Selain itu, vulgaritas di ruang publik juga dapat memperkuat citra negatif tentang peran perempuan di masyarakat. Stereotip seperti ini sering kali menempatkan perempuan dalam posisi subordinat, di mana tubuh dan seksualitas mereka selalu menjadi bahan perbincangan yang tak ada habisnya.
Apakah ini adil? Tentu tidak. Seksisme seperti ini justru mengabaikan kontribusi perempuan di luar fisik mereka dan merendahkan eksistensi mereka sebagai individu.
Labeling yang Tak Kalah Menyakitkan
Tidak hanya istilah-istilah vulgar yang menjadi masalah di media sosial, tetapi juga praktik labeling yang sering kali menyertai mereka. Labeling, atau memberikan cap tertentu kepada seseorang berdasarkan penampilan atau perilaku mereka, semakin marak di media sosial. Istilah-istilah seperti "the nuruls" sering kali muncul untuk mengomentari seseorang dengan cara yang merendahkan atau menghina.
Praktik labeling ini sering kali terjadi tanpa refleksi yang mendalam. Orang-orang dengan mudah melontarkan komentar negatif atau menghina seseorang hanya karena mereka berbeda atau tidak sesuai dengan standar sosial yang diterima mayoritas.
Media sosial telah menciptakan budaya di mana orang merasa bebas untuk melabeli orang lain dengan kata-kata yang tajam dan tanpa rasa bersalah. Lebih dari itu, pengguna media sosial yang mengkonsumsi konten ini lambat laun terbiasa dengan pola komunikasi yang kasar, dan ini mengikis empati serta kesadaran akan batasan-batasan etika.
Anonimitas dan Kurangnya Akuntabilitas
Salah satu alasan mengapa vulgaritas dan seksisme begitu mudah berkembang di media sosial adalah karena pengguna sering merasa aman di balik layar. Anonimitas yang ditawarkan oleh platform-platform ini memungkinkan seseorang untuk mengatakan apa saja tanpa khawatir tentang konsekuensi.
Fenomena ini menciptakan lingkungan di mana orang merasa bebas untuk mengungkapkan komentar vulgar atau seksis, tanpa mempertimbangkan dampaknya pada orang lain. Tanpa akuntabilitas yang jelas, tindakan-tindakan semacam ini terus berulang, menciptakan siklus yang sulit diputus.
Dampak Jangka Panjang pada Psikologi dan Budaya Sosial
Dampak dari normalisasi vulgaritas di media sosial tidak hanya sebatas pada bagaimana kita berbicara satu sama lain. Ini juga berpotensi merusak kesehatan mental banyak orang. Mereka yang menjadi korban komentar seksis atau vulgar mungkin merasa tertekan, malu, atau tidak nyaman dengan tubuh mereka sendiri. Rasa tidak aman ini dapat mempengaruhi harga diri dan citra diri seseorang dalam jangka panjang.
Di tingkat yang lebih luas, normalisasi vulgaritas dan seksisme di media sosial juga mempengaruhi budaya sosial kita. Ini menciptakan generasi yang terbiasa dengan kekasaran dan kurangnya penghargaan terhadap martabat individu. Jika kita tidak segera menyadari bahaya ini, kita berisiko membentuk masyarakat yang tidak lagi menghargai batasan-batasan moral dan etika dalam berkomunikasi.
Langkah untuk Menyadari dan Mengubah
Pertanyaannya adalah, bagaimana kita mengatasi fenomena ini?Â
Pertama-tama, kesadaran akan dampak negatif dari penggunaan istilah-istilah vulgar dan seksis perlu ditingkatkan. Masyarakat, terutama pengguna media sosial, harus memahami bahwa kata-kata yang mereka gunakan memiliki kekuatan dan dapat mempengaruhi orang lain secara signifikan.