Banyaknya aktor politik yang mencalonkan diri menjadi calon Presiden dan Wakil Presiden dengan kendaraan politiknya sangat memungkinkan untuk meraih suara mayoritas mutlak (50%+1) sulit untuk tercapai.
Munculnya calon kurang Berkualitas:
Dengan tidak berlakunya Presidantial Threshold (PT) calon yang muncul akan banyak, disamping itu memungkinkan pula para kandidat yang bertarung hanya akan mengandalkan popularitas nya saja dan tidak di tunjang oleh kualitas dan kapabilitas.
Tata kelola pemerintahan berjalan kurang efektif:
Jika Presiden Terpilih tidak memiliki suara mayoritas di Parlemen, stabilitas pemerintahan yang di pimpin dapat terganggu dan terhambat.
Itulah beberapa catatan yang bagi penulis bisa di jadikan sebagai sebuah referensi dan rujukan dalam menilai putusan Mahkamah Konstitusi terlebih ini tidak hanya menyangkut sebuah kontestasi semata, melainkan para pemangku kebijakan yang nantinya akan meramu kebijakan publik untuk sebesar-besarnya di orientasikan untuk kepentingan bangsa dan negara serta masyarakatnya.
Oleh karenanya bagi penulis terdapat beberapa rekomendasi/catatan yang harus di pertimbangkan untuk memitigasi dampak negatif dari putusan MK tersebut dan mengoptimalkan berjalannya proses Demokrasi secara Substansial dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) sebagai lembaga Negara yang Independen harus memberikan sebuah rekomendasi serta formulasi yang Inklusif, Transparan serta mencerminkan kepentingan rakyat. mengenai sistem, regulasi, dan tata kelola Pemilu pasca Putusan Mahkamah Konstitusi baru baru ini.
2. Transparansi Partai PolitikÂ
Penghapusan ambang batas pencalonan harus mendorong dan membuka diri bagi Partai politik untuk membuka seleksi berdasarkan sistem Meritokrasi dan bukan bersandar pada faktor Patronase.
3. Verifikasi Ketat Kualitas Calon