Mohon tunggu...
Nararya
Nararya Mohon Tunggu... profesional -

Blog pribadi: nararya1979.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menteri Yuddy, Prof. Romli, dan Edukasi Buruk bagi Publik!

4 Maret 2015   09:49 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:11 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Argumentum ad baculum

Saya tidak membahas argumen profesor Ramli secara detail karena Ramli sekadar menyebutkan bahwa unjuk rasa para pegawai KPK tersebut melanggar Peraturan KPK Nomor 5 KPK Tahun 2006 tanpa memperlihatkan bagian mana yang dilanggar dari peraturan tersebut. Ini adalah taktik sesat yang disebut dengan imagined reason. Anda melontarkan A sebagai bukti; orang membayangkan bahwa A merupakan bukti untuk menerima kesimpulan Anda (padahal Anda seharusnya memperlihatkan mengapa A merupakan bukti bagi kesimpulan Anda).

Yang menarik adalah baik Yuddy maupun Ramli menyertakan ancaman setelah mereka melontarkan klaim mereka mengenai unjuk rasa para pegawai KPK tersebut. Namun, seperti yang sudah diperlihatkan di atas, ancaman ini didasarkan atas sesat pikir (logical fallacies).

Dalam logika, mengemukakan sebuah ancaman terhadap lawan Anda tanpa dasar yang valid dan sound, berarti Anda melakukan sesat pikir yang lain lagi bernama: argumentum ad baculum. Seperrti yang dijelaskan Madsen Pirie,

The fallacy of the argumentum ad baculum lies in its introduction of irrelevant material into the argument. Strictly speaking, it leaves the argument behind, moving on to force as a means of persuasion.

Kedua tokoh terhormat di atas menggunakan ancaman sebagai sarana persuasi yang sebenarnya tidak relevan untuk digunakan karena mendasarkannya di atas argumen-argumen yang cacat secara logis.

*********

Semua orang berpotensi melakukan sesat pikir. Saya pun begitu. Tetapi ini bukan poin tulisan ini. Dari segi dampak edukasi publiknya, sesat pikir dari kedua public leaders ini mestinya dianggap sebagai "sesuatu banget". Kalau saya yang bukan siapa-siapa melakukan sesat pikir dalam obrolan sehari-hari (saya sangat berhati-hati apalagi dalam hal menulis opini di media), mungkin orang tidak akan terlalu mempermasalahkannya. Tidak ada dampaknya bagi publik. Tetapi, seperti isi salah satu paragraf saya di atas, jika tokoh-tokoh yang dianggap "otoritatif" bahkan sering diacu opini mereka di media dan menempati posisi pemimpin publik melakukan sesat pikir, mereka memberikan edukasi yang buruk kepada publik.

Sayang sekali!

Referensi:


  1. Madsen Pirie, How to Win Every Argument: The Use and Abuse of Logic (London/New York: Continuum, 2006).
  2. T. Edward Damer, Attacking Faulty Reasoning: A Practical Guide to Fallacy-Free Argument (6th. ed.; Belmont, CA.: Wadsworth, 2009).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun