Berbagai mesin pemilah sampah yang ada di pusat-pusat pengelolaan sampah juga akhirnya tidak mampu meningkatkan kuantitas daur ulang. Bahkan, sebagian besar akhirnya mangkrak, baik karena tingginya biaya operasional mesin maupun upah orang yang dipekerjakan di pusat-pusat daur ulang.
Mesin pembakar sampah untuk dijadikan energi listrik sekalipun tak mampu mengimbangi volume sampah yang timbul karena tidak dilakukan terlebih dulu pengelolaan sampah di kalangan masyarakat. Sebesar apa pun kapasitas mesin pengolah sampah menjadi energi listrik (PSEL), kapasitasnya kalah dengan banyaknya sampah yang datang.
Oleh karena itulah, solusi pengelolaan sampah yang terbaik tetaplah dengan metode 3R. Kendala yang terjadi di lapangan sesungguhnya dikarenakan sistem pengelolaan sejak awal. Selama prinsip pengelolaan sampah yang menyeluruh, sistematis, dan berkelanjutan tidak diterapkan, maka pola 3R tidak akan berhasil.
Prinsip pengelolaan sampah juga tidak akan berjalan jika aspek-aspek pengelolaan sampah tidak dilaksanakan secara simultan. Yaitu, aspek regulasi, aspek pembiayaan, aspek kelembagaan, aspek teknologi, aspek partisipasi masyarakat, dan aspek bisnis. Semua aspek itu adalah kunci keberhasilan pengelolaan sampah.
Prinsip dan aspek-aspek pengelolaan sampah tunduk pada regulasi pengelolaan sampah. Antara lain Undang Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (UUPS). Pasal 14 tentang pengelola kawasan wajib menyediakan infrastruktur atau fasilitas pemilahan sampah.
Bukan hanya menyediakan infrastruktur dan fasilitas saja, suprastruktur pengelolaan sampah juga harus ada sebagai satu-kesatuan. Yaitu regulasi, kelembagaan, dan sistem yang saling menguntungkan. Sehingga, masyarakat sebagai sumber sampah bisa memperoleh hasil berupa insentif atas upayanya melakukan pengurangan sampah.
Pekerjaan memilah sampah tidak mungkin dan tidak bisa dikerjakan secara terpusat. Pekerjaan memilah sampah hanya akan maksimal jika dilakukan di sumbernya. Sudah banyak buktinya, TPS3R mangkrak karena sampah tercampur yang masuk tidak mampu dipilah. Akhirnya menumpuk seperti TPA mini.
Hanya dengan desentralisasi pengelolaan sampah hingga tapak rumah tangga, pola 3R sampah bisa dijalankan. Bank sampah juga akan hidup dengan sistem yang desentralistik itu. Karena dalam sistem itu akan diatur dalam regulasi kawasan, bahwa semua warga wajib menjadi anggota bank sampah. Karena mereka sudah menerima infrastruktur atau fasilitas pemilahan sampah.
Oleh karena itu, gerakan yang meningkatkan kesadaran 3R sampah, seperti PIKAT RASA, harus didorong terus sampai pada menjalan prinsip pengelolaan sampah dan melaksanakan aspek-aspek pengelolaan sampah secara simultan. Karena jika tidak, kendala-kendala yang terjadi selama ini akan terus terjadi. (nra)