Mohon tunggu...
Nararya
Nararya Mohon Tunggu... profesional -

Blog pribadi: nararya1979.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Tragedi Charlie Hebdo dan Kompasiana: Mengapa, Apa, dan Atheis

9 Januari 2015   23:09 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:27 536
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1420800044891971949

[caption id="attachment_389674" align="aligncenter" width="600" caption="Foto:Kompas.com"][/caption]

Sejak kemarin, penembakan brutal tak berperikemanusiaan di Prancis yang mengakibatkan korban nyawa menjadi trending issue di Kompasiana. Saya sendiri sudah menulis artikel keprihatinan serta terlibat dalam diskusi di beberapa tulisan.

Dalam tulisan singkat ini, saya sekadar ingin mencatat sejumlah poin kritis untuk menjadi pertimbangan bersama dalam menyikapi ketertarikan untuk mendiskusikan isu aktual tersebut di Kompasiana.

Para penyoal "mengapa"

Saya memperhatikan beberapa tulisan yang berupaya menjelaskan mengapa aksi terorisme itu terjadi. Secara positif saya berterima kasih untuk mereka yang menyorot "mengapa" ini. Mereka mengingatkan kita untuk memahami bahwa pelecehan-pelecehan atas nama kebebasan pers yang dilakukan CH memang menyakitkan.

Faktanya, bukan hanya Nabi Muhammad, hampir semua tokoh agama bahkan tokoh politik semisal Benyamin Netanyahu pun tak luput dari goresan pensil satiris majalah ini.

Para penyoal "apa"

Awalnya saya cenderung ada di sini, walau saya mendapatkan manfaat juga dari para penyoal "mengapa" di atas. Mereka yang bersama saya di sini, menandaskan bahwa penghinaan atau pelecehan, katakanlah demikian, yang dilakukan CH tetap tidak boleh dibalas dengan aksi brutal semacam itu.

Dan ini poin penting. Mempersoalkan mengapa, tidak meloloskan seseorang dari tuduhan akan apa yang sudah dilakukannya!

Yang perlu diwaspadai

Di satu sisi, mengetahui secara jelas mengapa akan menolong kita untuk memahami "perasaan" mereka yang "terluka" oleh karikatur-karikatur satiris itu. Kita juga belajar betapa mereka sangat menjunjung tinggi nama baik tokoh sentral dalam keyakinan mereka bahkan itu bisa membuat mereka melakukan apa saja. Literally begitu yang terjadi!

Tentu menyatakan seperti di atas, tidak boleh dijadikan excuse untuk melakukan tindakan kriminal atas nama ketersinggungan agama sekalipun. Setiap kali Anda merasa tersinggung atau dilecehkan lalu mengangkat senjata dan membunuh orang lain, itu adalah kriminalitas!

Maka yang perlu diwaspadai, mereka yang cenderung mempersoalkan mengapa sebaiknya tidak memberi kesan bahwa pembunuhan brutal itu "bisa dipahami". Apalagi secara terang-terangan mendukung aksi brutal itu sebagai sesuatu yang bisa dijustifikasi berdasarkan mengapa-nya.

Terlepas dari sisi hukumnya, secara logis, bersikap demikian berarti Anda jatuh ke dalam sesat pikir bernama tu quoque atau "you too fallacy" atau "two wrongs make a right"!

Di sisi lain, Anda yang ada di wilayah apa, sebaiknya tidak menyepelekan mengapa-nya. Menyepelekan mengapa akan membuat Anda terkesan tidak simpatik terhadap sensitivitas pihak-pihak yang terlecehkan atau yang terhina.

Catatan khusus untuk para atheis

Sebelum mengakhiri catatan personal ini, saya ingin sedikit memberikan caution bagi rekan-rekan atheis. Saya mengetahui persis, mis. Richard Dawkins berargumentasi bahwa kejahatan atas kemanusiaan dipicu oleh agama sebagai faktor mayornya, walau bukan faktor satu-satunya. Tendensi senada juga terlihat dalam komentar Kompasianer yang secara terang-terangan mengaku atheis di beberapa tulisan yang saya hadir di situ untuk berdiskusi.

Substansi idenya adalah bahwa kaum agamawan-lah yang bertanggung jawab terhadap kejahatan atas kemanusiaan yang terjadi selama ini.

Sadly, saya harus mengakui bahwa mereka benar dalam pengertian tertentu. Para crussaders, teroris Muslim, kelompok fundamentalis Hindu di India adalah catatan-catatan pahit yang membuat kita sebagai umat beragama malu. Memalukan namun harus diakui. Diakui untuk kita benahi bersama.

Tetapi, tunggu dulu. Para atheis tidak dapat mencuci tangan sama sekali di sini. Sejarah bukan hanya mencatat kejahatan-kejahatan atas kemanusiaan dari pihak kaum agamawan. Stalin, Pol Pot, komunisme di China, penguasa diktator di Korut adalah catatan-catatan sejarah yang sama pahitnya di pihak atheis!

Dawkin, penulis The God Delusion bahkan menyatakan bahwa jika kita menghitung para pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan baik dari pihak umat beragama maupun pihak atheis, kita akan mendapatkan jumlah yang banyak di kedua sisinya.

Tentu saya tidak menyatakan bahwa baik umat beragama maupun para atheis melakukan kejahatan yang sama, maka it's okay! Tidak sama sekali. Yang saya ingin katakan adalah para atheis tidak fair terhadap bukti-bukti sejarah ketika mereka berkoar-koar seakan-akan kejahatan atas kemanusiaan hanya berasal dari umat beragama!

***********

Sikap arif, kritis, dan proporsional dalam mengemukakan opini serta argumen diperlukan di sini. Dan saya kira, ini adalah catatan penting yang perlu kita pertimbangkan bersama. Jangan sampai, kebrutalan yang terjadi di sana justru menimbulkan keributan di kalangan kita sendiri hanya karena kita gagal berpikir serta bersikap yang seharusnya.

Akhirnya, teriring ungkapan turut berduka atas para korban kejahatan atas kemanusiaan itu. Semoga para pelakunya segera diringkus untuk mempertanggungjawabkan kejahatan mereka!

Salam Kompasiana!

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun