Iya, Cinta.
Dia terlahir dari rahim rinduku yang senantiasa kita peluk berdua di senyapnya malam. Kemudian saling mengaduh dan berisik mengacaukan malam-malam kita setelahnya. Saat itu kita sepakat memanggilnya Cinta, kan? Sudah bertahun aku membesarkannya sendirian dari semenjak kulahirkan.
Dia ... sesekali menyedihkan saat kutatap bulir air matanya memohon karena merindukanmu. Ingin sekali dia menangkup wajahmu dan berbisik di sana bahwa selamanya ia akan tinggal di sisimu juga berterima kasih karena sudah membuatnya terlahir.
Jadi, katakan padaku bahkan jika itu melalui pesan yang membuatku butuh waktu lama untuk menerimanya.
Kapan kau kan kembali pada kami?
Mimpiku sederhana, satu tahun ke depan ... Dua tahun ke depan ... Aku akan melahirkan kembali anak-anak rindu yang kita lukis berdua. Kita akan merawatnya bersama di negeri yang kita bangun.
Kamu tau berapa usianya sekarang? Dia sudah beranjak dewasa. Tapi, aku tak ingin melepaskannya untuk lelaki mana pun. Bolehkah? Hanya sebentar saja, kok. Sebentar saja ... Setidaknya sampai kau sibuk sehingga tak lagi muncul di pikiranku.
Setelah semua yang telah usai itu, aku tidak pernah tau bahwa kamu akan menjadi perjalanan yang harus kuakhiri.
Aku juga tidak pernah tau bahwa aku masih terjebak di sana, sendirian ....
Aku tau tidak mungkin untuk mengulang. Aku bahkan tak bisa melihatmu dari belakang. Hari-hariku cemas dan menggila saat semua rasa di hatiku kian meledak. Namun aku tak bisa melakukan apapun selain memikirkanmu diam-diam. Aku bahkan tak bisa lagi menyebut namamu di keramaian.
Bahkan jika aku jatuh cinta lagi, bertemu seseorang yang lebih mencintaiku daripada aku. Matamu masih terjebak di sini. Potret bibirmu yang tersenyum masih membayang di kepalaku.
Bagaimana jika aku jatuh cinta lagi?
Bertemu seseorang yang lebih memahamiku daripada aku.