanjikan, seseorang tetap memilih jalan sebagai seorang pendidik?
Pertanyaan ini muncul ketika saya tengah berbincang santai dengan seorang kawan di sebuah kedai kopi, tempat biasa mahasiswa mencari inspirasi dan bertukar pikiran.
Suasananya hangat, dengan aroma kopi yang menyelimuti udara, dan di tengah percakapan yang mengalir, tiba-tiba kawan saya menanyakan sesuatu yang cukup memantik refleksi lebih dalam. "Guru kan gajinya kecil, kenapa orang kaya kamu tertarik di bidang pendidikan?"
Pertanyaan itu mungkin sederhana, namun cukup menggugah hati saya. Jawaban yang saya berikan saat itu keluar begitu saja, tanpa perlu dipikirkan terlalu lama.Â
"Kalau semua orang berpikir bahwa menjadi guru hanya soal gaji, lalu untuk apa kita kuliah di pendidikan? Kalau tujuan akhirnya hanya mencari uang, mengapa harus repot-repot mendalami ilmu pendidikan?"
Kalimat itu terlontar spontan, tapi sebenarnya mengandung makna yang lebih besar dari sekadar ungkapan sesaat.
Saya percaya bahwa jika kita semua memandang profesi guru hanya sebagai sarana mencari nafkah, maka tak ada yang tersisa dari semangat mulia dalam mendidik.
Dan hasilnya? Kualitas tenaga pendidik yang terus menurun, karena profesi ini hanya dilihat sebagai "pekerjaan" bukan sebagai panggilan jiwa.
Seiring berjalannya percakapan, saya semakin yakin bahwa inilah yang sering kali kita lupakan sebagai masyarakat.
Profesi guru di negeri ini seolah kehilangan sinarnya, seolah tak lagi menjadi pilihan utama bagi mereka yang bercita-cita tinggi.
Bayangkan jika pandangan ini terus berlanjut, jumlah guru yang memiliki semangat dan kualitas semakin berkurang.
Guru bukan lagi orang yang memiliki dedikasi dan cinta pada ilmu, melainkan sekadar orang yang ingin "bekerja".
Apakah kita rela menyerahkan masa depan generasi kita di tangan orang-orang yang hanya menganggap profesi ini sebagai jalan pintas untuk mendapatkan gaji, tanpa ada niat untuk mendidik dengan sepenuh hati?
Sejarah sudah menunjukkan kepada kita betapa pentingnya peran guru dalam membentuk peradaban. Kita semua tahu bahwa guru memiliki peran vital dalam mempersiapkan generasi penerus.
Sosok guru adalah pahlawan yang sering kali terlupakan, tapi merekalah yang berperan besar dalam membentuk karakter dan pengetahuan seorang individu.
Bagaimana kita bisa mengharapkan lahirnya generasi cerdas, kritis, dan berintegritas jika tenaga pendidiknya tidak dibekali dengan kualitas dan semangat yang sepadan?
Sayangnya, banyak yang mulai mengabaikan aspek-aspek idealis dalam profesi guru dan hanya terjebak dalam realitas finansial yang serba pragmatis.
Saya bukan tidak paham bahwa kesejahteraan guru memang masih menjadi isu penting. Tidak bisa dipungkiri bahwa rendahnya gaji guru kerap menjadi alasan mengapa banyak orang menghindari profesi ini.
Namun, yang harus kita sadari adalah bahwa kualitas pendidikan tidak hanya bergantung pada angka gaji, melainkan pada seberapa besar kita menghargai proses belajar-mengajar itu sendiri.
Ketika guru dipandang rendah, maka secara tidak langsung kita juga sedang merendahkan masa depan anak-anak kita. Pendidikan adalah kunci untuk menciptakan generasi emas, dan guru adalah penjaga kunci tersebut. Maka, bukankah seharusnya kita mulai merubah cara pandang kita terhadap profesi ini?
Jika guru hanya dianggap sebagai profesi dengan gaji rendah, maka logika yang sama bisa diterapkan pada profesi-profesi lain yang juga krusial, namun sering kali dianggap remeh.
Apa jadinya jika dokter hanya tertarik pada gaji dan tidak memiliki semangat menyelamatkan nyawa? Apa yang terjadi jika ilmuwan hanya mengejar kekayaan pribadi dan tidak peduli pada kemajuan ilmu pengetahuan?
Semua profesi, pada dasarnya memiliki sisi kemuliaan yang melampaui materi, dan begitu juga dengan guru. Guru yang baik tidak hanya mengajar untuk sekadar memenuhi kewajiban, tetapi mereka mendidik untuk menciptakan perubahan yang signifikan di masa depan.
Saat ini, kita mungkin sudah terbiasa melihat profesi guru sebagai sesuatu yang biasa saja. Tapi pernahkah kita berpikir tentang dampak yang mereka hasilkan setiap hari? Bagaimana setiap nasihat, ilmu, dan pengalaman yang mereka bagikan bisa merubah hidup seorang murid, bahkan membawa mereka ke jalan kesuksesan?
Seorang guru memiliki kuasa untuk menyalakan api semangat di dalam diri murid-muridnya, untuk membuat mereka percaya bahwa mereka mampu menggapai bintang-bintang. Jika guru tidak memiliki semangat itu, maka bagaimana kita bisa mengharapkan para murid untuk memiliki mimpi-mimpi besar?
Di sinilah letak pentingnya bagi kita semua, bukan hanya para guru, tetapi juga masyarakat secara umum, untuk kembali menghargai pendidikan. Menjadi guru bukan hanya soal gaji, melainkan soal peran penting dalam membangun bangsa. Jika kita hanya fokus pada angka-angka gaji, maka kita melupakan hal-hal yang jauh lebih substansial, yaitu ilmu, karakter, dan masa depan.
Kita perlu orang-orang yang memiliki dedikasi dan cinta pada ilmu, yang rela memberikan segalanya demi kemajuan pendidikan, bukan karena uang, tapi karena mereka percaya pada potensi manusia.
Kita juga perlu menyadari bahwa pendidikan adalah investasi jangka panjang. Guru yang berkualitas akan melahirkan generasi yang berkualitas, dan dari sanalah perubahan besar bisa terjadi. Ini bukan hanya tentang satu-dua tahun mengajar di kelas, tapi tentang menciptakan fondasi bagi masa depan yang lebih cerah.
Jika kita tidak lagi memiliki guru-guru yang berkualitas, maka kita juga sedang membahayakan masa depan kita sendiri. Maka, bagi mereka yang masih meremehkan profesi guru, sudah saatnya kita merubah cara pandang kita.
Menjadi seorang guru, bagi saya, bukan sekadar pilihan karier. Ini adalah panggilan jiwa, sebuah bentuk tanggung jawab sosial yang harus kita emban dengan bangga.
Jika kita ingin melihat perubahan nyata dalam sistem pendidikan kita, maka kita harus mulai dari sini, dengan merangkul kembali semangat mendidik yang sejati.
Kualitas guru adalah cerminan dari kualitas pendidikan kita, dan pada akhirnya, kualitas pendidikan adalah penentu masa depan bangsa. Jadi, jangan pernah anggap remeh profesi ini, karena di tangan merekalah kita menaruh harapan terbesar untuk masa depan generasi yang akan datang.
Pena Narr, Belajar Mencoret...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H