Mohon tunggu...
Nararya
Nararya Mohon Tunggu... profesional -

Blog pribadi: nararya1979.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Sidang Praperadilan BG; Dua Gebrakan Pertama yang Mengecewakan

11 Februari 2015   08:24 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:27 1831
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14236202291240564140

Selanjutnya, tim pengacara BG mengajukan rekaman video jumpa pers yang menurut tim pengacara BG memperlihatkan mimik ejekan [terhadap BG]. Bukti ini dipertanyakan hakim Zarpin Rizaldi karena tidak ada suaranya.

Argumentasi yang hendak dibangun tim pengacara BG adalah mimik ejekan AS dan BW saat jumpa pers tersebut, mengindikasikan motif tidak benar (katakanlah begitu) terkait penetapan status tersangka bagi BG.

Perlu dicatat bahwa motif dalam argumentasi legal, berbeda dengan dalam argumentasi logis secara umum, dapat dianggap valid. Walton dalam Argumentation Methods for Artifical Intelligence in Law, menyatakan bahwa dalam argumentasi hukum, "a claim about an agent’s character or past acts could be judged relevant if cited to prove the existence of a motive." Jadi, ada dua hal di sini yaitu karakter dan tindakan-tindakan masa lampau sebagai tolok ukurnya.

Yang menjadi persoalan adalah dalam jenis argumentasi mana pun, mimik atau raut wajah tidak pernah dianggap sebagai reliable evidence (bukti yang handal) untuk membuktikan motif tertentu!

***********

Akhirnya, mengutip Walton lagi, relevansi adalah masalah logika ketimbang masalah hukum. Ia menghubungkan antara factum probans (fakta-fakta yang diajukan sebagai bukti) dan factum probandum (fakta atau proposisi yang hendak dibuktikan) di pengadilan. Persoalannya adalah dua "gebrakan" dari tim pengacara BG di atas, simply put, tidak relevan!

Referensi:


  1. Douglas Walton, Legal Argumenation and Evidence (Pennsylvania: The Pennsylvania State University Press, 2002).
  2. Douglas Walton, Argumentation Methods for Artificial Intelligence in Law (Berlin, Heidelberg: Springer, 2005).
  3. Douglas Walton, Witness Testimony Evidence: Argumentation, Artificial Intelligence, and Law (Cambridge: Cambridge University Press, 2008).
  4. Douglas Walton, Informal Logic: A Pragmatic Approach (Cambridge: Cambridge University Press, 2008).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun