Mohon tunggu...
Nararya
Nararya Mohon Tunggu... profesional -

Blog pribadi: nararya1979.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Dagelan Praperadilan BG, Samad dan Hasto dalam Sabetan Pisau Filsafat Testimoni

12 Februari 2015   17:17 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:20 389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Argumentum ad hominem

Dalam diskusi logis secara umum, serangan terhadap pribadi tidak boleh dilakukan! Tidak boleh dilakukan, karena kebenaran argumen harus dinilai inherently, bukan pada situasi spesifik dari si pengguna argumen. Tetapi tidak begitu dalam argumentasi hukum, khususnya untuk menilai kehandalan testimoni seorang saksi. Seorang saksi dapat saja berbohong, memiliki bias, atau salah menyimpulkan persepsi, salah mengingat fakta, dsb.

Itulah sebabnya, cross check terhadap kebenaran kesasksian seorang saksi, melibatkan apa yang namanya argumentum ad hominem. Douglas Walton menjelaskan mengenai tiga tipe spesifik dari argumentum ad hominem di pengadilan saat membedah kesaksian seorang saksi, yaitu:


  1. Abusive ad hominem. Di sini seorang examiner (pengacara lawan) berupaya membuktikan bahwa saksi yang bersangkutan memiliki karakter yang buruk (bad character).
  2. Circumstantial ad hominem. Di sini seroang examiner (pengacara lawan) berupaya membuktikan bahwa adanya situasi-situasi dari seorang saksi yang mengurangi kredibilitas kesaksiannya. Misalnya terdapat inkonsistensi di dalam kesaksiannya. Tipe argumen ini ingin membuktikan bahwa saksi tersebut kurang jujur dan karena itu kesaksiannya tidak dapat dianggap dapat dipercaya sepenuhnya (trustworthy).
  3. Bias ad hominem. Di sini seorang examiner (pengacara lawan) berupaya membuktikan adanya unsur-unsur bias dari saksi yang bersangkutan. Misalnya saksi tersebut dibayar oleh pihak lawan, atau memiliki kedekatan pribadi dengan pihak lawan yang berdampak pada motifnya untuk memberikan kesaksian.


Berdasarkan kategori di atas, dalam "penerawangan" saya, Hasto akan bermasalah soal bias ad hominem ini ketika kesaksiannya terhadap Samad diuji kehandalannya.

Bias kesaksian Hasto (?)

Saya sengaja menempatkan tanda tanya dalam kurung pada sub judul di atas (?), untuk mengindikasikan bahwa ini hanya semacam aplikasi dari kategori pada bagian sebelumnya, bukan sesuatu yang sifatnya pasti akan dilakukan! Maksud saya, sebenarnya tidak sulit melihat bias dalam kesaksian Hasto yang mungkin garis besarnya akan saya perlihatkan di bawah ini:


  • Menurut dugaan umum, BG adalah titipan dari PDIP;
  • BG mendulang status tersangka dari KPK di bawah pimpinan Samad yang hampir pasti akan menjegal langkahnya menuju kursi Kapolri;
  • Masyarakat menolak BG termasuk juga Megawati (dan PDIP secara umum) mendapat nama buruk di sini;
  • Hasto adalah politikus PDIP;
  • Jika ia memang mengetahui adanya pertemuan-pertemuan menyangkut agenda politik Samad, maka sangat aneh ia baru bersuara ketika BG sudah mendulang status tersangka yang berdampak pada reputasi PDIP.


Semua indikator di atas sangat jelas memperlihatkan unsur motif untuk "membalas" Samad karena telah menyematkan label tersangka bagi BG yang bahkan berdampak pada reputasi PDIP di mata seluruh rakyat Indonesia.

Jika Hasto tidak memiliki bukti spesifik lainnya, mis. rekaman percakapan, dsb., kesaksian Hasto mengenai pertemuan-pertemuan itu akan bubar dengan sendirinya, atau setidaknya dianggap lemah, ketika motifnya bisa dibuktikan bias! Karena adanya pertemuan-pertemuan itu tidak secara langsung membuktikan bahwa isi pembicaraan tersebut adalah soal motif atau agenda politiknya Samad!

Sampai di sini menjadi jelas bahwa sisi sabetan testimoni Hasto dapat saja menghujam ke arah Samad, namun sisi lainnya pun sedang mengarah ke Hasto, jika kesaksiannya tidak diperkuat dengan bukti-bukti spesifik lainnya.

*******

Akhirnya, saya berharap, selain memberikan lontaran dari sisi lain terhadap testimoni Samad, artikel ini kiranya dapat memberikan pencerahan bagi kita untuk memahami nilai serta fungsi sebuah kesaksian di pengadilan. Kesaksian tidak pernah mutlak dianggap sebagai bukti yang langsung membuktikan kesimpulan stasis sebuah kasus di pengadilan. Kesaksian mesti diperkuat dengan bukti-bukti koroboratif lainnya. Selain itu, unsur personal dari saksi yang bersangkutan juga ikut menegaskan/mengurangi kehandalan kesaksiannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun