Mohon tunggu...
Nargis Mahdiyah
Nargis Mahdiyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - University

Sebagai mahasiswa Ilmu Perpustakaan dan Sains Informasi, saya memiliki minat yang mendalam dalam dunia penulisan artikel yang beragam dan inspiratif. Penulisan bagi saya adalah salah satu cara untuk menyampaikan informasi yang relevan, mendidik, dan tentunya menginspirasi pembaca dalam menyikapi perubahan dunia yang semakin dinamis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Niat Mulia, Satu Misi di Desa Kalibambu

24 Oktober 2024   18:42 Diperbarui: 25 Oktober 2024   09:10 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Judul Cerpen: Niat Mulia, Satu Misi di Desa Kalibambu

Hari itu matahari bersinar cerah di langit biru, seolah memberi semangat bagi lima dokter muda yang baru saja menyelesaikan pendidikan mereka. Di balik senyum lelah mereka, terselip niat mulia yang membuat langkah mereka terasa ringan. Desi, Rina, Aldi, Bima, dan Sari adalah lima orang yang sudah bersahabatan sejak awal kuliah kedokteran, kini telah menjadi dokter. Hari ini, mereka akan melakukan sesuatu yang berbeda.

"Sudah lama sekali kita ingin melakukan ini," ujar Desi sambil memandangi pemandangan hijau di sekitar desa Kalibambu dari jendela bus yang mereka tumpangi.

"Iya, dan ini adalah momen yang tepat," balas Rina, tersenyum lebar. "Hari Dokter Nasional, apa lagi yang lebih bermakna daripada menolong mereka yang membutuhkan?"

Rina adalah orang pertama yang mengusulkan ide ini. Terinspirasi dari pengalamannya di rumah sakit saat bertemu dengan banyak pasien dari desa-desa terpencil yang sulit mendapatkan akses kesehatan, ia berpikir bahwa merayakan Hari Dokter Nasional dengan membuka posko kesehatan gratis di desa terpencil akan sangat bermanfaat. Desa Kalibambu, yang terletak jauh dari pusat kota dan minim fasilitas kesehatan, menjadi pilihan mereka.

Persiapan di Posko

Sesampainya di desa, lima dokter muda itu langsung disambut oleh warga yang ramah namun jelas terlihat tak terbiasa dengan kedatangan tamu dari kota. Posko kesehatan mereka didirikan di balai desa sederhana. Meja kayu panjang, kursi yang seadanya, dan papan tulis untuk mencatat nama pasien sudah siap.

"Terima kasih, Dokter, sudah datang ke desa kami. Banyak warga yang sudah lama ingin periksa, tapi kami tak mampu pergi ke kota," kata Pak Karman, kepala desa yang sudah menanti kedatangan mereka sejak pagi.

"Justru kami yang berterima kasih, Pak," sahut Aldi dengan penuh hormat. "Kami senang bisa membantu."

Segera setelah semua peralatan medis dikeluarkan dan dipersiapkan, pengumuman pun dilakukan. Warga desa, mulai dari anak-anak hingga lansia, mulai berdatangan. Mereka mengantre dengan rapi di bawah sinar matahari yang terik, sementara lima dokter muda itu bersiap dengan stetoskop di tangan dan senyum di wajah.

Pengabdianpun Dimulai

Pasien pertama yang mereka periksa adalah seorang ibu tua yang mengeluh sering pusing dan lemas. Sari, yang memang cermat dan sabar, segera memeriksa tekanan darahnya.

"Ibu, sepertinya tekanan darah Ibu tinggi sekali. Ibu harus mengurangi makanan yang terlalu asin dan lebih banyak istirahat," ujar Sari dengan lembut sambil memberikan beberapa vitamin.

"Terima kasih, Dokter. Saya tak punya uang untuk beli obat di kota, tapi sekarang saya bisa tahu apa yang harus saya lakukan," ucap si ibu tua dengan penuh haru.

Sementara itu, Desi dan Bima sedang memeriksa seorang anak kecil yang batuk-batuk sejak beberapa hari lalu. Bima memberikan obat, sementara Desi menjelaskan kepada ibunya tentang pentingnya menjaga kebersihan dan cara mengatasi batuk anak dengan ramuan herbal yang bisa dibuat di rumah.

Di pojok lain, Aldi dan Rina tengah menangani seorang pria tua yang kakinya bengkak karena diabetes yang tak terkontrol. Aldi, yang tenang dan teliti, memeriksa kondisi luka pria itu dan memberikan perawatan luka sederhana. Rina menjelaskan kepada pria itu pentingnya mengontrol gula darah, sementara mereka memberikan beberapa obat dan saran mengenai pola makan.

Hari yang Penuh Makna

Sepanjang hari, lima dokter muda itu sibuk menangani berbagai keluhan dari sekadar periksa tekanan darah hingga masalah kesehatan yang lebih serius. Meskipun kelelahan, senyum mereka tak pernah pudar. Mereka bekerja bukan untuk bayaran atau pujian, melainkan untuk kebahagiaan melihat masyarakat desa Kalibambu mendapatkan akses kesehatan yang layak, meski hanya dalam satu hari.

Menjelang sore, ketika antrean pasien mulai berkurang, mereka duduk di balai desa sambil menikmati teh hangat yang disuguhkan warga. Leher mereka pegal, kaki terasa lelah, namun hati mereka penuh kebanggaan.

"Aku rasa ini adalah Hari Dokter Nasional terbaik yang pernah kita rasakan," ucap Rina sambil menatap teman-temannya. Mereka semua mengangguk setuju.

"Betul, kita tidak hanya merayakan profesi kita, tapi kita benar-benar menjalankan esensi dari menjadi seorang dokter," tambah Aldi.

Mereka semua terdiam sejenak, menikmati momen itu. Di desa yang jauh dari hiruk pikuk kota, mereka menemukan makna sejati dari profesi yang mereka pilih. Bukan sekadar merawat tubuh, tetapi juga menyentuh hati manusia.

Ketika mereka bersiap meninggalkan desa Kalibambu, Pak Karman kembali menghampiri mereka. "Kalau kalian ada waktu lagi, kami selalu menanti kedatangan kalian, Dokter. Desa kami selalu terbuka untuk kalian."

Desi tersenyum hangat. "Tentu saja, Pak. Kami pasti akan kembali."

Lima dokter muda itu berjalan menuju bus, meninggalkan desa Kalibambu dengan janji dalam hati mereka. Mereka tahu, perjalanan menjadi dokter baru saja dimulai, dan mereka siap untuk mengabdikan hidup mereka bagi orang-orang yang membutuhkan, di mana pun mereka berada.

Cerita ini menggambarkan perjuangan, dedikasi, dan pengabdian lima dokter muda yang ingin memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat kurang mampu. Semangat mereka menjadi cerminan dari makna sesungguhnya Hari Dokter Nasional---untuk melayani dan menolong sesama tanpa pamrih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun