Mohon tunggu...
Narul Hasyim Muzadi
Narul Hasyim Muzadi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Language education

Belajar mencoret

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Kapan Menikah? Pertanyaan yang Lebih dari Sekadar Waktu

2 September 2024   22:00 Diperbarui: 2 September 2024   22:02 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi cincin sebagai simbol | Image by Halodoc

Ditulisan kali ini, saya akan berbagi kisah tentang keresahan yang mungkin bisa relate dengan teman-teman sekalian.

Berawal dari...

Setiap kali saya berkumpul dengan keluarga atau teman-teman tongkrongan, ada satu pertanyaan yang selalu terlontar "Kapan menikah?" Pada titik ini, pertanyaan tersebut bukanlah sesuatu yang mengejutkan, mengingat usia saya yang telah memasuki fase yang dianggap "ideal" untuk menikah.

Saya sering kali hanya tersenyum dan tertawa kecil, berusaha menanggapi dengan santai, meskipun dalam hati, saya merasakan pergolakan yang cukup besar. Siapa sih yang tidak ingin menjalin hubungan yang serius, menemukan pasangan hidup, dan membangun keluarga? Namun, kekhawatiran yang saya rasakan saat ini jauh lebih kompleks daripada sekadar keinginan untuk menikah.

"Kapan menikah?" bukan hanya pertanyaan tentang waktu. Bagi saya, ini adalah pertanyaan tentang kesiapan emosional, finansial, dan mental. Saat ini, hidup saya penuh dengan berbagai tanggung jawab yang belum bisa saya abaikan begitu saja.

Menyelesaikan pendidikan S2 tepat waktu adalah prioritas utama saya. Bukan hanya karena keinginan pribadi untuk mencapai prestasi akademis, tetapi juga karena ini adalah batu loncatan untuk masa depan yang lebih baik, baik untuk diri saya sendiri maupun keluarga saya.

Selain itu, ada tanggung jawab finansial yang harus saya pikirkan. Saya memiliki adik yang akan memasuki jenjang kuliah, dan sebagai kakak, saya merasa berkewajiban untuk memastikan dia mendapatkan pendidikan yang layak.

Biaya kuliah bukanlah hal yang ringan, dan saya perlu memperhitungkan dengan matang bagaimana saya bisa membantu tanpa mengorbankan stabilitas keuangan saya sendiri. Belum lagi, ada juga kiriman rutin untuk keluarga yang harus saya penuhi, sebuah tanggung jawab yang tidak bisa saya abaikan.

Dalam konteks ini, menjalin hubungan asmara sering kali terasa seperti sebuah beban tambahan, bukan karena saya tidak ingin atau tidak siap untuk berbagi hidup dengan orang lain, tetapi karena ada kekhawatiran besar yang melanda ketika memikirkan tentang kepastian.

Pasangan, wajar jika mereka menginginkan kepastian tentang masa depan, tentang kapan hubungan ini akan dibawa ke jenjang yang lebih serius (pernikahan). Tetapi bagaimana saya bisa memberikan kepastian itu ketika diri saya sendiri masih tenggelam dalam berbagai urusan dan pikiran yang belum terselesaikan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun