Indonesia sungguh Negeri yang sangat luas.  Membentang dari Sabang sampai Merauke, jika ada penerbangan langsung, mungkin butuh 9 jam untuk menempuh jarak kurang-lebih  5200 km tersebut.  Belum lagi budaya kita yang sangat kaya dan beragam.  Bayangkan,  ada kurang lebih 261,1 juta jiwa penduduk, yang mendiami pulau-pulau di Indonesia yang total berjumlah sekiranya 17504  pulau.
Dengan 1340 Suku Bangsa dan 742 ragam Bahasa daerah, bayangkan betapa majemuknya Negeri ini. Â Karakteristik tiap-tiap orang pun berbeda. Â Orang Jawa, yang jika berbicara, biasanya bernada halus, dengan orang Batak yang bernada cepat dan tegas. Â
Belum lagi masalah budaya klasik dalam kehidupan bermasyarakat, apalagi jika dua insan akan menyatu dalam satu ikatan, alias, menikah.
Ada beberapa nasihat yang bernada "Jangan Nikah sama orang beda pulau, Nak", dan sebagainya. Bisa dibayangkan, betapa kompleksnya keragaman di Negeri ini. Â Dari faktor Ekonomi? Â Meskipun data BPS terakhir, tingkat kemiskinan kita ada di angka 9,82 % Nasional, tingkat ketimpangan pun masih jauh. Â Persentase tingkat kemiskinan di Ibukota dan Provinsi Papua pun jauh berjarak, 3,57 % dan 27,74 %.
Hal ini pernah saya rasakan sendiri. Â Ketika saya menghadiri Konferensi Indonesia Diaspora, Agustus kemarin, di Jakarta, Â kami banyak membahas mengenai Visi Indonesia pada 100 tahun Republik ini berdiri yakni di tahun 2045. Â Kami memirkan, akan seperti apa Negeri ini nanti pada 2045, seperti arah pembangunan kita baik Infrastruktur maupun Sumber Daya Manusia, solusi apa yang bisa kita rumuskan untuk mempersiapkan Indonesia menyambut 100 tahun Negeri ini berdiri. Â Kami berbicara tentang satu hal, Visi, Visi, Visi.
Selang satu bulan kemudian, saya berangkat ke Lombok untuk membantu saudara-saudara kita yang terkena dampak gempa. Â Siapapun yang melihat langsung ke lokasi pasti akan merasakan kesedihan yang luar biasa, bagaimana tidak, banyak rumah rusak, kehidupan masyarakat yang terganggu, belum lagi meninggalkan traumatik yang luar biasa pasca peristiwa tersebut.
Ketika saya berbincang dengan beberapa warga di Lombok Timur, yang mereka pikirkan dan butuhkan sangat sederhana, Sembako. Â Ya, besok kami mau makan apa. Â Juga terpal untuk alas tidur juga yang tidak kalah penting, Sanitasi. Â
Bayangkan, mereka mungkin tidak sempat memikirkan mau seperti apa Indonesia kedepan di 2045, apa yang mereka pikirkan hanya sebatas besok mau makan apa dan secepatnya kehidupan kembali normal.
Disaat kami memikirkan visi Indonesia kedepan, mereka masih harus berjuang untuk paling tidak, kehidupan mereka bisa normal seperti sedia kala. Â Tentu kita semua tau betapa pesatnya perkembangan teknologi. Â
Apapun yang kita inginkan, mungkin hampir semua bisa kita dapatkan melalui, Handphone kita! Â Mau memesan makanan? Â Memesan moda transportasi? Â Memesan tiket pesawat dan merencanakan liburan? Â Tapi beberapa bagian di Indonesia pun masih terdapat angka buta huruf.
Begitulah segala kerumitan sebagai pemimpin di Negeri ini. Â Disaat harus selalu beradaptasi dengan perkembangan zaman, tapi juga harus "menarik" mereka yang kurang mendapat pendidikan yang layak, sampai masih ada yang belum bisa baca-tulis.Â
Terkadang saya berfikir, apakah mereka-mereka yang ingin menjadi pemimpin di Negeri ini pernah merenung tentang hal tersebut, betapa kompleksnya masalah di Negeri ini. Â Belum lagi kata "Rakyat" yang dengan gampangnya mereka suarakan. Â Jangan lupa, para pemimpin juga masih harus menghadapi "Nyiyiran" Netizen yang kadang walau sudah bekerja dengan baikpun, masih juga dicari kekurangannya.
Sebagai rakyat, jangan bandingkan pemimpin dengan kesempurnaan, karena tiap manusia pasti jauh dari kata sempurna. Â Bandingkan lah program-program mereka, perbanyaklah wawasan kita agar selalu rasional dalam mengambil keputusan, terhindar dari hoax, dan tak kalah pentingnya untuk selalu menjaga persatuan dan kebhinekaan.
Untuk para pemimpin, renungkan lagi matang-matang sebelum anda membawa-bawa nama "Rakyat". Â Pahamilah posisi anda dan keragaman masyarakat kita. Dan saya harap, semoga para pemimpin yang maju dalam kontestasi politik betul-betul paham mengapa mereka ada disana. Â Mereka disana untuk melayani masyarakatnya, membuat kebijakan yang berpihak pada rakyatnya, bukan untuk mencari uang untuk memperkaya diri sendiri dan sanak famili.
Semoga mereka menyadari bahwa jabatan tersebut sebuah amanah yang besar dan jika digunakan dengan baik, tentunya bisa sangat bermanfaat bukan hanya untuk dirinya, namun juga untuk masyarakat yang dipimpinnya.
Seperti sebuah hadist  "Khairunnas Anfa'uhum Linnas" ,  sebaik-baiknya manusia adalah yang paling banyak membawa manfaat bagi sesama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H