Bulan Nafisya. Gadis yang biasa disapa Bulan itu hanya tinggal bersama Papahnya yang bernama Dio Rafasya di rumah sederhana yang cukup nyaman untuk mereka tempati berdua. Kehidupannya berubah drastis saat dimana usianya masih 5 tahun yang belum mengerti apa-apa, Ayahnya bangkrut dan Mamahnya meminta untuk bercerai dengan Papahnya.Â
Sekarang, saat sudah beranjak dewasa ia mengerti, dan menerima kehidupannya. Hanya Papahnya yang saat ini ia punya. Papah yang selalu menyayanginya, melindunginya, dan membantunya. Bagi Bulan Papanya adalah Pahlawan.
Seperti malam ini, Papahnya selalu menemani dan membantu untuk mengerjakan tugas-tugasnya.
"Paham?," tanya Dio, kemudian Bulan menjawab dengan mengangguk kecil dan tersenyum.
Ya, setiap pelajaran dan tugas-tugas yang kurang ia pahami, Papahnya selalu membantu dengan sebisanya.
"Akhirnyaaa," Bulan menghela nafas lelah, ketika tugas-tugasnya telah selesai.
"Sudah larut, sebaiknya kamu tidur." Ucap Dio kepada Bulan.
"Baik Pah, terimakasih." Bulan memeluk Dio, kemudian Dio balas dengan mengecup keningnya.
"Selamat malam." Ucap Dio sambil meninggalkan kamar Bulan.
"Malam Pah." Jawabnya tersenyum.
Setiap malam Papahnya selalu bersikap manis padanya. Ia tau Papahnya pasti lelah seharian bekerja. Dulu saat Papahnya masih di puncak kesuksesannya, duduk di kursi yang nyaman, dan ruangan berAC. Tapi sekarang jauh berbeda, Papahnya harus rela berpanas-panasan, menjadi kuli bangunan dengan bekal bakat yang ia miliki. Sungguh bagi Bulan Papahnya adalah pahlawan yang sebenarnya.
Paginya seperti biasa, Bulan berangkat sekolah diantar Papahnya dengan sepeda motor.
"Belajar yang pintar," Ucap Dio.
"Siap Pah, Hati-hati." Jawab Bulan.
Sampai kelas, Bulan selalu menjadi target bully dan ejekan teman-temannya. Sampai saat dimana teman-temannya mengejek pekerjaan Ayahnya, Bulan sedikit malu entah apa yang dikirannya Ia lelah terus-terusan diejek seperti itu, Ia akan membicarakan pada Papahnya.
Sepulang sekolah, Bulan mencari Papahnya yang ternyata sedang duduk di bangku ruang tamu.
"Pah Bulan malu kalau Papah jadi kuli bangunan." Ucapnya langsung tanpa basa-basi.
"Kenapa nak? Kan pekerjaan halal, Papah mau kerja apa lagi selain kuli bangunan?," Ucap Dio.
"POKOKNYA AKU GAK MAU LIAT PAPAH JADI KULI BANGUNAN LAGI!!, Aku malu Pah sama temen-temen," Teriak Bulan dan memelan diujung ucapannya. Lalu Ia langsung masuk kedalam kamar, meninggalkan Papahnya yang terkejut dengan sikapnya.
Dio menghela napas, dan mengusap mukanya dengan telapak tangan. Ia sedih ketika anaknya berbicara seperti itu, tapi ia memaklumi dan mengerti perasaannya. Baiklah kalau itu mau anaknya ia akan berhenti dan mencari pekerjaan lain.
Didalam kamarnya Bulan menangis sambil memeluk foto masa kecilnya bersama Papah dan Mamahnya. Membuka beberapa surat-surat yang Papahnya tulis dihari ulang tahunnya. Bertuliskan kata-kata semangat untuk dirinya dan ungkapan kasih sayang Papahnya.
Bulan keluar dari kamarnya dan langsung memeluk Sang Papah yang masih di tempat yang sama.
"Maaf Pahh, Papah adalah pahlawan kebanggaan Bulan," Ucapnya sambil menangis tersedu.
"Gapapa sayang," Dio membalas pelukan anaknya dan menaikkan sudut bibirnya tanda tersenyum.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H