[caption id="attachment_393837" align="aligncenter" width="624" caption="Komjen Pol Budi Gunawan/Kompasiana(kompas.com)"][/caption]
Saya sudah kemukakan sejak awal bahwa BG merupakan "titipan"; pun, dalam tiga tulisan terakhir saya mengenai opsi pembatalan pelantikan BG, terafirmasi oleh Ketua Tim Independen. Seyogyanya kita tidak perlu bicara tentang pembatalan, jika BG cukup tahu diri untuk mengundurkan diri. Sayangnya, bahkan Ketua Tim Independen pun mengkhawatirkan BG tidak mau mundur.
Mengenai opsi pembatalan, saya percaya ini adalah opsi yang paling mungkin ditempuh oleh Jokowi.Pertama, alasan penangguhan pelantikkan BG yang disampaikan Jokowi dulu sekarang sudah tidak valid;kedua, opsi ini pun dilihat oleh Tim Independen sebagai opsi terbaik dalam situasi ini; danketiga, di dalamnya terkandung asumsi bahwa kehendak rakyat untuk tidak mendudukkan seorang tersangka di atas kursi Kapolri, terakomodasi.
Bahaya hipotetis
Sebuah skandalon yang dikhawatirkan para pengamat politik termasuk juga yang tersirat dalam pernyataan Ketua Tim Independen adalah bahaya timbulnya konflik antara Presiden dan DPR, jika Presiden menempuh opsi di atas.
Mengenai kemungkinan bahaya ini, saya bertanya bagaimana mungkin keputusan dari Presiden yang mengusung kehendak rakyat,koq menimbulkan riskannya hubungan antara Presiden dan DPR? Tidak masuk akal. Semua pertimbangan logis yang sederhana ini, menjadi begitu ruwet tersandera oleh intrik-intrik politik. Saya justru melihat indikasi kuat bahwa DPR sudah tidak berfungsi lagi sebagai wakil rakyat, entah mereka itu wakil apa dan siapa.
Sampai di sini, saya menyimpulkan bahwakonflik tersebut merupakanbahaya hipotetis yang membuat Presiden sangat berhati-hati untuk menempuh opsi pembatalan pelantikkan BG.
Golden mean leadership
Saya melihat kecenderungan gaya kepemimpinan Jokowi adalah apa yang saya sebutgolden mean leadership. Saya tidak tahu apakah istilah ini ada dalam buku-buku teks kepemimpinan, karena ini adalah istilah saya yang saya "ciptakan" sendiri untuk gaya kepemimpinan Jokowi.
Karakteristik darigolden mean leadership,khususnya dalamproblem solving, adalah kecenderungan untuk selalu menjadikan opsimoderat dalam setiap keputusannya. Opsimoderat dianggap sebagai opsi terbaik dalam setiap konflik karena memiliki "daya menenangkan" bagi kedua belah pihak yang berkonflik.
Sebenarnya, gaya kepemimpinan seperti ini merupakan sesuatu yang mewakili instink dasar manusia. Semua yang berlebihan itu dianggap tidak baik. Maka diasumsikan, yangsedang-sedang atau yangbiasa saja atau yangnetral atauwin-win itu pasti lebih akomodatif. Tetapi harus berhati-hati untuk tidak jatuh ke dalamgolden mean fallacy ataumiddle ground fallacy (baca tulisan saya mengenai bahaya netralitas di sini).
Dalam banyak kasus, aplikasi dari gaya kepemimpinan di atas tampaknya berhasil dan memuaskan. Saya sendiri sangat puas ketika Jokowi keluar dengan dua Keppress sambil memaklumatkan penundaan pelantikkan BG beberapa waktu lalu. Itu adalah buah darigolden mean leadership yang tepat guna dan efektif, pada waktu itu!
Selain cenderung untukbuying time, sesuatu yang tidak masalah sebenarnya, gaya kepemimpinan ini cenderung tidak sensitif, jika tak ingin dibilang takut, untuk mengambil keputusan yang "berani" ketika keputusan seperti inilah yang justru dibutuhkan dalam situasi tertentu!
Saya kira, Jokowi sadar akan "kelemahan" dari gaya kepemimpinan seperti ini maka ia mengelola "kelemahan" dari tipikal kepemimpinannya secara brilian. Akan saya perlihatkan berikut ini.
Terbentuknya Tim Independen
Bagi saya, terbentuknya Tim Independen, bukan karena nantinya mereka akan memberikan masukan-masukan baru kepada Presiden.Semua poin-poin usulan mereka, sebenarnya bisa dengan sangat gampang ditemukan Presiden di Kompasiana.Artinya, dari segi kandungan usulan mereka nanti, Presiden sebenarnya tidak membutuhkan sebuah Tim Independen.
Saya melihat, tim tersebut dibentuk karena signfikansi politisnya. Maksud saya, tim ini memiliki kekuatan psikologis secara politis di mana usulan-usulan mereka, yang sebenarnya Presiden sudah tahu dan kita semua juga sudah tahu, dianggap mengandung "daya acu" bagi Presiden untuk mengambil keputusan.
Bukan hanya "daya acu" secara psikologis-politis, melainkan juga secara sistem ketatanegaraan. Maksud saya, kita sudah bisa membaca bahwa nanti Jokowi akan membatalkan pelantikan BG berdasarkan usulan Tim Independen. Dan karena keputusan ini didasarkan atas usulan Tim Independen, maka kekuatan "politis" dari Tim Independen sebenarnya dimaksudkan juga sebagaipenangkal dari masalah-masalah yang mungkin akan terjadi di depan, khususnya di kalangan DPR dan Presiden. DPR, jika memang mereka akan membuktikan diri mereka sebagaiDewan Pelawan Rakyatdengan melawan Jokowi nanti, tidak dapat berbuat banyak karena keputusan itu mengacu kepada sebuah tim yang memiliki kekuatan hukum.
Dan jika saya "membaca' fenomena di atas secara tepat, maka sekali lagi kita melihat kemampuan Jokowi bukan hanya dalam hal mengelola masalah yangsekarang sedang terjadi, melainkan jugamengantisipasi masalah hipotetis yang sangat mungkin terjadi di masa depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H