Mohon tunggu...
Narisa H Putri
Narisa H Putri Mohon Tunggu... -

menulis bukan soal dipaksa, tapi karena rasa.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Fangirls + Twitter = Ketergantungan?

20 September 2015   12:32 Diperbarui: 20 September 2015   13:27 395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Perkembangan teknologi tentu membawa pengaruh besar terhadap berbagai perubahan cara berkomunikasi yang akhirnya akan membentuk cara perpikir dan berperilaku masyarakat. Perubahan tersebut pada akhirnya akan mengarahkan suatu abad ke abad yang lainnya, dari era tulisan hingga munculnya era media elektronik seperti yang dapat kita rasakan sekarang. Munculnya berbagai macam media elektronik seperti televisi, diikuti dengan mewabahnya internet dan media sosial, membuat segala sesuatu terasa lebih mudah. Kemunculan media massa dan media baru seperti ini dianggap berbanding lurus dengan tingkat ketergantungan masyarakat terhadap media. Masyarakat sangat bergantung kepada media untuk mencari informasi sesuai dengan kebutuhannya masing-masing. 

Beberapa tahun terakhir, media sosial sebagai media baru sudah menjadi bagian dari aktivitas sehari-hari. Setelah Mark Zuckerberg meluncurkan Facebook untuk pertama kalinya pada tahun 2004, media sosial tumbuh subur bak jamur di musim hujan. Twitter, Instragram, Path dan lain-lain bergantian muncul dan menambah daftar media sosial yang dapat diakses di Indonesia. 

Twitter merupakan salah satu media sosial yang mendapatkan perhatian besar dari masyarakat. Sejak pertama kali peluncurannya pada tahun 2006, secara global berdasarkan data terakhir pada Desember 2014, terdapat 284 juta pengguna twitter yang tersebar di seluruh dunia (laporan Kompas). Menurut Dick Costolo, selaku CEO Twitter, yang ditemui Kompas usai menemui Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla saat melakukan kunjungan ke Indonesia pada Kamis, 26 Maret 2015, Indonesia menjadi salah satu negara dengan pengguna Twitter terbanyak dengan 50 juta pengguna dan angka tersebut diperkirakan akan terus bertambah setiap tahunnya. 

Setiap pengguna media dalam hal ini twitter, memiliki motif dan tujuan masing-masing dengan menggunakan Twitter untuk memenuhi kebutuhannya. Salah satunya adalah untuk mengetahui segala bentuk informasi dan mencari teman. Fangirls—sebutan untuk penggemar perempuan (fanboy untuk penggemar laki-laki) suatu grup idola, aktor ataupun solois, menggunakan Twitter sebagai media untuk mencari informasi tentang idolanya dan mencari teman dengan kesukaan yang sama. 

Fangirls merupakan salah satu dari sekian banyak jenis masyarakat yang menggunakan twitter sebagai media untuk memenuhi kebutuhannya. Kegiatan fangirling dapat kita temui di setiap media sosial. Penggunaan Twitter bagi fangirls tidak bisa dipungkiri bahwa hal tersebut sudah menjadi sebuah rutinitas. Setiap harinya ketika akan mengawali kegiatan, mengecek setiap media sosial untuk mengetahui informasi terbaru mengenai artis idola menjadi suatu hal yang wajib. Fangirls terdapat di berbagai negara, di Indonesia sendiri jumlah fangirls tidak main-main. Para fangirls sering berinteraksi lewat media sosial seperti Twitter yang memungkinkan mereka melakukan komunikasi lintas budaya dan terjadi pertukaran informasi akan kebudayaan lewat bahasa dan keunikan negara masing-masing. Hingga akhirnya berkat kesamaan idola dan lewat media Twitter terciptalah sebuah hubungan persahabatan. 

Saya kebetulan memiliki kesempatan untuk mewawancarai 10 responden yang mengaku sebagai penggemar dari Super Junior, Red Velvet dan Charlie Puth. Delapan diantaranya memilih Twitter dan sisanya memilih Instagram sebagai media utama demi memperoleh akses terhadap artis idolanya. Alasannya, sebanyak 3 responden mengatakan bahwa mereka memilih Twitter karena Twitter mudah diakses, 4 responden mengatakan karena sang idola menggunakan Twitter, maka mereka menggunakan Twitter untuk berkomunikasi langsung dengannya, sedangkan satu responden mengatakan bahwa dengan menggunakan Twitter memudahkannya untuk memperoleh banyak teman. “Asik kali ya, bisa nemu banyak temen juga.” Ungkap Muthia (18). Secara keseluruhan, semua menganggap bahwa Twitter merupakan media yang mampu memberikan informasi lebih lengkap tentang sang artis idola dengan kemudahan mengakses dan adanya kesempatan untuk berkomunikasi langsung dengan idola masing-masing. 

Fenomena diatas dapat kita lihat sesuai dalam Teori Ketergantungan (Dependency Theory) yang mengatakan bahwa khalayak tergantung pada informasi yang berasal dari suatu media massa dalam rangka memenuhi kebutuhan serta mencapai tujuan tertentu (Junaedi, 2007:102). Sejalan dengan kebutuhan mencari informasi tentang artis idola, para fangirl menjadi tergantung kepada media dalam hal ini Twitter, sebagai sumber informasi utama. Baik kesepuluh responden fangirls diatas mengatakan bahwa benar mereka memiliki rasa ketergantungan terhadap Twitter sebagai pemenuh kebutuhan informasi, dan sebagian besar mengatakan apabila tidak meng-akses Twitter sehari atau dua hari saja, mereka merasa ketinggalan informasi atau tidak up to date. Bahkan Liza (21), salah satu dari responden berkelakar dengan mengatakan bahwa jika tidak mengakses Twitter sehari saja rasanya seperti masakan tanpa garam. 

Teori yang dikembangkan oleh Sandra Ball-Rokeach dan Melvin L. Defleur ini juga mengatakan bahwa ketergantungan seseorang terhadap media tidaklah sama. Ada dua hal yang melandasi ketergantungan seseorang terhadap media (Junaedi, 2007:102-103) : 

Pertama, seseorang akan lebih bergantung kepada media yang dianggap mampu memberi lebih banyak informasi daripada yang hanya mampu memberi sedikit saja. Bisa kita lihat dari kesepuluh fangirls, delapan diantaranya memilih Twitter sedangkan kedua koresponden lainnya lebih memilih Instagram sebagai media informasi. Beberapa koresponden menjelaskan bahwa memang ketergantungan akan media yang dimilikinya hanya kepada Twitter saja dan tidak kepada media yang lainya. Hal tersebut tentu didasari oleh kebutuhan masing-masing akan sebuah media dan anggapan bahwa media pilihannya merupakan media yang lebih mampu memberikan informasi lebih daripada media yang lainnya.

Sumber ketergantungan yang kedua adalah kondisi sosial. Hal ini menunjukkan sistem media dan institusi sosial mempengaruhi khalayak dalam menciptakan kebutuhan dan minat. Akhirnya, hal inilah yang mempengaruhi khalayak untuk memilih berbagai media sehingga bukan sumber media massa yang menciptakan ketergantungan melainkan kondisi sosial. Sehingga masyarakat dengan kondisi sosial yang berbeda akan memiliki ketergantungan terhadap media yang berbeda. 

Tidak bisa dipungkiri bahwa teknologi yang semakin maju beserta media yang semakin beragam telah mampu mempengaruhi cara hidup masyarakat. Pada era globalisasi saat ini, dengan adanya teknologi dunia seolah menjadi lebih sempit. Aktivitas manusia tidak akan bisa lepas dari manusia yang lainnya. Itulah yang disebut Mc Luhan, pencetus teori determinisme sebagai desa global atau global village (Nurudin, 2004:176). 

Mc Luhan dalam Nurudin (2004:174-175) juga mengatakan bahwa kita belajar, merasa dan berpikir terhadap apa yang akan kita lakukan karena teknologi (media) menyediakan sebuah pesan yang mempengaruhi dan membentuk perilaku kita. Hingga sampai pada pernyataan “medium is the message”, bahwa media adalah pesan. Maksudnya, dalam konteks fangirls, ketika kita adalah seorang fangirl dan merupakan pengguna Twitter, pesan yang diperoleh dari Twitter memanglah penting, akan tetapi kehadiran Twitter sebagai media adalah jauh lebih penting. 

Kegiatan fangirling atau fanboying tentu tidak lepas dari adanya Twitter dan media massa serta media baru lainnya untuk memberikan informasi yang dibutuhkan. Oleh karena itu, mau tidak mau, sadar atau tidak, kita telah memilih dan bergantung kepada media tersebut untuk mendapatkan informasi tentang idola masing-masing. Tetapi, akan lebih baik jika ketergantungan tersebut tidak mengganggu aktvitas sehari-hari sehingga para fangirls mampu menjalankan perannya dengan baik dalam real life ataupun virtual life. 

Saya menulis artikel ini bukan hanya merujuk kepada pihak fangirls saja. Pada kenyataannya ketergantungan kepada media telah terjadi pada seluruh lapisan masyarakat. Jadi, ada baiknya jika kita menyingkapi hal tersebut secara terbuka dan menggunakan media secara lebih bijaksana.

 

Sumber:

Junaedi, Fajar. 2007. Komunikasi Massa Pengantar Teoritis. Jakarta, Penerbit Santusta

Nurudin. 2004. Komunikasi Massa. Malang, Penerbit Cespur.

http://tekno.kompas.com/read/2015/03/26/16465417/Pengguna.Twitter.di.Indonesia.Capai.50.Juta diakses 15 September 2015

 

  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun