*******
Mengapa SARA itu salah? Jawaban untuk pertanyaan ini sebenarnya sudah bisa dilihat pada definisi di atas. SARA itu salah, karena adanya upaya atau sikap mendiskreditkan seseorang atau sekelompok orang atas alasan suku, agama, ras, dan antar-golong untuk mendapatkan perlakuan yang sama yang dilindungi oleh UUD 1945.
Sikap pendiskreditan itu salah karena sikap itu bertentangan (mutually exclusive) dengan undang-undang mengenai HAM dan Agama dalam UUD 1945 (ps. 28, 29). Betul bahwa ada perlindungan hukum untuk kebebasan berpendapat, tetapi kebebasan yang dimaksudkan di sini adalah kebebasan yang bertanggung jawab dan kebebasan yang bertanggung jawab berarti kebebasan yang tidak melanggar hukum atau perundang-undangan yang berlaku.
*********
Mengapa SARA itu dianggap benar? Mengacu kepada resolusi Aristoteles di atas, SARA itu dianggap benar oleh pihak tertentu, karena mereka mempresuposisikan sejumlah proposisi yang salah untuk membenarkan SARA. Dan lebih itu juga berarti presuposisi-presuposisi yang salah itu pun dianggap benar, walau salah!
Untuk menggambarkan hal ini, saya akan menampilkan isi diksusi saya dengan salah seorang Kompasianer mengenai isu SARA di lapak Mas Gatot. Konteks dari diskusi di bawah adalah komentar Akhmad mengenai latar belakang silsilah Jokowi. Bagi Akhmad, seharusnya Jokowi memberikan klarifikasi terhadap pertanyaan-pertanyaan di seputar latar belakang Jokowi. Saya menanggapi bahwa komentar yang demikian mengasumsikan logika "cerdas-cermat", dan itu tidak patut. Pertanyaan-pertanyaan seperti itu mengandung presuposisi, dan presuposisi itu harus jelas terlebih dahulu sebelum kita menentukan apakah pertanyaan itu perlu dijawab atau tidak. Jika presuposisinya salah, maka pertanyaannya tidak perlu dijawab, melainkan presuposisinya-lah yang perlu dibenarin. Lanjutan dari diskusi itu akan saya tampilkan pada screenshots di bawah ini:
Kedua, SARA itu "tidak apa-apa" menurut Akhmad, karena "SARA itu selalu ada". Jadi, Akhmad membenarkan SARA berdasarkan faktualitas empirisnya. Dan terhadap presuposisi palsu ini, saya menggunakan reductio ad absurdum untuk memberanggusnya. Reductio ad absurdum yang saya gunakan lebih bersifat analogis.
Sebagai catatan, reductio ad absurdum adalah salah satu jenis penalaran yang digunakan untuk mereduksi argumen lawan hingga pada titik absurd. Artinya, di satu sisi lawan tidak dapat menolak implikasi absurd itu, namun pada saat yang sama ia tidak menginginkan implikasi itu.
Saya mengambil "korupsi" sebagai analogi untuk SARA. Dengan mengambil "korupsi" sebagai analogi, sebenarnya saya sudah bisa menduga bahwa itu skak mat bagi argumen Akhmad. Akhmad tidak mungkin membenarkan korupsi. Dan jika ia tidak mungkin membenarkan korupsi, maka implikasinya, ia pun seharusnya tidak membenarkan SARA.
Jadi, rupanya Akhmad membenarkan SARA karena ia mempresuposisikan presuposisi yang salah mengenai SARA, yaitu faktualitas empirisnya!