Orang-orang menyebutnya cinta monyet. Kata itu begitu familiar di gendang telingaku. Tapi bagiku, itu cinta sungguhan. Karena aku bukan seseorang yang mudah memberikan hatiku untuk siapapun sekalipun aku belum dewasa. Namun saat itu, masih terasa asing dan baru bagiku.
Sejujurnya, aku tidak menyadari dan bahkan tidak tau saat alarm di hatiku bergetar karenamu. Apa aku sebegitu dungunya? Atau aku berpura-pura tuli? Tapi, andai saja ... Andai saja aku bisa melakukannya sekali lagi, aku ingin kembali ke masa itu dan merasakannya lagi. Caramu mengetuk pintu hatiku, aku tidak akan melupakannya.
Bagaimana, ya, mengungkapkannya?
Kesan pertamamu bagiku tak sampai mencuri ingatanku. Di usia itu aku belum punya kegemaran menawarkan seseorang untuk berkunjung dalam pikiranku. Kepalaku saja sudah sesak dengan semua hal tentangku, seperti tak ada lagi ruang kosong untuk mengisi apapun lagi. Apalagi sebuah tempat untuk memikirkan orang lain. Aku juga tidak punya apapun untuk disuguhkan. Jadi, bagaimana aku bisa menyambutmu dengan ramah? Aku tidak punya jamuan apapun untuk dihidangkan.
Saat pertama kau memamerkan senyummu padaku di hari itu, aku malah terjebak di kedua matamu yang teduh. Hari-hariku kian berubah terus diguyur perhatianmu. Hatiku yang kering ini lamat-lamat basah sampai akhirnya aku hanya bisa melihatmu saja. Kau membuatku bergantung padamu dan terus memikirkanmu tanpa sebab.
Bagaimana aku bisa menanggalkan aroma asing itu di bajuku? Bahkan, meski aku berusaha keras menghapusnya aku selalu mencium harummu. Meski hujan turun dengan derasnya tetap tak mampu hilangkan rasa itu.
Kenapa aku tidak bisa berpura-pura lupa setelah menghadapimu? Kau membuatku muak karena terus bertengkar dengan kepalaku setiap hari.
Apa kau tau sebuah kotak biru yang berpura-pura menjadi temanku selama ini? Di sana dipenuhi tentangmu. Diam-diam malam pun mengintip hatiku lalu membacakan dongeng tentangmu setiap tidur. Dia pun sudah fasih mengeja namamu hasil dari mencuri dengarku selama ini.
Sejak saat itu, aku mulai gemar mengumpulkan senyummu dalam ingatku. Aku juga mulai mahir melukis rindu. Ah, apa kau ingat? Namanya, Cinta?
Cinta?
Iya, Cinta.
Dia terlahir dari rahim rinduku yang senantiasa kita peluk berdua di senyapnya malam. Kemudian saling mengaduh dan berisik mengacaukan malam-malam kita setelahnya. Saat itu kita sepakat memanggilnya Cinta, kan? Sudah bertahun aku membesarkannya sendirian dari semenjak kulahirkan.
Dia ... sesekali menyedihkan saat kutatap bulir air matanya memohon karena merindukanmu. Ingin sekali dia menangkup wajahmu dan berbisik di sana bahwa selamanya ia akan tinggal di sisimu juga berterima kasih karena sudah membuatnya terlahir.
Jadi, katakan padaku bahkan jika itu melalui pesan yang membuatku butuh waktu lama untuk menerimanya.
Kapan kau kan kembali pada kami?
Mimpiku sederhana, satu tahun ke depan ... Dua tahun ke depan ... Aku akan melahirkan kembali anak-anak rindu yang kita lukis berdua. Kita akan merawatnya bersama di negeri yang kita bangun.
Kamu tau berapa usianya sekarang? Dia sudah beranjak dewasa. Tapi, aku tak ingin melepaskannya untuk lelaki mana pun. Bolehkah? Hanya sebentar saja, kok. Sebentar saja ... Setidaknya sampai kau sibuk sehingga tak lagi muncul di pikiranku.
Setelah semua yang telah usai itu, aku tidak pernah tau bahwa kamu akan menjadi perjalanan yang harus kuakhiri.
Aku juga tidak pernah tau bahwa aku masih terjebak di sana, sendirian ....
Aku tau tidak mungkin untuk mengulang. Aku bahkan tak bisa melihatmu dari belakang. Hari-hariku cemas dan menggila saat semua rasa di hatiku kian meledak. Namun aku tak bisa melakukan apapun selain memikirkanmu diam-diam. Aku bahkan tak bisa lagi menyebut namamu di keramaian.
Bahkan jika aku jatuh cinta lagi, bertemu seseorang yang lebih mencintaiku daripada aku. Matamu masih terjebak di sini. Potret bibirmu yang tersenyum masih membayang di kepalaku.
Bagaimana jika aku jatuh cinta lagi?
Bertemu seseorang yang lebih memahamiku daripada aku.
Bagaimana jika aku tak temukan kamu lagi?
Dan bahagia bersamanya ....
Akankah waktu itu akan datang kepadaku?
Hatiku masih bergetar mengingatmu.
Jika waktu itu akan datang, izinkan aku tetap mengingatmu tanpa melukai siapapun. Dan aku berjanji akan menjadi seseorang yang lebih bahagia dari sebelumnya.
Kamu juga harus begitu.
Subang, ruang pengap awal Januari 2023
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI