Pada 2019, Tim Task Force Kemenkomarves turun tangan dan mulai berpartisipasi secara intensif dalam Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Seiring berjalannya waktu,progres pembangunan proyek tersebut mencapai 65.7% pada 2020 yang disambung dengan peralihan tahap baru yakni tahap persiapan O&M Readiness.
Tidak lama setelah tahun 2021 ditempuh, Tim Percepatan Kereta Cepat Indonesia China Jakarta-Bandung/PMO dibentuk, yang dilanjutkan dengan Topping Off Stasiun Kereta Api Cepat Halim, serta mulainya fase konstruksi selanjutnya pada 30 Juli 2021. Pencapaian tersebut juga disambut oleh keberhasilan dalam pabrikasi Train Set Kereta KCIC 400AF pertama oleh pabrik CRRC di Tiongkok pada 31 Oktober 2021 dan penyelesaian Setoran Modal Negara oleh konsorsium BUMN Indonesia.Â
Pada tahun lalu tepatnya pada 17 Januari 2022, Tunnel 2 telah mencapai progres investasi 79.9%. Pada 20 April 2022, dilaksanakan Pemasangan Rel pertama pada lokasi depo menuju Jakarta pada wilayah Tegalluar. Tak lama setelah pemasangan Rel pertama, Pada 17 Juni 2022. tercapai Breakthrough Tunnel #2 yang mengindikasikan bahwa semua tunnel di proyek tersebut telah tembus secara komplit.
Pada saat ini, Proyek tersebut diharapkan untuk selesai pada tahun ini dan mulai beroperasi pada Juni 2023, sehingga tentu adanya banyak harapan oleh para investor dan masyarakat atas keberhasilan dan operasional proyek tersebut agar media transportasi tersebut dapat segera digunakan. Dalam proyek ini, dapat diketahui bahwa rencana pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung akan menggunakan transit oriented development (TOD) dengan melalui kota-kota yakni,  Halim, lalu Karawang, lalu Walini, dan ke Tegalluar. Kota-kota tersebut merupakan sebagai transit oriented development (TOD) dengan panjang rel sekitar 142,3 kilometer.
Namun, sebelum kita terlalu terhasut dengan kerennya kereta cepat ini, marilah kita menggali lebih dalam mengenai keuntungan dan dampak negatif dari proyek ini terhadap negara Republik Indonesia!Â
Proyek pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung dapat berdampak positif kepada rakyat dengan mengembangkan perekonomian rakyat yang dilalui jalur Kereta Cepat. Melalui proyek tersebut Pemerintah Jawa Barat pun menerima manfaat, karena munculnya titik-titik ekonomi baru, serta perekonomian yang lebih terbuka. Â Sektor Pariwisata juga dapat memanfaatkan proyek ini, karena adanya opsi untuk mobilitas yang lebih cepat untuk melakukan pergerakan ekonomi.
Sektor tenaga kerja pun, Indonesia juga akan menerima banyak keuntungan seperti, jaminan alih pengetahuan oleh Tionghoa kepada tenaga kerja Indonesia. Proyek ini yang didominasi oleh pekerja Indonesia, contohnya adalah dalam pembangunan infrastruktur dalam proyek ini yang memerlukan sekitar 39.000 pekerja. Â
Melalui negosiasi dengan pihak Tionghoa, dapat dinyatakan juga bahwa dalam proyek ini, 60% dari alih teknologi akan diberikan kepada Indonesia. Proses pembangunan gerbong kereta akan dilaksanakan di dalam negeri dengan Purwakarta sebagai salah satu daerah yang digunakan untuk pembangunan gerbong terkait. Tentu kita juga harus ingat bahwa proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung akan meningkatkan kualitas hidup masyarakat, karena melalui proyek tersebut, rakyat akan disediakan media transportasi umum yang jauh lebih cepat jika dibandingkan dengan kereta biasa.
Selain keuntungan yang masyarakat dapat dari proyek tersebut, kita juga harus ingat bahwa ada sisi gelap dari proyek tersebut. Salah satunya adalah masalah pendanaan, dimana PT Pilar Sinergi BUMN yang sudah tidak mampu untuk menyetorkan setoran ekuitas untuk proyek, sehingga pemerintah memilih untuk injeksi Penyertaan Modal Negara kepada PT KAI selaku pemimpin konsorsium, yang sebelumnya adalah Wijaya Karya.
Pandemi juga menjadi salah satu halangan yang akhirnya menjadi masalah besar yang menghambat proyek tersebut, sebab pada 1 Juli 2021- 1 Februari 2022, 491 pekerja konstruksi positif COVID-19. Ada juga masalah geologis dan clayshale pada tunnel 2, 4, dan 6. Oleh karena itu, proses pelaksanaan proyek terhambat kembali. Relokasi Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) juga mengalami masalah di beberapa titik, karena warga sekitar yang menolak akan relokasi tersebut, sehingga terjadi hambatan kembali.
Selain itu, salah satu masalah besar yang muncul dalam proyek ini adalah pembengkakan biaya yang muncul sekitar Rp21,74 triliun, sehingga biaya yang awalnya sekitar Rp90,76 triliun menjadi sekitar Rp112,5 triliun. Pembengkakan tersebut diungkap setelah Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangun (BPKP) dan Komite KCJB melakukan audit dan review terhadap proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Pembengkakan biaya tersebut juga dapat bertambah Rp2,3 triliun sebab pajak dan pengadaan lahan. KCIC akan membayar utang tersebut dari hasil pendapatan operasional.