Di tengah banyaknya keprihatinan terhadap permasalahan sampah, upaya PT. Gunbuster Nickel Industry (GNI) bersama PT. Stardust Estate Investment (SEI) mendorong gerakan reduce, reuse, dan recycle (3R) melalui program tanggung jawab sosialnya patut diapresiasi. Kegiatan bertajuk "Pendidikan Masyarakat dalam Upaya Kurangi Sampah" atau PIKAT RASA merupakan langkah nyata mendorong aplikasi 3R sampah.
Edukasi siswa dan masyarakat agar sadar 3R adalah solusi yang diperlukan untuk meningkatkan kuantitas, kualitas, dan kapasitas daur ulang. Terutama untuk menumbuhkan kepedulian akan pengelolaan sampah di kalangan masyarakat. Sehingga, kegiatan sejenis harus terus dilaksanakan dan ditingkatkan kualitasnya hingga mencapai tujuan prinsip pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan dan regulasi.
"Kegiatan ini dapat membiasakan anak-anak untuk mengelola sampah dengan benar sejak dini dan akan membentuk kebiasaan positif yang berkelanjutan hingga dewasa. Anak-anak diharapkan dapat menjadi agen perubahan dalam keluarga dan komunitas mereka kelak," ungkap Head of Corporate Communication PT GNI Mellysa Tanoyo.
Kegiatan diawali dengan pemberian edukasi pengelolaan sampah. Selanjutnya para siswa-siswi diajak untuk berkreasi membuat tas atau tempat pensil dari sampah plastik dan bunga dari kulit jagung.
Perusahaan yang memiliki kesadaran dan kemauan untuk turut terlibat dalam upaya pengurangan sampah akan menjadi penyemangat bagi masyarakat. Karena masyarakat dengan pola pembinaan dan kemitraan dapat membangun sinergi yang kuat dengan pihak perusahaan. Terlebih program tersebut juga didukung oleh pemerintah setempat melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH).
Ke depan, apa yang dilakukan PT. GNI diharapkan bisa ditiru dan dilakukan juga oleh perusahaan lain untuk turut membantu masyarakat mengelola sampah. Sehingga upaya edukasi, penyadaran, dan pelaksanaan pengelolaan sampah bisa berdampak luas dan secara signifikan mengurangi masalah sampah di Indonesia.
Gerakan 3R Sampah Harus Didorong Terus
Banyak pihak yang menyatakan gerakan Reduce, Reuse, Recycle (3R) kurang membuahkan hasil. Program bank sampah dan TPS3R yang menjadi nadi gerakan 3R dinilai masih terkendala di lapangan. Terutama karena skeptisisme masyarakat, sarana, prasarana, dan profesionalisme pengelolaan sampah.
Minimnya kesadaran masyarakat dalam pengelolaan sampah di Indonesia memang nyata. Laporan International Pollutants Elimination Network (2022) menyatakan kapasitas daur ulang plastik Indonesia hanya 10 persen2. Itu pun jika dilihat kondisi asli di lapangan, angka daur ulang cenderung di bawah 10 persen.
Berbagai mesin pemilah sampah yang ada di pusat-pusat pengelolaan sampah juga akhirnya tidak mampu meningkatkan kuantitas daur ulang. Bahkan, sebagian besar akhirnya mangkrak, baik karena tingginya biaya operasional mesin maupun upah orang yang dipekerjakan di pusat-pusat daur ulang.
Mesin pembakar sampah untuk dijadikan energi listrik sekalipun tak mampu mengimbangi volume sampah yang timbul karena tidak dilakukan terlebih dulu pengelolaan sampah di kalangan masyarakat. Sebesar apa pun kapasitas mesin pengolah sampah menjadi energi listrik (PSEL), kapasitasnya kalah dengan banyaknya sampah yang datang.
Oleh karena itulah, solusi pengelolaan sampah yang terbaik tetaplah dengan metode 3R. Kendala yang terjadi di lapangan sesungguhnya dikarenakan sistem pengelolaan sejak awal. Selama prinsip pengelolaan sampah yang menyeluruh, sistematis, dan berkelanjutan tidak diterapkan, maka pola 3R tidak akan berhasil.
Prinsip pengelolaan sampah juga tidak akan berjalan jika aspek-aspek pengelolaan sampah tidak dilaksanakan secara simultan. Yaitu, aspek regulasi, aspek pembiayaan, aspek kelembagaan, aspek teknologi, aspek partisipasi masyarakat, dan aspek bisnis. Semua aspek itu adalah kunci keberhasilan pengelolaan sampah.
Prinsip dan aspek-aspek pengelolaan sampah tunduk pada regulasi pengelolaan sampah. Antara lain Undang Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (UUPS). Pasal 14 tentang pengelola kawasan wajib menyediakan infrastruktur atau fasilitas pemilahan sampah.
Bukan hanya menyediakan infrastruktur dan fasilitas saja, suprastruktur pengelolaan sampah juga harus ada sebagai satu-kesatuan. Yaitu regulasi, kelembagaan, dan sistem yang saling menguntungkan. Sehingga, masyarakat sebagai sumber sampah bisa memperoleh hasil berupa insentif atas upayanya melakukan pengurangan sampah.
Pekerjaan memilah sampah tidak mungkin dan tidak bisa dikerjakan secara terpusat. Pekerjaan memilah sampah hanya akan maksimal jika dilakukan di sumbernya. Sudah banyak buktinya, TPS3R mangkrak karena sampah tercampur yang masuk tidak mampu dipilah. Akhirnya menumpuk seperti TPA mini.
Hanya dengan desentralisasi pengelolaan sampah hingga tapak rumah tangga, pola 3R sampah bisa dijalankan. Bank sampah juga akan hidup dengan sistem yang desentralistik itu. Karena dalam sistem itu akan diatur dalam regulasi kawasan, bahwa semua warga wajib menjadi anggota bank sampah. Karena mereka sudah menerima infrastruktur atau fasilitas pemilahan sampah.
Oleh karena itu, gerakan yang meningkatkan kesadaran 3R sampah, seperti PIKAT RASA, harus didorong terus sampai pada menjalan prinsip pengelolaan sampah dan melaksanakan aspek-aspek pengelolaan sampah secara simultan. Karena jika tidak, kendala-kendala yang terjadi selama ini akan terus terjadi. (nra)
Referensi:
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (UUPS)
UUPS Pasal 21 ayat (1) huruf a.
Portofolio:
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI